Dosen Lupa Hapus Prompt di Bahan Ajar, Mahasiswa Tuntut Rp 131 Juta

Posted on

Seorang dosen di Northeastern University, Massachusetts, Amerika Serikat, menjadi sorotan setelah lupa menghapus prompt dari ChatGPT dalam materi kuliah yang ia buat. Kelalaian tersebut memicu protes dari salah satu mahasiswinya, Ella Stapleton, yang kemudian menuntut pengembalian uang kuliah sebesar USD 8.000 atau sekitar Rp 131 juta (kurs Rp 16,400) kepada pihak kampus.

Stapleton menyebut dosennya sebagai seorang hipokrit. Ia memprotes karena sang dosen melarang mahasiswa menggunakan kecerdasan buatan generatif untuk mengerjakan tugas perkuliahan, tetapi justru menggunakan ChatGPT sendiri untuk menyusun materi dan slide presentasi.

Ia menyadari hal itu setelah menemukan instruksi kepada ChatGPT dalam materi yang dibagikan, salah satunya berbunyi: “expand on all areas. Be more detailed and specific.”

Temuan ini mendorong Stapleton memeriksa ulang materi lainnya. Ia menemukan sejumlah kesalahan khas yang biasa dilakukan oleh teknologi AI generatif, termasuk kesalahan ketik yang mencolok, teks yang terlihat terdistorsi, serta visual yang tidak akurat.

Meskipun permintaan pengembalian dana kuliahnya tidak dikabulkan, laporan Stapleton membuat dosen yang bersangkutan melakukan evaluasi terhadap materinya. Sang dosen mengakui seharusnya ia lebih cermat memeriksa ulang hasil dari ChatGPT sebelum digunakan dalam kelas.

Pihak kampus Northeastern University diketahui masih memperbolehkan penggunaan AI generatif dalam proses belajar-mengajar, namun mewajibkan agar penggunaannya diberi tanda yang jelas dan hasilnya diperiksa kembali untuk menghindari kesalahan atau informasi palsu.

Kasus serupa juga muncul di Southern New Hampshire University. Seorang mahasiswa mengaku menemukan prompt ChatGPT yang tertinggal dalam dua esai yang dibuat oleh dosennya, dan menyimpulkan bahwa esainya tidak diperiksa secara seksama. Namun, salah satu dosen membantah tuduhan tersebut.

Sejak kemunculan ChatGPT oleh OpenAI pada 2022, para pendidik di berbagai jenjang menyampaikan kekhawatiran terhadap dampak negatif teknologi ini.

Beberapa guru mengeluhkan menurunnya kemampuan dasar siswa, seperti membaca teks, karena terlalu mengandalkan teknologi pembaca otomatis. Bahkan ada siswa yang marah ketika diminta menyelesaikan soal secara manual menggunakan alat tulis.

Artikel ini telah tayang di infoINET

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *