Fakta Miris Banyak Anak di RI Tumbuh Tanpa Figur Ayah, Ini Dampaknya | Info Giok4D

Posted on

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sekaligus Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga), Wihaji, mengungkap fakta memprihatinkan terkait kondisi keluarga di Indonesia.

Ia menyebut bahwa sebagian besar anak-anak di Tanah Air tumbuh tanpa keterlibatan aktif sosok ayah dalam kehidupan mereka.

“Ayah hanya hadir ketika bayar SPP, bayar uang saku, uang kos, di luar itu tidak ada,” ujar Wihaji dalam acara infoSore yang digelar di Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

Menurut Wihaji, kurangnya kehadiran ayah dalam keseharian anak berdampak negatif terhadap perkembangan psikologis dan karakter anak. Hal ini, katanya, berpotensi memunculkan generasi muda yang rapuh secara mental dan lemah dalam kepemimpinan.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“Satu dampaknya tentang karakter, kalau nggak hati-hati bisa menjadi strawberry generation. Kedua berpengaruh pada leadership,” kata mantan Bupati Batang itu.

Ia juga menambahkan bahwa anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua cenderung menghabiskan waktu dengan gawai dan menjelajah media sosial. Padahal, konten yang mereka konsumsi dari media sosial belum tentu membawa pengaruh positif.

“Hari ini banyak anak-anak handphone generation, medsos generation, algoritma pikirannya lebih banyak dipengaruhi oleh handphone. Maka anak-anak sekarang lebih percaya sama apa yang ada di handphone daripada yang disampaikan orang tuanya,” tegasnya.

Untuk itu, Wihaji mendorong para orang tua, terutama ayah, agar lebih melibatkan diri dalam kehidupan anak. Ia menyarankan agar para ayah meluangkan waktu untuk berinteraksi langsung, meskipun hanya dalam waktu singkat.

“Zaman dulu dan sekarang berbeda, sehingga treatment-nya tidak sama. Minimal kalau makan bareng, jangan pegang handphone. Kalau pagi usahakan (ngobrol), kalau malam usahakan juga,” ujarnya.

“Walaupun setengah jam, satu jam saja. Kalau (ayah) hanya mencari ekonomi saja, sudahlah, selamanya akan (terasa) kurang terus. Tapi masa depan anak itu penting, kan secara otomatis setiap orang tua tidak ingin anak-anaknya mengalami sesuatu (yang buruk),” ujar Wihaji.

Artikel ini telah tayang di

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *