Dukungan Hunian di Kawasan Bandung Raya Masih Tertinggal

Posted on

Jika kawasan penyangga Jakarta tumbuh pesat berkat transportasi modern yang terintegrasi, maka cerita berbeda hadir di Bandung Raya. Kota Bandung dan daerah sekitarnya masih bergulat dengan keterbatasan infrastruktur di tengah kebutuhan hunian terus meningkat.

Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Jawa Barat Norman Nurjaman mengungkapkan, perumahan di Bandung Raya belum memiliki dukungan transportasi yang memadai seperti di wilayah Jabodetabek.

Menurut Norman, Jakarta kini bahkan masuk jajaran kota dengan sarana transportasi terbaik di dunia. Sementara itu, Bandung Raya hanya memiliki beberapa titik yang bisa menopang mobilitas masyarakat.

“Misalnya seperti kereta, sekarang tren karena orang macet mereka parkir di Stasiun Cicalengka atau di Padalarang akhirnya mereka naik kereta ke Bandung. Ya cuman sayangnya memang karena Bandung Raya ini berkontur jadi kereta nggak bisa terlalu banyak,” jelas Norman saat diwawancarai di Bandung, Selasa (16/9/2025).

Ia menegaskan, infrastruktur transportasi yang tersedia saat ini baru mendukung daerah tertentu seperti di wilayah timur dan barat. “Hanya Cicalengka, Rancaekek ke timur, kemudian yang ke arah barat di Padalarang,” ucapnya.

Norman mengungkapkan, perkembangan hunian di Bandung Raya cenderung bergerak ke arah timur. Kawasan Rancaekek, Cicalengka, Nagreg, Jatinangor hingga Tanjungsari menjadi destinasi utama, terutama untuk program rumah subsidi atau FLPP.

Sementara perkembangan hunian ke arah barat lebih banyak dilakukan di Kabupaten Bandung Barat, yakni sampai wilayah Citatah. Daerah berkontur lagi-lagi jadi kendala pengembang menyediakan hunian.

“Bandung ini kan memang kebanyakan untuk FLPP ini ke timur saat ini meskipun ke barat juga cukup banyak. Tapi kan barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat ini berkontur, kalau Bandung Barat ini sampai dengan Citatah, biasanya perumahan anggota REI banyakan sampai ke Citatah,” terangnya.

“Kemudian kalau ke timur ini yang banyak daerah Rancaekek, Cicalengka sampai ke Nagreg, Jatinangor, Tanjungsari,” lanjutnya.

Dibanding Jabodetabek, harga rumah di Bandung Raya relatif lebih ramah. Untuk rumah subsidi FLPP, pemerintah menetapkan harga Rp166 juta. Sementara di Bogor, Depok, dan Bekasi, harganya mencapai Rp185 juta.

“Kalau di Jawa Barat di luar Bogor, Depok, Bekasi itu Rp166 juta, semua sama sampai Pangandaran. Cuman memang beberapa daerah yang eksekusi tanahnya lebih murah biasanya diskonnya lebih gede,” jelas Norman.

Norman menyebut, ada dua tantangan besar bagi pengembangan hunian di Bandung Raya, yang pertama, yakni harga tanah yang terus melambung dari tahun ke tahun.

“Harga tanah dari tahun ke tahun kenaikannya cukup signifikan, sementara harga FLPP ini sudah tiga tahun terakhir tetap Rp166 juta sejak 2023 tidak pernah naik,” ungkapnya.

Sementara tantangan kedua, yakni perizinan yang berbelit. Norman menyebut, perizinan jadi masalah klasik yang tak kunjung ditemukan solusinya. Dia berharap persoalan ini bisa segera menemukan solusi.

“Kalau kita short data dari lima komisariat, hampir seragam bahwa perizinan ini paling cepat 1 tahun dari mulai OSS sampai akhir produk akhir PBG. Itu setahun kita benar-benar bayar bunga belum ada uang masuk sama sekali,” kata Norman.

“Ini problem yang harapan kita ke depan bisa dipecahkan,” pungkasnya.

Harga Masih Terjangkau

Dibanding Jabodetabek, harga rumah di Bandung Raya relatif lebih ramah. Untuk rumah subsidi FLPP, pemerintah menetapkan harga Rp166 juta. Sementara di Bogor, Depok, dan Bekasi, harganya mencapai Rp185 juta.

“Kalau di Jawa Barat di luar Bogor, Depok, Bekasi itu Rp166 juta, semua sama sampai Pangandaran. Cuman memang beberapa daerah yang eksekusi tanahnya lebih murah biasanya diskonnya lebih gede,” jelas Norman.

Norman menyebut, ada dua tantangan besar bagi pengembangan hunian di Bandung Raya, yang pertama, yakni harga tanah yang terus melambung dari tahun ke tahun.

“Harga tanah dari tahun ke tahun kenaikannya cukup signifikan, sementara harga FLPP ini sudah tiga tahun terakhir tetap Rp166 juta sejak 2023 tidak pernah naik,” ungkapnya.

Sementara tantangan kedua, yakni perizinan yang berbelit. Norman menyebut, perizinan jadi masalah klasik yang tak kunjung ditemukan solusinya. Dia berharap persoalan ini bisa segera menemukan solusi.

“Kalau kita short data dari lima komisariat, hampir seragam bahwa perizinan ini paling cepat 1 tahun dari mulai OSS sampai akhir produk akhir PBG. Itu setahun kita benar-benar bayar bunga belum ada uang masuk sama sekali,” kata Norman.

“Ini problem yang harapan kita ke depan bisa dipecahkan,” pungkasnya.

Harga Masih Terjangkau