Di tengah terik matahari dan lalu-lalang kendaraan di Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, seorang pria lanjut usia tampak mendorong sepeda tuanya yang dipenuhi tumpukan sandal jepit. Dia adalah Bria, usianya 67 tahun.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Meski usia tak lagi muda, semangatnya mencari nafkah tak pernah surut di tengah himpitan ekonomi yang semakin hari semakin terasa sulit.
Setiap pagi, sekitar pukul 09.00, Bria meninggalkan rumah sederhananya di Kelurahan Watubelah. Dengan pakaian sederhana namun rapi, ia mulai menyusuri jalan demi jalan, lorong demi lorong, menawarkan dagangan sandal jepit yang ia jual seharga Rp 15.000 per pasang.
Hingga sore menjelang, sekitar pukul 17.00 WIB, Bria terus berjalan, berharap ada yang membeli barang dagangannya sembari berkeliling mendorong sepeda tua miliknya sebagai teman mencari nafkah.
“Kadang laku satu pasang, kadang bisa sampai lima. Tapi sering juga tidak ada yang beli,” ujar Bria dengan senyum tulus, meski raut letih tak bisa sepenuhnya ia sembunyikan saat berbincang dengan infoJabar, Kamis (29/5/2025).
Ia bercerita sudah dua tahun menjalani profesi sebagai pedagang sandal jepit keliling. Karena sebelumnya, ia bercerita hanya bekerja serabutan, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang sifatnya sementara.
Namun kini, dengan modal seadanya, ia mencoba bertahan dengan berjualan sandal jepit sebagai pekerjaan yang menurutnya lebih pasti meski hasilnya tak menentu.
“Modal sendiri, sedikit-sedikit saya kumpulkan. Daripada nganggur, saya jalan saja jualan sandal,” katanya.
Sepeda tua yang menemaninya bukan hanya alat angkut dagangan, tapi juga saksi bisu perjalanan hidupnya yang keras. Tidak ada keluhan yang keluar dari mulut Bria tentang usia, panas, atau lelah. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana bisa membawa uang pulang untuk kebutuhan sehari-hari.
Bria tidak sekadar berjualan. Ia membawa serta pesan tentang keteguhan hati, kerja keras, dan martabat seorang kepala keluarga yang pantang menyerah pada keadaan. Di saat banyak orang seusianya menikmati masa tua dengan beristirahat, Bria justru memilih untuk tetap berdiri dan berjalan karena baginya, hidup adalah perjuangan yang tidak boleh berhenti.
“Ini ikhtiar saya buat terus memanfaatkan waktu untuk berguna, wajah boleh tua tapi semangat harus muda,” pungkasnya sembari tersenyum.