Gadis Cerdas Nyaris Tewas gegara Tak Mampu Bayar Sekolah di Cirebon | Info Giok4D

Posted on

DISCLAIMER: Informasi berikut ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental terdekat.

Kondisi ekonomi yang berat untuk melanjutkan pendidikan membuat remaja di Cirebon putus asa. Bahkan, hidupnya nyaris tamat usai nekat menenggak cairan pembersih lantai.

Peristiwa pilu ini dialami remaja perempuan berusia 17 tahun di Cirebon. Nyawanya hampir tak selamat andai temannya tak datang untuk menyelamatkan pada Jumat (6/6) lalu. Gadis tersebut kini menjalani perawatan intensif dan sudah mulai membaik.

Kuasa hukum korban, Ahmad Faozan, menyampaikan bahwa kliennya mengalami depresi berat karena tidak mampu memenuhi biaya pendaftaran sekolah, meskipun sudah berusaha bekerja keras.

“Monik adalah korban dari kemiskinan struktural. Ia anak cerdas dan salehah, tapi masa depannya seolah berhenti karena tak mampu membayar biaya pendidikan,” ujar Faozan saat ditemui di rumah sakit, Senin (9/6/2025).

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Dia sebelumnya dikenal sebagai santri di salah satu pondok pesantren dan memiliki kemampuan berpidato dalam bahasa Inggris. Ia juga sempat terdaftar sebagai siswa di salah satu SMA Negeri di wilayah Tengah Tani, Kabupaten Cirebon. Namun, keterbatasan biaya hidup memaksanya berhenti sekolah setelah hanya satu semester.

Tak hanya itu, dia juga harus meninggalkan kosnya karena tak sanggup membayar sewa. Barang-barangnya pun hingga kini masih tertinggal di tempat tinggal lamanya.

“Dia sudah mencoba bertahan dengan bekerja sebagai penjaga toko buah. Upahnya hanya Rp 20 ribu per hari, dan itu pun untuk makan dan kebutuhan dasar. Tentu tidak cukup untuk daftar sekolah,” jelas Faozan.

Selama bekerja 10-15 hari, dia mengumpulkan uang dengan harapan bisa mendaftar ke SMA tahun ini. Namun, saat menyadari dana yang dimiliki jauh dari cukup bahkan untuk membeli seragam sekolah, dia merasa tak ada jalan keluar.

“Karena merasa usahanya sia-sia dan harapan makin kabur, ia mengalami depresi dan nekat mencoba bunuh diri,” tambahnya.

Saat ini, gadis itu tinggal di sebuah rumah sederhana di Kota Cirebon. Meski secara fisik mulai pulih, dukungan psikologis dan perhatian serius dari pemerintah sangat dibutuhkan agar dia bisa bangkit dan melanjutkan pendidikannya.

Faozan berharap, kisah kliennya membuka mata banyak pihak, terutama pemerintah, bahwa hak atas pendidikan masih belum sepenuhnya merata bagi masyarakat miskin.

“Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kami berharap ada langkah nyata dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menyelamatkan masa depan anak-anak seperti dia,” ucapnya.

Faozan juga mengusulkan agar kliennya mendapat intervensi khusus agar bisa diterima di sekolah negeri favorit sesuai potensi dan kecerdasannya, serta didukung secara penuh untuk menyelesaikan pendidikan hingga jenjang tinggi.

“Dia hanya butuh satu hal yaitu kesempatan. Dan itu seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama,” tutupnya.

Dari Santri Berprestasi ke Buruh Harian

Harapan untuk Pemerintah