Langit malam Bogor mendadak gaduh pada Kamis (10/5/2025), pukul 22.16 WIB. Bumi berguncang, warga berhamburan keluar rumah dan dentuman keras terdengar dari berbagai sudut kota.
Gempa tektonik berkekuatan Magnitudo 4,1 mengguncang wilayah itu, menimbulkan kepanikan massal di tengah permukiman yang sudah terlelap.
Namun suara dentuman yang menyertai guncangan itulah yang paling membekas. Banyak yang menyangka itu suara ledakan. Tapi bagi para ahli seismologi, suara itu justru menjadi petunjuk penting.
“Gempa Bogor disertai munculnya suara gemuruh dan dentuman adalah hal wajar. Suara tersebut muncul karena getaran frekuensi tinggi dekat permukaan, sekaligus sebagai bukti bahwa gempa yang terjadi memiliki kedalaman hiposenter sangat dangkal. Semua gempa sangat dangkal disertai dengan suara ledakan, dentuman dan gemuruh,” kata Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam keterangan tertulis yang diterima infoJabar.
Daryono menjelaskan, aktivitas gempa masih berlanjut setelah guncangan utama. Empat gempa susulan tercatat hingga Jumat dini hari. Semuanya berada di bawah Magnitudo 2.
“Terjadi aktivitas gempa susulan sebanyak 4 kali, Pukul 23.12 WIB (Magnitudo 1,9), Pukul 23.14 WIB (Magnitudo 1,7), Pukul 1.04 WIB (Magnitudo 1,6) dan Pukul 1.38 WIB (Magnitudo 1,7),” ungkapnya.
Penyebab utama gempa kali ini adalah Sesar Citarik, sebuah patahan geser yang telah lama membelah Jawa Barat. BMKG mengidentifikasi bahwa titik episenter gempa berada tepat di jalur patahan tersebut.
“Hasil analisis mekanisme sumber gempa oleh BMKG menunjukkan bahwa Gempa Bogor memiliki mekanisme geser (strike-slip). Episenter gempa Bogor terletak pada jalur Sesar Citarik yang memiliki mekanisme geser mengiri,” terang Daryono.
Bukti bahwa gempa tersebut tergolong gempa tektonik juga terlihat dari pencatatan sensor seismik. Alat di stasiun DBJI (Darmaga) dan CBJI (Citeko) menunjukkan gelombang S (Shear) yang kuat, khas gempa akibat pergerakan lempeng.
“Strong shearing is a characteristic of tectonic earthquakes that occur when faults rupture and release energy,” tulis BMKG dalam laporan teknisnya.
Gempa ini dirasakan luas, menjangkau hingga Kota Depok. Skala intensitasnya mencapai III-IV MMI, cukup untuk menyebabkan kerusakan ringan pada bangunan-bangunan warga di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor.
“Pembangkit gempa Bogor diduga kuat adalah Sesar Citarik dengan mekanisme geser mengiri (sinistral strike-slip) sesuai dengan hasil analisis mekanisme sumber gempa oleh BMKG,” pungkas Daryono.
Dikutip dari infoInet, Sesar Citarik merupakan patahan aktif yang membentang dari Pelabuhan Ratu, Bogor, hingga Bekasi. Ia membelah kerak bumi Jawa Barat sejauh sekitar 250 kilometer dan sudah aktif sejak 15 juta tahun lalu, pada periode Miosen Tengah.
Awalnya, Citarik adalah sesar transtensional dua lempeng yang bergerak saling menjauh. Namun sejak sekitar 5 juta tahun lalu, ia berubah menjadi sesar geser kiri atau left-lateral strike-slip, di mana dua sisi lempeng bergeser horizontal ke arah berlawanan.
Menurut Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral yang ditulis Sidarto dari Pusat Survei Geologi, sesar ini terbagi menjadi tiga segmen: selatan, tengah, dan utara. Masing-masing segmen memiliki karakteristik seismik yang berbeda, dan menyimpan potensi gempa yang tidak bisa diabaikan.
Meski tak terlalu sering memicu gempa besar, Sesar Citarik punya rekam jejak panjang. Ia diyakini menjadi pemicu gempa M 7,0 pada 1833, serta gempa-gempa perusak lainnya pada Maret 2020 dan Desember 2023.
Kekhawatiran terbesar datang dari lokasinya yang berdekatan dengan kawasan padat penduduk Bogor, Bekasi, bahkan Jakarta. Apalagi sebagian besar tanah di wilayah utara Jawa Barat memiliki karakteristik tanah lunak yang bisa memperparah efek guncangan.