Danu, Penjual Gulali di Bandung yang Bertahan di Tengah Zaman baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Suasana Minggu pagi di Jalan Pajajaran, Kota Bandung cukup ramai. Banyak warga yang beraktivitas dari mulai berjalan kaki, lari hinga bersepeda. Lalu lintas di jalan itu juga cukup ramai, terutama kendaraan yang mengarah ke Cimahi.

Di tengah keramaian, seorang pria tua yang duduk di trotoar jalan nampak sibuk. Dia adalah penjual permen gulali tradisional yang dibuat dengan keterampilan tangan.

infoJabar menghampiri penjual permen gulali itu, pria bernama Danu asli Garut dan kini sudah menetap di Jatayu, Bandung itu nampak cekatan saat membuat permen gulali yang dipesan oleh pembeli.

Dia mengambil adonan gula yang sudah dikentalkan di wajan kecilnya. Adonan panas itu langsung diambil dengan menggunakan tangan kosong, setelah itu Danu menaburi adonan itu dengan tepung agar tidak lengket di tangan.

“Bikin ayam mang,” kata seorang anak yang ingin mencicipi permen gulali buatan Danu.

“Siap,” kata pria berumur 60 tahun itu.

Setelah adonan dibentuk menjadi lingkaran, Danu pun memipihkan adonan itu lalu membantuknya dengan bentuk yang diinginkan pembeli yakni bentuk ayam.

Sama seperti aslinya, permen gulali berbentuk ayam itu memiliki kepala, sayap hingga kaki yang ditempel ke sebatang tusuk sate. Menariknya juga, buntut ayam itu bisa ditiup dan bisa berbunyi seperti peluit, hal itu membuat anak senang.

Kepada infoJabar Danu mengatakan di hari biasa dia jualan di sekolah-sekolah, di hari libur dia berkeliling atau mencari keramaian yang ada di Kota Bandung. “Jualan di sekitar Jalan Pajajaran, sehari-hari di SD, Sabtu-Minggu keliling dan cari keramaian,” kata Danu, Minggu (12/10/2025).

Danu mengisahkan, tahun 80-an dia merantau dari Garut ke Bandung. Sebelum berjualan permen gulali dia bekerja di bidang garmen, karena kala itu banyak yang bangkrut akhirnya dia nekat berjualan permen gulali.

“Jualan sejak moneter 1998, bisanya sendiri, otodidak,” ujarnya.

“Dulu jualan dari muali Rp200, Rp250, Rp500 sekarang Rp2.000 kalau di sekolah, Rp5.000 kalau di acara,” ujarnya.

Menurut Danu, pedagang permen gulali tradisional sepertinya memang sudah jarang sekali.

“Sudah jarang, karena susah, enggak semua bisa, harus bisa berimajinasi dan mengikuti zaman, seperti buat Tungtung Sahur, Balerina Cappucino dan lainnya,” ujar ayah empat anak ini.

Danu menyebut, pekerjaan yang dilakoni untuk menafkahi istrinya. Menurutnya keempat anaknya sudah dewasa dan sudah tidak ada lagi yang sekolah.

Disinggung terkait penghasilan sebagai penjual permen gulali, Danu menyebut beragam, tergantung ramainya pembeli.

“Tergantung, alhamdullilah, Rp150-200 ribu kalau di sekolah, kalau ramai di acara Rp500-800 ribu, kadang juga dipanggil restoran atau acara,” ujarnya.

Danu menambahkan, memang modal membuat permen ini tiak seberapa, tapi keterampilannya dan inovasinya yang berharga.

“Bahan baku hanya satu kilo setengah gula ditambah pearna makanan, bahan memang sedikit, tapi kan keterampilannya,” ujarnya.

Menurut Danu, dia bertahan berjualan permen gulali, karena tak memiliki keahlian lain, terlebih usianya sudah tak muda lagi. Tak hanya itu, pengerjaan yang dilakukannya ini bisa menyekolahkan anak dan menafkahi sang istri.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.