Sejumlah peristiwa terjadi di Jawa Barat (Jabar) hari ini, Kamis (17/7/2025). Mulai dari aktivis demokrasi jadi korban doxing akun media sosial pemerintah hingga peran 13 pelaku sindikat penjual bayi.
Berikut rangkuman Jabar hari ini:
Aktivis demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati diduga menjadi korban serangan digital atau doxing yang melibatkan akun resmi milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/7/2025), Neni menyebut serangan itu terjadi secara masif melalui media sosial dalam dua hari terakhir, 15-16 Juli 2025.
“Saya, Neni Nur Hayati, Aktivis Demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, dalam waktu dua hari ini, tertanggal 15-16 Juli 2025, saya mendapatkan serangan serius melalui akun digital instagram @neni1783 dan akun tiktok @neninurhayati36 yang tidak ada hentinya,” ungkap Neni.
Tak hanya itu, ia mendapat informasi dari sejumlah jurnalis bahwa fotonya muncul di akun Instagram resmi milik Diskominfo Jabar yang berkolaborasi dengan akun lain seperti @jabarprovgoid, @humas_jabar, dan @jabarsaberhoaks dalam unggahan yang membahas isu anggaran belanja media.
Neni menuturkan, awal mula persoalan ini bermula dari unggahannya di TikTok pada 5 Mei 2025. Dalam video tersebut, ia menyampaikan kekhawatiran terhadap praktik penggunaan buzzer yang dianggap dapat mengancam demokrasi.
Aktivis demokrasi diduga jadi korban doxing oleh akun Instagram Diskominfo Jabar.Aktivis demokrasi diduga jadi korban doxing oleh akun Instagram Diskominfo Jabar. (Foto: Tangkapan layar)
Tujuan unggahan itu, kata Neni, adalah semata-mata untuk edukasi publik. Ia juga menegaskan, dalam video tersebut dirinya tidak secara spesifik menyebut nama Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
“Dalam video tersebut, saya sama sekali tidak menyebut Gubernur Jawa Barat secara khusus yakni Kang Dedi Mulyadi. Video tersebut general untuk seluruh kepala daerah yang terpilih pada Pemilihan Serentak 2024,” jelasnya.
“Saya menyadari bahwa memang dalam beberapa video mengkritik kebijakan Kang Dedi Mulyadi, tetapi juga dalam video lain ada pula yang saya apresiasi. Saya kira ini adalah hal yang wajar. Saya tidak melakukan penyerangan secara pribadi, sebab yang saya kritisi adalah kebijakannya,” lanjutnya.
Kemudian pada Rabu, 16 Juli 2025 kemarin, Neni mengaku mendapat informasi bahwa unggahan miliknya disebarkan ulang oleh akun Diskominfo Jabar dengan narasi yang menurutnya menghakimi dan menafsirkan secara sepihak.
“Saya tentu sangat menyayangkan langkah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memposting foto saya tanpa seizin, menafsirkan secara sepihak, menghakimi dan disebarluaskan melalui akun resmi Diskominfo. Alih-alih memberikan ruang untuk kebebasan berpendapat, yang terjadi justru mematikan ruang kebebasan itu dengan tindakan represif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Neni menyebut akan membawa masalah ini ke ranah hukum. Sebab selain di-doxing secara terang-terangan, dirinya juga mengalami pengintaian kegiatan di media sosial hingga peretasan akun.
“Lagi siapkan tim kuasa hukum. Aku juga mengalami peretasan akun. Sekalian aku juga mau melakukan bantahan atas tuduhan yang disampaikan,” tandasnya.
Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar resmi menonaktifkan sementara Direktur RSUD Linggajati, Edy Syarief, menyusul insiden meninggalnya seorang bayi beberapa waktu lalu. Keputusan ini diumumkan langsung di Ruang Linggajati, Pendopo Kuningan, Kamis (17/7/2025).
Didampingi Wakil Bupati, Pj Sekda, Dinas Kesehatan, DPRD, dan organisasi profesi kedokteran, Dian menegaskan penonaktifan ini bertujuan untuk menjaga independensi dan netralitas proses investigasi yang sedang berlangsung.
