DPRD Jawa Barat kembali menegaskan perannya dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup dan ruang olahraga publik. Kali ini, perhatian tertuju pada kawasan Karst Citatah di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Karst Citatah merupakan wilayah yang bukan hanya melahirkan atlet panjat tebing nasional, tetapi juga menyimpan ekosistem karst yang menjadi penyangga lingkungan regional.
Anggota Komisi V DPRD Jabar Tom Maskun mendorong penerbitan kebijakan tata ruang khusus untuk melindungi kawasan panjat tebing di Desa Wisata Geotheatre Hawu Pabeasan, Kabupaten Bandung Barat itu.
Ia menilai, pemerintah daerah belum memberikan perlindungan ruang yang memadai untuk kawasan yang sejak tahun 1960-an dikelola mandiri oleh masyarakat.
“Tanahnya milik desa, dan sejak awal dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat,” ujar Tom dalam keterangannya, Selasa (18/11/2025).
Menurut Tom, DPRD Jabar melihat perlunya inventarisasi menyeluruh terhadap seluruh lokasi panjat tebing, khususnya di kawasan karst Citatah sebagai dasar penetapan kebijakan jangka panjang. Tanpa aturan ruang yang jelas, risiko kerusakan ekosistem akan semakin besar.
Ia menegaskan, Karst Citatah bukan hanya ruang olahraga, melainkan kawasan strategis yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekologis.
“Karst Citatah bukan sekadar tebing untuk latihan atlet. Ini adalah ekosistem kritis yang berperan dalam menjaga cadangan air dan keseimbangan lingkungan regional. Perlindungan tata ruang harus menjadi prioritas, bukan sekadar respons sementara,” tuturnya.
Kawasan karst di Padalarang menyimpan sejarah geologis jutaan tahun. Dari laut dangkal purba, wilayah ini berubah menjadi bentang batu gamping yang menjulang, membentuk tebing ikonik seperti Citatah 125, yang dijuluki “kawah candradimuka” oleh para atlet panjat tebing Indonesia.
Tom melihat potensi Citatah lebih dari sekadar ruang latihan. Menurutnya, olahraga panjat tebing bisa menjadi daya tarik wisata berkelanjutan jika dikelola dengan prinsip perlindungan lingkungan.
“Kami akan mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten untuk segera menetapkan zonasi khusus di Karst Citatah. Jangan sampai warisan alam yang telah bertahan selama 27 juta tahun hilang karena kebijakan yang tidak berkelanjutan,” katanya.
Sebagai bagian dari fungsi pengawasan DPRD, Tom menekankan bahwa masa depan Citatah harus dibangun melalui kolaborasi antara pemerintah desa, Pemkab Bandung Barat, Pemprov Jabar, dan seluruh pemangku kepentingan.
Ia berharap kawasan ini bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata olahraga dan edukasi yang memberi manfaat ekonomi bagi warga sekitar, sekaligus menjaga nilai ekologisnya.
“Ini bukan hanya soal olahraga. Ini soal pelestarian, pendidikan, dan keadilan sosial. Kita harus menjaga warisan ini untuk generasi mendatang,” tandasnya.
Ia menegaskan, Karst Citatah bukan hanya ruang olahraga, melainkan kawasan strategis yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekologis.
“Karst Citatah bukan sekadar tebing untuk latihan atlet. Ini adalah ekosistem kritis yang berperan dalam menjaga cadangan air dan keseimbangan lingkungan regional. Perlindungan tata ruang harus menjadi prioritas, bukan sekadar respons sementara,” tuturnya.
Kawasan karst di Padalarang menyimpan sejarah geologis jutaan tahun. Dari laut dangkal purba, wilayah ini berubah menjadi bentang batu gamping yang menjulang, membentuk tebing ikonik seperti Citatah 125, yang dijuluki “kawah candradimuka” oleh para atlet panjat tebing Indonesia.
Tom melihat potensi Citatah lebih dari sekadar ruang latihan. Menurutnya, olahraga panjat tebing bisa menjadi daya tarik wisata berkelanjutan jika dikelola dengan prinsip perlindungan lingkungan.
“Kami akan mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten untuk segera menetapkan zonasi khusus di Karst Citatah. Jangan sampai warisan alam yang telah bertahan selama 27 juta tahun hilang karena kebijakan yang tidak berkelanjutan,” katanya.
Sebagai bagian dari fungsi pengawasan DPRD, Tom menekankan bahwa masa depan Citatah harus dibangun melalui kolaborasi antara pemerintah desa, Pemkab Bandung Barat, Pemprov Jabar, dan seluruh pemangku kepentingan.
Ia berharap kawasan ini bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata olahraga dan edukasi yang memberi manfaat ekonomi bagi warga sekitar, sekaligus menjaga nilai ekologisnya.
“Ini bukan hanya soal olahraga. Ini soal pelestarian, pendidikan, dan keadilan sosial. Kita harus menjaga warisan ini untuk generasi mendatang,” tandasnya.







