Cerita di Balik GenRe Sukabumi demi Mencegah Pernikahan Dini

Posted on

Upaya mencegah pernikahan dini di Kabupaten Sukabumi dilakukan melalui pendekatan pendidikan sebaya. Melalui program Generasi Berencana (GenRe) dan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), remaja diberi ruang untuk membahas kesehatan reproduksi, perencanaan masa depan, hingga kesiapan berkeluarga tanpa tekanan atau stigma.

Dalam keterangan tertulis DPPKB Kabupaten Sukabumi, Kepala DPPKB Eka Nandang Nugraha menegaskan bahwa program ini dirancang agar edukasi berjalan lebih alami di lingkungan remaja.

“Program GenRe kami jalankan untuk memberikan edukasi kesehatan reproduksi, perencanaan masa depan, dan pencegahan pernikahan dini. Pendekatannya menggunakan konseling sebaya melalui PIK-R di sekolah, komunitas, dan Kampung KB,” ujar Eka dalam jawaban tertulisnya.

Pendekatan ini menempatkan remaja sebagai penggerak informasi. Mereka dipersiapkan menjadi peer educator untuk saling menguatkan dan mendampingi teman sebaya yang belum siap membuat keputusan besar dalam hidup.

“Remaja dibekali menjadi peer educator agar mereka bisa saling berbagi informasi secara setara. Kami bekerja sama dengan sekolah, tokoh agama, dan orang tua untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang remaja,” tulis Eka dalam keterangan yang sama.

Pernikahan dini masih menjadi isu sensitif di sejumlah wilayah, terutama di daerah dengan tekanan sosial dan ekonomi tinggi. Edukasi sebaya ini dinilai lebih mudah diterima karena remaja cenderung lebih terbuka ketika berbicara dengan sesama remaja dibandingkan dengan orang dewasa.

Selain menyentuh aspek kesehatan reproduksi, program ini juga berkaitan dengan upaya penurunan stunting. Kehamilan di usia terlalu muda meningkatkan risiko kelahiran bayi dengan berat badan rendah dan gangguan perkembangan.

“Karena itu, penundaan usia pernikahan dianggap sebagai langkah hulu dalam membangun keluarga sehat,” tutur Eka.

Eka juga menyebut bahwa keberlanjutan program GenRe dan PIK-R akan diperkuat lewat kolaborasi lintas sektor, terutama sekolah, puskesmas, dan pemerintahan desa.

“Edukasi yang dilakukan dari tingkat remaja diharapkan mampu mengubah pola pikir tentang pernikahan bukan sebagai kewajiban sosial, tetapi sebagai keputusan hidup yang harus direncanakan matang,” pungkasnya.