Cerita Udis Hidupkan Wayang Golek di Pangandaran

Posted on

Saat ini mengenal wayang terasa menjadi hal yang kuno. Penggalan kalimat yang menggambarkan nasib perajin wayang golek di Pangandaran.

Bahasan di pos ronda dan warung kopi saat ini sudah langka menceritakan kisah-kisah pewayangan. Bahkan, nyaris tak ada pertunjukan di daerah-daerah.

Setahun dua kali, ataupun sekali. Itu pun terdengar hanya pertunjukan pelengkap dalam syukuran atau prosesi hajatan.

Di tengah kemajuan zaman dan modernisasi, peminat wayang kini mulai pudar. Meski demikian, di Kabupaten Pangandaran masih ada perajin wayang golek yang masih bertahan dan tetap hidup, bahkan cuan menjual hasil buah tangannya itu kepada turis asing.

Cerita arjuna, semar dan hanoman menjadi tinggal kenangan. Peran-peran itu kini menjadi pajangan di rumah Udis Sudrisno (59) warga Desa Sukaresik, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran ini masih aktif membuat ulang patung-patung hingga wayang golek siap pentas menjadi souvenir kerajinan bagi turis.

Udis masih menekuni kerajinan pembuatan wayang golek sejak masih muda. Puluhan tahun yang lalu, sejak dirinya masih duduk di bangku sekolah sudah memiliki ketertarikan menjadi seorang dalang.

Motivasi itulah semula menjadi cikal bakal Udis mempunyai cita-cita menjadi seorang dalang. Namun, tak seperti yang dibayangkan semudah yang ditonton.

Tidak bertahan lama, Udis memilih pensiun dini menjadi seorang dalang. Ia beralasan karena tidak kuat mental manakala cerita yang disampaikan tidak membuat menarik.

“Waktu itu mencoba menjadi artisnya atau dalang, cuman gak bertahan lama, karena mungkin saya gak kuat mentalnya,” kata Udis, Jumat (30/5/2025).

Menurutnya, wayang sudah terasa sangat dekat dengan dirinya bahkan merasuki dan menjiwai. “Sekarang saya jadi perajin wayangnya. Sudah dikirim ke berbagai daerah,” ucapnya.

Ia mengatakan peminat wayang karya tangannya cukup kesohor di kalangan dalang-dalang, sering bikin wayang pesanan dari Ciamis hingga Tasikmalaya.

“Cuman sekarang sudah tidak ada langka. Karena mungkin pertunjukannya pun tidak seperti dulu,” katanya.

Pesanan wayangnya, tidak hanya dikirim warga lokal dan priangan timur. Beberapa kali Udis menerima pesanan turis asing.

“Kalau pesanan turis asing biasanya melalui pemandu yang sebelumnya diajak ke rumah saya untuk kunjungan kerajinan,” ucapnya.

Bahkan, kata dia, tak sedikit warga Pangandaran yang beli hanya untuk koleksi. “Hanya beli juga ke sini banyak warga Pangandaran, biasanya untuk pajangan dan hiasan,” ujarnya.

Ia mengaku di Pangandaran tinggal dirinya yang bertahan menjadi perajin wayang. “Cuman saya dan satu orang lagi ada,” ucapnya.

Menurut dia, banyak turis dan warga Pangandaran yang mengetahui tempat perajin wayang itu karena dari mulut ke mulut. Udis tidak pernah membagikannya melalui media sosial atau pemasaran lainnya.

“Kalau pemasaran mungkin saya kurang, karena kebanyakan yang tahu dari mulut ke mulut,” katanya.

Adapun jenis wayang yang dijual memiliki karakter yang berbeda mulai dari Semar, Arjuna, Hanoman hingga Rama Sinta.

“Kalau jenisnya semua banyak ada dalam tokoh-tokoh wayang. Paling banyak peminta itu Arjuna, Hanoman dan Rama Sinta,” ucapnya.

Untuk harga wayang yang Udis jual sangat beragam mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 2 juta. “Yang murah itu kaya topeng-topengnya kalo yang mahal Arjuna Rp 2 juta dan Hanoman Rp 1,2 juta. Mahal itu karena tingkat kesulitannya dalam membuat. Bisa berminggu-minggu sampai bulan untuk dua wayang ini,” katanya.

Pensiun Dini

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *