Mimpi buruk warga Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, seolah tak berujung. Setelah setahun hidup dalam ketidakpastian menanti relokasi, kondisi permukiman yang sempat dijuluki ‘Kampung Mati’ itu kembali mencekam.
Pergerakan tanah susulan yang disertai banjir memperparah kerusakan belasan rumah warga yang sebelumnya sudah mengalami keretakan.
Kepada infoJabar, Ketua Posko Bencana Kampung Gempol, Hasyim, melaporkan bahwa insiden terbaru ini terjadi tak lama setelah waktu Isya, menyusul hujan deras yang mengguyur kawasan tersebut selama beberapa jam.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
“Ini tambah parah dari kejadian sebelumnya. Yang biasanya hanya retak, sekarang kondisinya tambah rusak berat,” ungkap Hasyim.
Berdasarkan data sementara, setidaknya ada 15 rumah yang mengalami kerusakan tambahan cukup signifikan yang dikategorikan rusak berat. Beberapa nama warga yang rumahnya terdampak parah antara lain Teteng, Andi, Soleh, Wa’a, hingga pemilik ‘rumah miring’ Bu Yeni.
Nama Bu Yeni sebelumnya sempat menjadi sorotan karena terpaksa bertahan hidup di rumah miring dan harus keluar-masuk melalui jendela karena pintu rumahnya tak lagi bisa dibuka. Kini, kondisi rumahnya dilaporkan semakin memprihatinkan.
Hasyim menepis anggapan bahwa kerusakan ini akibat akumulasi hujan dua hari. Menurutnya, pergerakan tanah kali ini berlangsung cepat hanya dalam hitungan jam pasca hujan lebat semalam.
Situasi makin pelik karena air banjir ikut masuk merendam bagian dalam rumah-rumah yang sudah miring. Akibat kondisi tersebut, krisis tempat tinggal bagi warga di zona merah ini kian genting.
Warga yang ketakutan terpaksa mengungsi ke rumah kerabat atau tetangga yang dirasa lebih aman, meski harus berdesak-desakan.
“Malam tadi, satu rumah bisa ditempati oleh dua sampai empat keluarga. Mereka ketakutan karena rumah mereka bergerak dan air masuk ke dalam,” jelas Hasyim dengan nada prihatin.
Kejadian tadi malam menambah daftar panjang penderitaan warga Kampung Gempol. Sebelumnya, warga sempat membentangkan spanduk protes bertuliskan “Kapan Kami Direlokasi, Apa Nunggu Ada yang Mati Dulu?” sebagai bentuk kekecewaan atas janji relokasi yang terbengkalai selama satu tahun.
Ratusan warga yang sempat mengungsi pascabencana tahun lalu, perlahan kembali ke rumah mereka di zona merah karena kehabisan biaya untuk mengontrak dan tidak adanya kepastian lahan relokasi dari pemerintah daerah.
