Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung Radea Respati turut memberikan catatan soal program Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang mengirim siswa nakal ke barat militer. Radea mengatakan, Indonesia merupakan negara hukum yang seharusnya bisa menjadi landasan utama dalam menyelesaikan masalah dan menjalankan pemerintahan.
Dalam keterangannya, Radea mengatakan, berdasarkan hukum, sanksi merupakan tindakan paksaan yang dikenakan kepada individu yang telah melakukan pelanggaran. Hukuman itu seharusnya, kata dia, hanya dijatuhkan jika seseorang sudah dinyatakan sah melakukan kesalahan.
“Sanksi yang diberikan terhadap anak-anak yang diduga melakukan beragam kenakalan mulai dari kebiasaan bermain games, melawan orang tua, tawuran, melakukan kekerasan dan sebagainya dengan memasukan mereka ke barak militer dirasa tidak adil dan tidak sesuai dengan kaidah hukum,” katanya, Sabtu (10/5/2025).
Menurut Radea, saat ini, anak-anak bermasalah yang disekolahkan ke barak militer hanya ditunjuk pemerintah berdasarkan beragam dugaan kesalahan dan persetujuan orang tuanya. Padahal, kata dia, anak merupakan subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban untuk mendapat perlindungan.
“Anak adalah subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban untuk dilindungi hukum, dilindungi dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Realita di lapangan banyak membuktikan bahwa anak-anak yang bermasalah bermula dari kondisi keluarga yang bermasalah sehingga membentuk karakter negatif pada anak tersebut dan menimbulkan masalah pada lingkungan sekitarnya,” tuturnya.
“Tidak jarang justru penyebab utama dari perilaku negatif anak disebabkan oleh kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak itu sendiri, apa yang menjadi penyebab atas perilaku negatif anak seharusnya digali terlebih dulu secara mendalam oleh pemerintah dengan melibatkan para ahli sebelum memberikan solusi jangka panjang yang paling tepat, bukan hanya solusi “Jalan Pintas” yang belum terukur hasilnya,” katanya menambahkan.
Radea pun berpandangan, dalam menentukan apa hingga siapa yang bersalah dan bagaimana penindakannya, seharusnya ada dasar aturan dan mekanisme yang jelas. Hukum sendiri kata dia, harus diterapkan secara konsisten, adil dan tanpa diskriminasi.
“Untuk mewujudkan keadilan, anak yang diduga berkonflik dengan hukum sebagai pelaku dengan anak yang diduga berhadapan dengan hukum sebagai korban, saksi, pelapor, tentu akan berbeda dalam penanganannya. Anak yang melakukan kenakalan yang tidak dikategorikan tindak pidana tentu tidak boleh mendapatkan penindakan yang sama dengan anak yang melakukan tindak pidana,” ucapnya.
“Pihak yang berwenang melakukan penindakan juga harus memiliki kapasitas dan profesionalitas yang berkaitan dengan anak, dalam hal ini TNI bukan merupakan lembaga yang berwenang karena tidak memiliki kapasitas dalam bidang ini. Kebijakan Pemerintah dalam masalah ini tidak boleh jauh dari prinsip-prinsip peradilan anak untuk menjamin hak dan kewajiban anak sebagai subjek hukum,” bebernya.
Selain itu, hak anak di Indonesia jika dinyatakan terbukti melakukan suatu tindak kejahatan dilindungi oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Salah satu penyelesaiannya, ada upaya diversi wajib dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi dan profesionalitas dengan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
“Langkah memasukkan anak ke Barak Militer karena dugaan kenakalan tentu akan menciptakan stigma negatif di lingkungannya yang akan memunculkan trauma lainnya pada anak tersebut, sehingga akan memicu kembali perilaku negatif setelahnya,” papar Radea.
“Negara harus dapat memastikan anak memperoleh hak dan kewajibannya sebagai subjek hukum dengan melibatkan para ahli dan profesional terkait, termasuk melindungi anak dari berbagai ancaman dan gangguan baik internal maupun eksternal yang akan berdampak buruk pada anak.”
“Sistem Peradilan Pidana Anak seharusnya menjadi acuan dalam menangani permasalahan kenakalan anak di Indonesia, karena merupakan instrumen yang dapat menjamin hak dan kewajiban anak sebagai subjek hukum di Negara Indonesia yang merupakan negara hukum. Kita pastikan bahwa anak-anak tidak takut pada satu orang hanya karena program barak militer, tapi lebih didorong untuk faham dan sadar resiko hukum atas setiap tindakan yang dilakukan,” pungkasnya.Sistem Peradilan Pidana Anak seharusnya menjadi acuan dalam menangani permasalahan kenakalan anak di Indonesia, karena merupakan instrumen yang dapat menjamin hak dan kewajiban anak sebagai subjek hukum di Negara Indonesia yang merupakan negara hukum. Kita pastikan bahwa anak-anak tidak takut pada satu orang hanya karena program barak militer, tapi lebih didorong untuk faham dan sadar resiko hukum atas setiap tindakan yang dilakukan.