“Tentunya untuk menjaga independensi netralitas dari Majelis Disiplin Profesi serta kami memberikan ruang seluas-luasnya kepada tim untuk melakukan penyelidikan dan investigasi. Kami telah memutuskan akan menonaktifkan sementara direktur RSUD Linggajati sampai proses investasi selesai,” tutur Dian, Kamis (17/7/2025).
Sebelum langkah penonaktifan, Pemkab Kuningan telah lebih dahulu menindaklanjuti kasus ini dengan melakukan Audit Maternal Perinatal (AMP) internal pada 2 Juli 2025. Audit ini dilakukan sebagai bagian dari evaluasi pelayanan medis terhadap kasus kematian bayi tersebut.
Selanjutnya, pada 16 Juli 2025, Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan telah menggelar pembahasan hasil audit bersama berbagai organisasi profesi terkait, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).
“Dinas Kesehatan atas arahan saya telah melakukan pembahasan hasil audit kematian di Rumah Sakit Umum Linggajati. Karena kita sepakat ini harus ditindaklanjuti secara hati-hati dan transparan,” tutur Dian.
Dian juga menyampaikan Dinas Kesehatan akan menggandeng Majelis Disiplin Profesi untuk melakukan investigasi lebih lanjut, demi mendapatkan penilaian menyeluruh atas kejadian tragis tersebut. Dalam pernyataannya, Bupati Dian menyampaikan duka cita mendalam atas peristiwa yang menimpa keluarga korban.
“Kami menyampaikan permohonan maaf atas kejadian yang membuat masyarakat resah. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat khusus di rumah Linggajati. Kejadian tersebut menjadi pelajaran berharga yang betul-betul harus menjadi cermin bagi kita semua bahwa pelayanan harus ditingkatkan,” pungkas Dian.
Ruang kelas di SMA dan SMK Taman Siswa Bandung kini tak lagi dipenuhi suara tawa dan langkah kaki siswa baru. Sebagian meja kursi tampak tak tersentuh. Tak ada juga suara perkenalan siswa baru di Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Informasi dari pihak yayasan, di ruang kelas SMA, hanya lima kursi yang terisi dari kapasitas lebih dari 30. Sementara di SMK, tak satu pun siswa baru yang hadir.
Padahal, sekolah ini bukan sembarang sekolah. Taman Siswa Bandung dikenal luas sebagai tempat lahirnya atlet-atlet besar Tanah Air seperti Taufik Hidayat, Eka Ramdani, Ferdinand Sinaga, hingga Siti Nurjanah.
Namun tahun ajaran 2025/2026 ini, sekolah legendaris itu menghadapi kenyataan pahit karena pendaftar yang nyaris tak ada. Pihak yayasan menyebut, kondisi ini disebabkan karena kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri.
“Kondisi tahun ini belum memenuhi harapan karena dampak daripada kebijakan Gubernur yang mengizinkan sekolah negeri menerima sampai 50 siswa per rombel,” ujar Anwar Hadja, Ketua Bidang Organisasi dan SDM Yayasan Perguruan Taman Siswa saat ditemui, Kamis (17/7/2025).
Anwar mengungkapkan sebelumnya sempat ada delapan pendaftar untuk jenjang SMA dan lima untuk SMK. Namun menjelang masa MPLS, jumlah itu menyusut drastis.
“Dari 8 orang yang daftar di SMA, 3 orang ditarik ke sekolah negeri. Yang SMK, kelimanya sudah bayar, sudah daftar, tapi juga ditarik ke negeri. Jadi mengalami penyusutan,” kata Anwar.
Saat ini, MPLS pun belum bisa dimulai. Pihak sekolah masih menunggu hingga akhir Juli, berharap akan ada gelombang pendaftar susulan seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun suasana di sekolah tetap mengkhawatirkan.
“Kondisinya mengkhawatirkan. Kita masih berharap agar kebijakan itu dicabut, atau setidaknya dievaluasi dengan memperhitungkan sekolah swasta. Sekolah swasta sudah ada sejak zaman penjajahan, sebelum sekolah negeri ada,” tegas Anwar.
“Jangan dianggap kompetitor, tapi mitra. Harus ada distribusi siswa yang adil, jangan sampai sekolah swasta tutup hanya karena kebijakan yang tidak berpihak,” tambahnya.
Meski siswa baru belum datang, kegiatan belajar untuk kelas XI dan XII masih berjalan. Untuk SMA, tercatat 20 siswa aktif, sedangkan SMK memiliki 15 siswa. Namun minimnya jumlah siswa membuat jam mengajar guru menjadi berkurang.
“Guru-guru yang punya sertifikat masih mengajar, karena juga mengajar di tempat lain. Tapi tetap was-was. Kalau jumlah siswa makin sedikit, jam mengajar juga berkurang. Untuk guru honorer, kalau muridnya habis, ya mereka harus cari tempat lain,” ujar Anwar.
Anwar menjelaskan, masa kejayaan Sekolah Taman Siswa ada di periode 1980 hingga 2010 dimana jumlah siswanya mencapai ribuan dan banyak melahirkan atlet-atlet berbakat.
Namun semuanya berubah saat kebijakan zonasi diterapkan. Jumlah siswa di Sekolah Taman Siswa terus menurun.
“Puncaknya ya sekarang ini. Pukulan telak bagi kami adalah kebijakan terbaru soal rombel itu. Dulu kami berharap setelah pergantian menteri, zonasi jadi domisili itu membawa angin segar. Tapi ternyata malah muncul kebijakan yang makin memberatkan,” ujarnya.
Menghadapi situasi ini, Yayasan Taman Siswa tak tinggal diam. Selain mempertahankan jenjang pendidikan yang ada, mereka berencana membuka jalur pendidikan non-formal seperti sekolah keterampilan atau paket C.
“Kami ingin mengulangi kejayaan Taman Siswa. Kami sadar banyak yang perlu diperbarui secara internal, dan kami akan mulai dari sana,” kata Anwar.
Ia pun menitipkan harapan kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, agar lebih bijak dalam mengambil kebijakan pendidikan. “Pemerintahan harus memperhatikan sekolah swasta, itu harapan kita semua. Sayang kalau sampai tutup, katanya jangan lupakan sejarah. Saya berharap Dedi Mulyadi lebih bijak,” pungkasnya.
Sebanyak 13 pelaku sindikat penjual bayi ke Singapura ditampilkan ke publik dalam konferensi pers yang digelar Ditreskrimum Polda Jabar. 13 pelaku ini memiliki peran masing-masing.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan awal kasus ini bermula dari laporan orang tua bayi yang bertransaksi dengan wanita asal Margahayu, Kabupaten Bandung berinisial AF atau Astri Fitrinika alias Fira. Selain Fira, perempuan berumur 26 tahun itu juga memiliki tiga nama samaran lainnya, yakni Desi, Nur Hasanah, dan Annisa.
“Tersangka AF merupakan perekrut dari jaringan bayi ini menghubungi orang tua yang mengiklankan bayi masih dalam kandungan yaitu Facebook dan sepakat untuk bertemu. Tersangka AF mengatakan akan diadopsi oleh dirinya dan suaminya,” kata Hendra.
Dalam hal ini, AF menanyakan persyaratan yang dimintakan oleh orang tua yang mencari adopter dan harga yang disepakati yakni Rp10 juta. Ketika sudah disepakati AF memberikan ongkos Rp600 ribu ke bidan dan sisanya akan diberikan keesokan harinya sekaligus membawa KTP dan KK. Namun setelah kesepakatan terjalin, AF tak memberikan uang yang dijanjikan, sedangkan bayi sudah di bawa AD dan akhirnya AF dilaporkan ke polisi pada
“Tersangka sudah melakukan tindak pidana sejak tahun 2023, tersangka sudah melakukan perdagangan bayi sebanyak 25 orang, perekrutan dilakukan sejak bayi dalam kandungan dan bayi baru lahir diserahkan tersangka ke penampung,” tuturnya.
Penampungan dalam kasus ini berinisial Mariyana (35) alias M, Yenti (35) alias Y, Yeni (45) alias Y dan Wiwit alias W (DPO). Hendra mengungkapkan keuntungan yang didapatkan sindikat bayi ini Rp10-16 juta dan dibagikan seusai tugasnya.
“Setelah diterima oleh penampung bayi dirawat, oleh pengasuh, pengasuh digaji Rp2,5 juta dan Rp1 juta untuk keperluan bayi, setelah berusia 2-3 bulan sesuai permintaan tersangka L (Lie Siu Lian), penyerahan bayi tergantung tersangka L,” kata Hendra.
Bayi yang sudah dibawa ke Jakarta dipindahkan ke Pontianak oleh Lie Siu Lian untuk dibuatkan dokumen terkait jati diri bayi, akta dan paspor.
“Bayi-bayi tersebut diasuh oleh beberapa pengasuh di bawah kendali S (Siu Ha) dan L. Selain buat akta dan paspor, S memalsukan surat keterangan lahir dan KK, A juga carikan orang tua palsu dan masukan identitas bayi ke KK orang dan dapatkan uang Rp4-6 juta,” ujarnya.
“Kemudian bayi diadopsi secara ilegal di Singapura,” ucap Hendra menambahkan.
Seperti hari-hari biasa, pria inisial AR melakoni rutinitasnya di jalanan Kota Bekasi, Jawa Barat. Dia bekerja sebagai sopir jasa ekspedisi. Sebuah orderan mengantar dua sangkar burung pada Senin 23 Juni 2025 menjadi kisah tragis yang berujung pada kematian lelaki berusia 40 tahun itu.
Awalnya, AR tiba di lokasi pengiriman di kawasan Medan Satria. Namun, penerima barang tak kunjung bisa dihubungi.
Kejanggalan mulai terasa kala telepon dari nomor tak dikenal tiba-tiba masuk, berisi makian yang tak beralasan. AR, yang terkejut dan mungkin merasa harga dirinya terusik, membalas makian tersebut.
“Beberapa saat kemudian, ada nomor lain yang menghubungi korban langsung marah-marah dan memaki-maki korban, korban pun membalas dengan memaki-maki si penelepon,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota Kompol Binsar Hatorangan Sianturi sebagaimana dilansir infoNews (baca selengkapnya di sini) yang dikutip infoJabar, Kamis (17/7/2025).
AR pun memutuskan untuk meninggalkan lokasi. Namun, tak lama berselang, telepon kembali berdering. Kali ini, si penelepon meminta AR untuk kembali mengantar sangkar burung ukuran besar ke lokasi yang sama. Dia menjanjikan imbalan tambahan kepada AR.
Sewaktu tiba kembali ke tempat tersebut, AR tidak disambut oleh penerima barang. Dirinya malah berhadapan dengan empat pria. Jebakan sang pelaku membuat AR terperangkap.
Para pelaku langsung melancarkan serangan brutal. AR dipukuli, ditendang, bahkan diikat di tiang listrik layaknya tontonan. Tubuhnya disundut rokok oleh para pelaku.
“Terlapor yang berjumlah empat orang laki-laki langsung melakukan kekerasan ke korban dan mengikat korban di tiang listrik, lalu korban kembali dipukuli dan ditendangi,” papar Binsar.
Akibat pengeroyokan itu, AR menderita luka memar dan lebam di wajah. Dia juga mengalami luka sundutan rokok di tangan kiri, serta rasa sakit di dada dan perut.
Meski dalam kondisi babak belur, AR pulang ke rumahnya. Kemudian dia membuat laporan polisi pada Selasa 24 Juni.
Setelah itu, AR dibawa ke rumah sakit dan sempat dua kali masuk IGD. Namun, takdir berkata lain. Setelah berjuang menjalani perawatan, AR dinyatakan meninggal dunia pada Selasa 8 Juli 2025.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Polisi bergerak cepat menyikapi kasus pengeroyokan yang berujung maut ini. Penyelidikan intensif pun membuahkan hasil. Pada Rabu, 9 Juli, dua pelaku berinisial MK dan DM berhasil diringkus di daerah Kebon Jeruk.
“Dua pelaku sudah ditangkap di daerah Kebon Jeruk,” kata Binsar.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Sementara itu, dua pelaku lainnya yang terlibat dalam aksi keji ini masih dalam pengejaran polisi.