Hari Anak Nasional 2025: Jangan Abaikan, Ini 5 Bentuk Pelanggaran Hak Anak baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Hari ini, 23 Juli 2025, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional-momen penting untuk kembali mengingatkan seluruh elemen masyarakat, terutama orang tua, akan pentingnya melindungi hak-hak anak. Meskipun Indonesia telah memiliki payung hukum seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kenyataannya masih banyak anak yang hak-haknya diabaikan, dilanggar, bahkan dirampas, baik karena ketidaktahuan, pola asuh yang keliru, hingga pengabaian secara sistematis.

Dikutip dari laman berkas.dpr.go.id dijelaskan bahwa dalam UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan yang wajib dijaga. Anak memiliki harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia seutuhnya. Sebagai generasi penerus bangsa, anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Sayangnya, berbagai laporan dan pemberitaan justru menunjukkan fakta sebaliknya. Kekerasan terhadap anak, baik di lingkungan rumah tangga, sekolah, maupun masyarakat, terus meningkat. Ironisnya, pelaku kekerasan sering kali adalah orang-orang terdekat-orang tua kandung, guru, paman, atau tetangga.

Anak sangat rentan menjadi korban karena mayoritas pelaku berasal dari lingkaran terdekat. Kriminolog Universitas Indonesia, Romany Sihite, menambahkan bahwa kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga kerap terjadi akibat pola relasi yang timpang dan dominatif antara orang tua dan anak.

Pelanggaran hak anak dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Berikut adalah beberapa perlakuan yang termasuk pelanggaran hak anak dan perlu diwaspadai:

Bentuk paling nyata dan sering terjadi adalah pemukulan, bentakan, penghinaan, hingga perlakuan kasar sebagai pelampiasan emosi. Banyak orang tua yang menganggap hal ini bagian dari “mendisiplinkan anak”, padahal sejatinya ini adalah bentuk kekerasan.

Melibatkan anak dalam pekerjaan berat, menjadi anak jalanan, atau dipaksa mencari uang, adalah pelanggaran terhadap hak anak untuk belajar dan bermain. Tak jarang pendidikan anak terhenti akibat eksploitasi ini.

Anak-anak menjadi korban perdagangan untuk tujuan komersial, baik seksual maupun ekonomi. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Agustinus Sirait menyebut kasus kekerasan terhadap anak terus bertambah. Berdasarkan catatan 2024, angka kekerasan meningkat 34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Merujuk data layanan pengaduan masyarakat melalui program hotline services, pengaduan langsung, surat menyurat cetak maupun pengaduan melalui pesan elektronik sepanjang 2024 hingga bulan Februari 2025, Komnas Perlindungan Anak sudah menerima sebanyak 4.388 kasus pengaduan hak anak. Jumlah ini meningkat 34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Masih banyak anak yang tidak mendapatkan perawatan, makanan bergizi, atau pendidikan layak. Bahkan, kasus pembuangan bayi dan balita bergizi buruk masih sering ditemukan, terutama di daerah miskin.

Anak kerap dijadikan objek semata. Pendapat mereka diabaikan dan dipaksa mengikuti keputusan orang tua, meski bertentangan dengan keinginan dan kebutuhan anak itu sendiri.

Komnas PA mengidentifikasi delapan penyebab utama tingginya angka pelanggaran hak anak:

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Minimnya partisipasi masyarakat dalam mencegah kekerasan terhadap anak.

Rendahnya pemahaman keluarga soal hak-hak anak dan pola asuh yang tepat.

Krisis nilai dan solidaritas sosial di tengah masyarakat.

Kurangnya pengetahuan aparat hukum terhadap aturan perlindungan anak.

Pendekatan pemerintah yang sektoral, tanpa melibatkan banyak pemangku kepentingan.

Koordinasi buruk antar lembaga perlindungan anak dan pemerintah.

Minimnya anggaran daerah untuk program perlindungan anak.

Kurangnya regulasi daerah yang memperkuat sistem perlindungan anak.

Akta kelahiran adalah pengakuan hukum pertama negara terhadap anak. Namun menurut KPAI, masih ada sekitar 50 juta anak Indonesia yang belum memilikinya. Tanpa akta, anak kehilangan akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan perlindungan hukum.

Dari 26,3 juta anak usia sekolah, sekitar 2,5 juta tidak dapat menikmati pendidikan dasar. Banyak di antaranya tinggal di wilayah terpencil atau berasal dari keluarga miskin.

Anak juga menghadapi risiko tinggi terpapar penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS dan kekurangan gizi. Diperkirakan, ada 10 juta anak balita yang mengalami kekurangan gizi, dan 2 juta di antaranya dalam kondisi gizi buruk.

Perlindungan hak anak bukan hanya urusan pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Orang tua sebagai pihak terdekat harus menjadi garda terdepan dalam menjamin hak hidup, tumbuh, berkembang, dan terlindunginya anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Hari Anak Nasional 2025 seharusnya menjadi pengingat kuat: jangan abaikan suara anak, jangan remehkan hak mereka.

5 Bentuk Pelanggaran Hak Anak

1. Kekerasan Fisik dan Psikis

2. Eksploitasi Anak

3. Perdagangan Anak dan Kekerasan Seksual

4. Penelantaran Anak

5. Pemaksaan Kehendak

Mengapa Kekerasan dan Pelanggaran Terus Terjadi?

Tiga Hak Anak yang Paling Sering Dilanggar

1. Hak Sipil dan Identitas

2. Hak atas Pendidikan

3. Hak atas Kesehatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *