DPRD Jabar Apresiasi Penurunan Harga Pupuk Subsidi hingga 20 Persen

Posted on

Pemerintah resmi menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 20 persen, mulai berlaku Rabu (20/10/2025). Kebijakan ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat dari Fraksi PPP, Arief Maoshul Affandy menyampaikan, apresiasi tinggi kepada pemerintah atas langkah berani menurunkan harga pupuk bersubsidi.

“Kami di DPRD Jawa Barat menyambut baik dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Presiden Prabowo melalui Kementerian Pertanian atas keputusan berani dan historis untuk menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi hingga 20 persen beberapa hari yang lalu,” ujar Arief, Kamis (23/10/2025).

Menurut Arief, kebijakan tersebut bukan sekadar penyesuaian angka, melainkan bentuk nyata keberpihakan negara terhadap kesejahteraan petani dan penguatan sektor pertanian nasional.

“Langkah strategis ini bukan sekadar penyesuaian angka, tetapi adalah bukti nyata keberpihakan negara dan komitmen serius pemerintah terhadap kesejahteraan petani serta penguatan sektor pertanian nasional,” katanya.

Ia menjelaskan, penurunan harga ini membawa tiga dampak positif utama bagi sektor pertanian. Pertama, meringankan beban biaya produksi petani. Dengan harga pupuk urea turun menjadi Rp1.800 per kilogram dan NPK menjadi Rp1.840 per kilogram, petani dapat menekan biaya tanam sekaligus memperluas lahan produksi.

“Penurunan harga pupuk bersubsidi secara signifikan akan meringankan beban biaya produksi yang selama ini menjadi salah satu keluhan utama petani. Ini diharapkan akan meningkatkan gairah dan motivasi petani untuk memperluas lahan tanam dan mengoptimalkan produksi,” ucapnya.

Kedua, kata Arief, kebijakan ini diharapkan mampu mendorong peningkatan produktivitas dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

“Dengan harga yang lebih murah, petani diharapkan dapat menggunakan pupuk sesuai dosis anjuran sehingga produktivitas pertanian terutama padi dapat meningkat. Peningkatan produksi ini krusial untuk mencapai target swasembada pangan dan memperkuat ketahanan pangan nasional di tengah tantangan global,” ujarnya.

Dampak ketiga adalah reformasi tata kelola industri pupuk yang lebih efisien dan transparan. “Penurunan harga ini dicapai melalui efisiensi besar-besaran dalam rantai pasok dan tata kelola pupuk, bahkan tanpa menambah beban APBN. Ini adalah terobosan yang patut dicontoh,” kata Arief.

Menurutnya, perubahan skema subsidi dari berbasis inefisiensi pabrik menjadi berbasis efisiensi bahan baku akan mendorong BUMN produsen pupuk bekerja lebih efisien dan modern.

Meski menilai kebijakan ini sangat positif, Arief menegaskan DPRD Jabar menyoroti dua aspek penting agar manfaatnya benar-benar dirasakan petani di lapangan.

“Pertama, pengawasan distribusi dan harga harus dilakukan secara ketat. Pemerintah, BUMN pupuk, dan aparat penegak hukum harus memperketat pengawasan mulai dari distributor, penyalur, hingga kios pengecer,” tegasnya.

Ia menambahkan, praktik seperti penimbunan, pengoplosan, atau penjualan di atas HET baru harus diberi sanksi tegas tanpa pandang bulu.

“Sistem digitalisasi seperti Kartu Tani atau sistem penyaluran lain harus dipastikan berjalan lancar dan data penerima (e-RDKK) akurat,” ujarnya.

Aspek kedua, pemerintah perlu memastikan ketersediaan pupuk di lapangan sejalan dengan penurunan harga.

“Pemerintah juga harus memastikan penambahan volume alokasi pupuk bersubsidi di lapangan sesuai kebutuhan petani, khususnya menjelang musim tanam. Harga yang murah tidak akan berguna jika barangnya langka,” tutur Arief.

Ia berharap kebijakan ini menjadi momentum penting untuk membangun sektor pertanian yang lebih kuat dan berdaulat.

“Besar harapan saya, kebijakan ini menjadi momentum untuk membangun kembali sektor pertanian yang lebih kuat dan berdaulat. Komisi II DPRD Provinsi pun akan terus memonitor dan mengawal implementasi kebijakan penurunan harga pupuk bersubsidi ini agar benar-benar menjadi berkah bagi petani Jawa Barat dan mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia,” tutup Arief.

Ia menjelaskan, penurunan harga ini membawa tiga dampak positif utama bagi sektor pertanian. Pertama, meringankan beban biaya produksi petani. Dengan harga pupuk urea turun menjadi Rp1.800 per kilogram dan NPK menjadi Rp1.840 per kilogram, petani dapat menekan biaya tanam sekaligus memperluas lahan produksi.

“Penurunan harga pupuk bersubsidi secara signifikan akan meringankan beban biaya produksi yang selama ini menjadi salah satu keluhan utama petani. Ini diharapkan akan meningkatkan gairah dan motivasi petani untuk memperluas lahan tanam dan mengoptimalkan produksi,” ucapnya.

Kedua, kata Arief, kebijakan ini diharapkan mampu mendorong peningkatan produktivitas dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

“Dengan harga yang lebih murah, petani diharapkan dapat menggunakan pupuk sesuai dosis anjuran sehingga produktivitas pertanian terutama padi dapat meningkat. Peningkatan produksi ini krusial untuk mencapai target swasembada pangan dan memperkuat ketahanan pangan nasional di tengah tantangan global,” ujarnya.

Dampak ketiga adalah reformasi tata kelola industri pupuk yang lebih efisien dan transparan. “Penurunan harga ini dicapai melalui efisiensi besar-besaran dalam rantai pasok dan tata kelola pupuk, bahkan tanpa menambah beban APBN. Ini adalah terobosan yang patut dicontoh,” kata Arief.

Menurutnya, perubahan skema subsidi dari berbasis inefisiensi pabrik menjadi berbasis efisiensi bahan baku akan mendorong BUMN produsen pupuk bekerja lebih efisien dan modern.

Meski menilai kebijakan ini sangat positif, Arief menegaskan DPRD Jabar menyoroti dua aspek penting agar manfaatnya benar-benar dirasakan petani di lapangan.

“Pertama, pengawasan distribusi dan harga harus dilakukan secara ketat. Pemerintah, BUMN pupuk, dan aparat penegak hukum harus memperketat pengawasan mulai dari distributor, penyalur, hingga kios pengecer,” tegasnya.

Ia menambahkan, praktik seperti penimbunan, pengoplosan, atau penjualan di atas HET baru harus diberi sanksi tegas tanpa pandang bulu.

“Sistem digitalisasi seperti Kartu Tani atau sistem penyaluran lain harus dipastikan berjalan lancar dan data penerima (e-RDKK) akurat,” ujarnya.

Aspek kedua, pemerintah perlu memastikan ketersediaan pupuk di lapangan sejalan dengan penurunan harga.

“Pemerintah juga harus memastikan penambahan volume alokasi pupuk bersubsidi di lapangan sesuai kebutuhan petani, khususnya menjelang musim tanam. Harga yang murah tidak akan berguna jika barangnya langka,” tutur Arief.

Ia berharap kebijakan ini menjadi momentum penting untuk membangun sektor pertanian yang lebih kuat dan berdaulat.

“Besar harapan saya, kebijakan ini menjadi momentum untuk membangun kembali sektor pertanian yang lebih kuat dan berdaulat. Komisi II DPRD Provinsi pun akan terus memonitor dan mengawal implementasi kebijakan penurunan harga pupuk bersubsidi ini agar benar-benar menjadi berkah bagi petani Jawa Barat dan mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia,” tutup Arief.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *