Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Ancaman Sesar Lembang di depan mata. Wilayah Bandung Raya dihadapkan pada potensi bencana gempa bumi hingga magnitudo 6,5 bahkan 7 jika sesar sepanjang 29 kilometer itu ‘mengamuk’.
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, hingga Kota Cimahi ada di dalam zona merah Sesar Lembang. Tentu tak semua wilayahnya terancam, ada beberapa kecamatan yang tentunya punya risiko tinggi terdampak paling parah.
Pakar dan peneliti semua satu suara, minta masyarakat dan pemerintah fokus meningkatkan kewaspadaan dan mitigasi. Hal itu penting dilakukan demi meminimalisir jatuhnya korban jiwa saat gempa terjadi sewaktu-waktu.
Di hadapan ancaman gempa bermagnitudo besar itu, ternyata Pemerintah Kota Cimahi belum sepenuhnya siap. Masih banyak pekerjaan rumah yang mesti disiapkan sebagai upaya meminimalisir dampak Sesar Lembang.
“Problem di Cimahi sebagai kota yang memiliki potensi bencana cukup besar, salah satunya Sesar Lembang, tapi dari sisi mitigasi masih kurang,” kata Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira saat ditemui, Rabu (27/8/2025).
Adhit mencontohkan belum adanya sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS). Kota Cimahi belum dilengkapi dengan EWS yang berperan menginformasikan kejadian secara cepat. Dalam konteks gempa, alat itu akan menangkap getaran.
“Contohnya EWS itu kita belum punya. EWS ini di tahun 2026 kita targetkan 1 kelurahan 1 EWS,” kata Adhitia.
Kemudian dari sisi kesiapan lain menghadapi bencana Sesar Lembang, sarana dan prasarana penunjang lain di luar sosialisasi juga memang belum disiapkan secara optimal.
“Mungkin Insyaallah di 2026 akan kita mulai melengkapi semua sarpras kebencanaan. Mulai dari rambu penunjuk arah evakuasi, marka titik kumpul, kami prioritaskan,” ujar Adhitia.
Sebagai kota yang padat penduduk dan punya banyak gedung kategori objek vital, konstruksi bangunan yang sudah berdiri puluhan bahkan ratusan tahun itu belum memenuhi standar bangunan tahan gempa.
“Kita ingat 1 bulan lalu ada kejadian rumah ambruk, 2 lansia korbannya. Itu bencana non alam, setelah dianalisa ternyata penyebabnya itu akibat struktur bangunan,” kata Adhitia.
“Kami akui, bangunan di Cimahi terkhusus pemukiman itu belum lah sesuai standar bangunan tahan gempa,” imbuhnya.
Tak banyak yang bisa dilakukan selain dengan terus mengedukasi penghuninya soal bagaimana menyelamatkan diri ketika gempa terjadi sementara mereka ada di dalam rumah atau gedung.
“Tapi nanti di tahun 2026 juga, sudah dituangkan di dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), bangunan termasuk hunian di Cimahi akan kami atur supaya sesuai standar. Aturan itu turunan dari dokumen RTRW dan RDTR, tapi kalau di RTBL itu memang lebih spesifik sampai ke teknis konstruksinya,” ucap Adhitia.
Belum siapnya sarana dan prasarana pendukung bukan berarti pihaknya tidak siap menghadapi potensi bencana Sesar Lembang. Terlebih Sesar Lembang sudah lama dikaji dan menjadi isu berulang sejak 20 tahun belakangan.
“Waktu itu sempat diinfokan dari BMKG ke kita penyebab gempa justru bukan Sesar Lembang, diindikasikan ada sesar baru yang belum teridentifikasi dan masih diteliti. Hanya kemudian terjadi gempa di Bekasi, akhirnya ada rilis lain dari BMKG bahwa itu merupakan subduksi dari Sesar Baribis yang bersinggungan dengan Sesar Lembang,” kata Adhitia.
“Ini harus diantisipasi, kita Insyaallah meningkatkan mitigasi terkait ini. Simulasi nanti lebih diutamakan buat masyarakat, langsung di lokasi padat penduduk. Kita akan intensif adakan di September ini, simulasi di beberapa titik,” tambahnya.