Deretan Kios Pisang di Trotoar Kalitanjung Cireon Resahkan Pejalan Kaki

Posted on

Di tengah gegap gempita geliat urbanisasi dan modernisasi Kota Cirebon, masih ada potret buram yang luput dari perhatian yakni hak pejalan kaki yang terampas. Salah satu contohnya tampak nyata di sepanjang Jalan Kalitanjung, Kecamatan Harjamukti.

Di sana, trotoar yang sejatinya disediakan untuk keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki kini beralih fungsi menjadi deretan kios dadakan yang menjajakan pisang.

Bukan satu dua pedagang, namun puluhan. Sepanjang puluhan meter, trotoar berubah menjadi pasar mini. Pejalan kaki yang seharusnya aman melintas di atasnya, kini dipaksa berjalan di bahu jalan yang sempit dan rawan tersambar kendaraan.

Sari (27), warga yang setiap hari melintasi jalan tersebut untuk berbelanja kebutuhan warungnya di Pasar Harjamukti, mengaku selalu merasa was-was.

“Susah banget lewat sini, trotoarnya penuh buat jualan. Kita jadi harus jalan di pinggir jalan yang padat kendaraan,” keluhnya, Rabu (25/6/2025).

Dengan wajah cemas, Sari menggambarkan bagaimana dirinya harus ekstra hati-hati, menjaga jarak sempit dari kendaraan yang melintas kencang.

“Kadang hampir keserempet motor. Harus benar-benar waspada, apalagi kalau bawa barang belanjaan banyak,” ujarnya.

Tak hanya Sari, Asnadi (43), warga lainnya yang sudah lama melintas di sekitar Kalitanjung, menyebut kondisi ini bukan hal baru.

“Sudah bertahun-tahun trotoar di sini dipakai jualan. Tapi enggak pernah ada tindakan tegas dari pemerintah. Seolah-olah sudah dianggap wajar,” katanya.

Menurutnya, jika pemerintah tidak segera turun tangan, keselamatan masyarakat akan terus terabaikan.

“Pejalan kaki itu juga pengguna jalan, hak mereka harus dilindungi. Kalau begini terus, sama saja nyuruh orang jalan di tengah bahaya,” tambah Asnadi dengan nada prihatin.

Trotoar bukan sekadar pelengkap estetika kota. Ia adalah simbol peradaban dan kepedulian terhadap hak pejalan kaki. Dalam peraturan perundang-undangan pun, keberadaan trotoar diatur sebagai bagian vital dari infrastruktur jalan. Namun di banyak kota, termasuk Cirebon, trotoar kerap menjadi korban dari ketidakjelasan kebijakan dan lemahnya penegakan aturan.

Fenomena trotoar yang berubah fungsi menjadi tempat berdagang bukan hanya terjadi di Kalitanjung. Banyak sudut kota cirebon lainnya mengalami nasib serupa. Ketiadaan tempat usaha yang memadai, ditambah lemahnya penataan kawasan pasar tradisional, mendorong pedagang kaki lima “menginvasi” ruang-ruang publik, termasuk trotoar.

Di sisi lain, masyarakat pun seperti pasrah. Sebagian menganggap ini sebagai “kebiasaan” yang sulit diubah, meski keselamatan menjadi taruhannya.

Masyarakat berharap Pemerintah Kota Cirebon segera mengambil langkah konkret untuk menata ulang kawasan Kalitanjung, tanpa harus mematikan mata pencaharian pedagang. Penataan yang adil, solutif, dan berpihak pada semua pihak dinilai menjadi jalan tengah.

“Kalau memang mereka butuh tempat dagang, ya sediakan lah area yang layak. Tapi jangan sampai pejalan kaki terus yang jadi korban,” ujar Asnadi.

Trotoar seharusnya menjadi ruang aman bagi siapa saja yang memilih berjalan kaki. Namun di Kalitanjung, trotoar telah hilang bukan karena rusak, tapi karena hak penggunaannya direbut secara perlahan dan dibiarkan terus terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *