Jamin (64) dan Juju (62), warga Kelurahan Tunggakjati, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang, menjalani hidup yang getir di gubuk reyot dengan tiga anak disabilitas.
Jamin menceritakan, ia dikaruniai lima anak dari rahim Juju. Anak pertama dan kedua yang merupakan perempuan telah menikah dan dibawa oleh masing-masing suaminya. Sedangkan anak ketiga, keempat, dan kelima yang semuanya disabilitas, hidup bersama Jamin dan Juju.
“Kalau anak 5, perempuan 2 itu anak pertama sama kedua mereka sudah pada menikah dibawa suaminya, di sini anak saya tinggal 3 laki-laki, memang semuanya kurang normal (keterbatasan fisik dan mental),” kata Jamin, saat ditemui infoJabar, di kediamannya, Rabu (2/7/2025).
Jamin menghidupi anak-anaknya dari memulung barang rongsokan. Hasilnya memang tidak seberapa, namun dengan itulah ia membesarkan anaknya hingga dewasa dan menikah. Namun ketiga anaknya menjadi cerita lain bagi Jamin.
“Dari dulu kerjaan cuma mulung, penghasilan ya ada paling dapat Rp20-40 ribu sehari dari jual barang rongsokan, itu pun saya harus jalan kaki jauh untuk memulung,” tuturnya.
Meski penghasilan tak seberapa, Jamin, Juju, dan ketiga anaknya tetap bisa makan walaupun tinggal di gubuk reyot, dinding rumahnya hanya GRC, disangga dengan kayu-kayu lapuk dan atap bocor termakan usia.
“Rumah segini hanya ada satu ruangan kamar, ruang tengah, sekaligus dapur tanpa ubin, bahkan di dalam tak ada kamar mandi. Kita biasa tiap mandi, cuci pakaian, memasak atau buang air, saya ngambil air di rumah tetangga sekitar 50 meter dari sini,” ungkap Karmin, sembari membereskan rongsokan hasil pungutannya.
Anak ketiga Jamin mengalami disabilitas sejak berusia satu tahun, sedangkan anak keempatnya mengalami gangguan pendengaran sejak usia 10 tahun, dan kelima nya memang tuli sejak lahir. Kondisi psikis anak ketiganya normal, namun ia tak dapat berjalan karena kakinya tak bisa berdiri.
“Anak ketiga mah sejak umur 1 tahun jadi cacat nggak bisa berdiri. Mungkin disebabkan efek samping imunisasi polio. Anak keempat mengalami gangguan pendengaran setelah jatuh ketika sedang mengambil air untuk mandi di usia 10 tahun. Kalau anak bungsu (kelima) nggak bisa dengar sejak lahir,” paparnya.
Tak berhenti di situ, kisah getir Jamin, Juju sang istri kini juga mengalami gangguan penglihatan. Penglihatannya memburuk sejak beberapa tahun terakhir, bahkan mulai buta seiring usianya makin menua.
“Kondisi penglihatan istri saya sudah kurang baik, mungkin udah tua juga. Beberapa tahun ini memang melihat kurang jelas, tapi sekarang justru malah tidak bisa melihat. Istri nggak pernah berobat karena hidup kita buat makan juga sulit,” ungkap Jamin.
Jamin mengaku sering kali keluarganya tidak makan, karena ia sakit tidak bisa memulung dan mengumpulkan barang rongsokan untuk dijual, “Ngak makan juga sering, kalau saya sakit sama sekali nggak ada yang usaha, jadinya nggak makan,” ujar dia.
Meski kedua anak perempuannya sudah menikah, mereka tinggal jauh. Kehidupan keluarganya masing-masing pun masih terbatas. Sehingga sulit untuk membantu meringankan beban Jamin.
“Anak menikah dibawa suaminya jauh, kehidupan mereka juga belum terlalu mapan, sehingga sulit untuk bantu kita, bantu adik-adiknya. Meskipun sesekali pernah ngebantu,” kata Jamin.
Kendati demikian, Jamin tak pernah menyerah atas kehidupan yang dialaminya. Akan tetapi, sebagai manusia, ia juga punya batasan kesabaran sehingga beberapa kali melalui tetangga ia mencoba peruntungan melalui bantuan pemerintah, meskipun hingga saat ini belum pernah ia rasakan.
“Iya sebatas bisa bersyukur hidup tetap harus dijalani nggak boleh pasrah, tapi sebagai manusia saya juga ingin dapat bantuan pemerintah seperti yang lain karena sabar juga ada batasan. Tapi sampai sekarang belum sekalipun saya dapat bantuan, meskipun minta tolong pernah diajukan sama tetangga,” keluhnya.
Jamin kini sudah renta tenaganya tak lagi seperkasa dulu. Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah dapat membantunya memperbaiki rumahnya. Sebab jika nanti ia tiada, setidaknya ketiga anaknya bisa tinggal di rumah layak.
“Saya sudah tua, nggak kuat usaha lagi. Saya cuma minta pemerintah perbaiki rumah. Kalau saya dan istri meninggal nanti, setidaknya ketiga anak saya bisa tinggal di rumah yang layak, ada sumurnya, ada kamar mandinya,” pungkasnya.