Ewe Deet yang Gurih dan Manis di Kampung Kuta Ciamis

Posted on

Setiap daerah di Jawa Barat memiliki makanan khas tradisional yang unik dan menarik. Bukan hanya dari soal rasa, namun juga memiliki nama unik dan menjurus vulgar.

Seperti di Garut, punya makanan khas bernama burayot yang dalam istilah lain sebutan untuk kelamin pria yang menggantung. Di Ciamis juga punya makanan dengan sebutan vulgar atau porno, yaitu ewe deet. Dalam bahasa Sunda, ewe biasanya digunakan istilah dalam berhubungan badan.

Ewe deet ini memang sudah jarang ditemui, bahkan saat ini banyak yang tidak tahu makanan tradisional tersebut. Akan tetapi, jarang bukan berarti tidak ada. Hasil penelusuran infoJabar, ewe deet memang hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja. Camilan ini biasa dikonsumsi warga yang menjadi perajin gula aren.

Ewe deet terbuat dari daging kelapa yang tidak begitu tua, lalu disiram gura aren. Perpaduan ini menghadirkan rasa manis-gurih, renyah, dan legit.

Sebetulnya, ewe deet tidak hanya makanan tradisional Ciamis, tapi juga dapat ditemukan di beberapa daerah di Priangan Timur lainnya, seperti Tasikmalaya dan Garut.

Di Ciamis, ewe deet sering dikonsumsi warga di Kampung Adat Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, meski saat ini sudah jarang dikonsumsi. Khusus di Kampung Kuta, camilan ini biasanya dimakan perajin gula aren saat sedang membuat gula.

“Memang sejak saya kecil sampai sekarang nama makanannya itu, ewe deet. Kalau cerita dinamai itu seperti itu belum tahu, tapi saya akan coba telusuri,” ujar Didi Sardi (46) Kepala Dusun Kuta, Jumat (26/9/2025).

Didi bercerita, pada masa lalu, jenis makanan tidak banyak seperti era modern sekarang. Jadi masyarakat perajin gula mencoba-coba memadukan kelapa muda dengan disiram oleh nira yang direbus sudah mendekati jadi gula sebelum dicetak. Setelah dicoba, ternyata rasanya enak.

“Rasanya gurih, manis, kelapanya tidak tua, juga tidak terlalu muda, teksturnya nyakrek (renyah),” ucapnya.

Didi menilai, ewe deet bisa menjadi potensi kearifan lokal yang bisa dijual sebagai pendukung pariwisata. Kampung Adat Kuta saat ini kerap dikunjungi wisatawan baik dari akademisi, pelajar, mahasiswa hingga pengunjung umum. Hal ini tentunya sangat baik, apabila ewe deet ini menjadi sebuah sajian khas Kampung Kuta.

“Memang sejauh ini belum, karena memang dibuatnya hanya saat sedang produksi gula aren saja. Tapi ini bisa dijadikan khas, sebagai makanan tradisional, prospek yang baik, nanti akan dicoba bertahap,” jelasnya.

Namun sebelum itu, Didi mengaku akan terlebih dulu mendalami arti atau asal-usul makanan tersebut dinamakan ewe deet.

“Bagaimana awalnya bisa pakai bahasa jorang (vulgar) untuk makanan, nanti akan coba saya telusuri ke sepuh-sepuh yang ada bagaimana asal-muasalnya,” pungkasnya.

Jadi Potensi Makanan Khas Kampung Adat Kuta

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *