Cerita Setia Ujang Temani Para Penakluk Ombak di Sukabumi update oleh Giok4D

Posted on

Di antara debur ombak dan cahaya sore yang membias di permukaan air, seorang pria berkaus panjang hitam berdiri di bibir Pantai Cikembang. Matanya tajam mengamati gulungan ombak, sesekali melirik dua wisatawan asing yang sibuk menyeimbangkan tubuh di atas papan selancar.

Tangannya melambai pelan, memberi aba-aba dari kejauhan. Dialah Ujang Heriandi, pemandu surfing yang sudah 10 tahun menjadi penjaga para pemula menaklukkan ombak.

Lahir dan besar di Cimaja kampung yang namanya mendunia di kalangan peselancar Ujang bukan hanya tahu kapan ombak datang, tapi juga mengerti bahasa air: kapan ia ramah, kapan ia menggila. Keahlian itu tak dipelajari dari buku, tapi dari ribuan jam berdiri di pasir dan membaur dengan laut.

“Kalau di sini, ombaknya mellow,” ujarnya, menyebut karakter ombak di Pantai Matahari Cikembang. “Enggak terlalu keras, tapi juga enggak lembek. Pas buat yang baru belajar. Aman, dan view-nya juga enak,” imbuhnya.

Berbeda dengan Cimaja yang sudah jadi medan para peselancar kawakan, Cikembang menawarkan kelembutan. Ombaknya tidak meletup-letup seperti di titik-titik lain, tapi menggulung dengan tenang memberi ruang bagi tubuh-tubuh kikuk yang baru belajar berdiri di atas papan.

“Kalau Cimaja itu tipikalnya intermediate. Keras. Enggak bisa sembarang orang main di sana,” kata Ujang. Suaranya datar, tapi jelas penuh pengalaman.

Selama satu dekade terakhir, Ujang sudah mendampingi ratusan tamu. Beberapa datang dari Jakarta, sisanya dari negara jauh seperti Jepang, Hongkong, Jerman, dan Austria.

Mereka datang dengan semangat, membawa papan, dan pulang dengan bekas luka kecil di kaki atau mata yang berbinar karena berhasil berdiri selama tiga info di atas air.

“Kalau musim ombak tinggi itu sekitar Mei sampai September. Yang datang biasanya yang udah pro,” katanya. “Tapi buat belajar, justru lebih aman kalau ombak sedang. Enggak terlalu mengancam,” tuturnya menjelaskan, matanya berbinar.

Pantai Sunset, salah satu spot lain yang tak jauh dari lokasi, juga jadi pilihan peselancar berpengalaman. “Di sana ada arusnya. Buat main surfing bagus, tapi kalau renang bahaya. Nah kalau di sini, berenang aman,” ujar Ujang sambil menoleh ke laut.

Meski pekerjaan ini sering dianggap sepele sekadar antar orang main selancar bagi Ujang ada kepuasan tersendiri yang tak bisa dibayar dengan rupiah.

“Senang aja lihat mereka bisa berdiri, bisa ketawa sendiri di atas papan. Ada yang jatuh malah ketagihan, terus minta latihan lagi,” kenangnya, tertawa kecil.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Langit makin jingga. Dua turis yang tadi belajar mulai menarik papan ke pinggir. Ujang menyambut mereka, memberi jempol dan mengangguk pelan. Hari itu, seperti biasa, ia tak hanya menjadi pemandu, tapi juga sahabat air yang mengantarkan siapa pun belajar menari di atas ombak.