China kembali menjadi sorotan publik usai menciptakan tiruan objek wisata ikonik dunia. Kali ini, giliran Gunung Fuji yang dijadikan replika dan memicu perdebatan di kalangan netizen.
Objek wisata tersebut terletak di Universe Fantasi Land, sebuah taman hiburan yang berada di Provinsi Hebei. Melansir infoTravel, di kawasan tersebut, tampak sebuah puncak bukit yang menyerupai Gunung Fuji lengkap dengan latar gedung pencakar langit.
Namun kenyataannya, puncak tersebut bukanlah gunung sungguhan, melainkan hanya sebuah bukit kecil yang bagian atasnya dicat putih guna menyerupai salju. Pemandangan ini kemudian menjadi bahan olok-olok di dunia maya setelah banyak pengunjung mengunggah foto dan video kondisi sebenarnya.
Menurut laporan South China Morning Post, objek wisata ini mematok tarif masuk sebesar 98 yuan atau sekitar Rp 220.000. Dalam materi promosi yang beredar, pengelola menjanjikan suasana bak negeri dongeng, lengkap dengan lanskap pegunungan, danau jernih, padang rumput hijau, kuda putih, hingga pondok kayu unik.
Salah satu video promosi bahkan menunjukkan pemandangan dramatis berupa asap merah muda yang mengepul dari puncak bukit, menyerupai letusan gunung berapi. Namun harapan tak sejalan dengan kenyataan.
Saat tiba di lokasi, pengunjung mendapati puncak bukit kecil dengan lapisan cat putih yang terlihat kasar. Reaksi warganet pun bermunculan, sebagian besar menyampaikan kekecewaan.
“Parodi tingkat rendah,” tulis seorang pengguna media sosial.
“Semua hal di China palsu, karena budaya China sangat bangga dengan kecurangan,” komentar pengguna lainnya.
“Itu jelas merupakan hasil dari pemikiran yang mendalam,” sindir pengguna ketiga dengan nada sarkastik.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
Fenomena pembangunan replika di China sejatinya bukan hal baru. Sebelumnya, Hebei juga sempat menarik perhatian dunia usai membangun tiruan Menara Eiffel, Sphinx Agung Giza, dan bahkan bagian dari Tembok Besar China itu sendiri. Meski menarik minat wisatawan, proyek-proyek tersebut juga kerap menuai kritik karena dianggap mengejar sensasi tanpa autentisitas.
Artikel ini sudah tayang di infoTravel