Di sebuah rumah kontrakan sederhana di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Emalia (55) menata napasnya yang kian berat. Setiap pagi, sebelum matahari meninggi, ia melangkah sendirian menapaki jalan sepanjang tiga hingga empat kilometer menuju pabrik kue di Cikiray.
Perjalanan kaki nyaris satu jam itu ia jalani empat kali sepekan. Upahnya tak seberapa, sekitar Rp50 ribu sehari, namun bagi Emalia, setiap rupiah berarti harapan memulangkan anak bungsunya, Reni (23), yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di China.
“Berangkat jam enam, nyampe jam tujuh. Kerja bungkus kue sampai sore,” ucap Emalia lirih dengan matanya yang redup namun tegas saat ditemui, Jumat (19/9/2025).
Penghasilannya dipakai untuk kebutuhan makan dan bayar kontrakan. Sebagian lagi diam-diam ia sisihkan, meski tipis, untuk biaya pemulangan Reni.
Reni awalnya pamit bekerja di sebuah pabrik di Cikembar. Namun tiga bulan setelah kepergiannya, telepon dari sang anak justru membuat Emalia gelisah.
“Dia bilang, ‘Doain aja Bu, biar saya bisa pulang,'” kenang Emalia.
Kata-kata itu membuatnya curiga. Malam itu ia tak bisa tidur, hingga kemudian kabar mengejutkan datang. Reni ternyata berada di China, bukan Sukabumi.
Emalia mengingat, Reni memang pernah bercita-cita bekerja ke luar negeri, sempat ingin ke Jepang. “Saya sudah larang, kakeknya juga. Tahu-tahu dia udah di sana,” katanya pelan. Kini, setiap info adalah penantian.
Di rumah, Emalia tinggal bersama putra sulungnya yang mengalami keterbatasan mental. Ayah Reni telah lama pergi. Dalam keterbatasan itu, ia menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga.
“Kalau saya nggak kerja, kami nggak bisa makan,” ujarnya.
Langkah Emalia meniti jalanan Cisaat bukan sekadar perjalanan fisik. Setiap tapaknya adalah doa agar pintu rumah itu kembali diketuk Reni. Ia tak pernah mengeluh, meski tubuh renta sering memaksa berhenti. “Mudah-mudahan cepat pulang,” harapnya.
Kuasa hukum keluarga, Rangga Suria Danuningrat, menyebut Reni disekap dan bahkan diminta tebusan Rp200 juta oleh pihak yang menahannya. “Kami sudah lapor ke pihak terkait, termasuk rencana ke BP2MI,” kata Rangga.
Di balik tirai merah muda yang menutupi dinding rumahnya, Emalia duduk bersandar, menahan rindu. Tak ada yang bisa ia lakukan selain bekerja, berdoa, dan menunggu. Dalam setiap langkahnya yang tegar, tersimpan keyakinan bahwa suatu hari Reni akan pulang, bukan sekadar kabar dari seberang, tetapi hadir kembali dalam dekapannya.