Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja di Kabupaten Sukabumi melakukan unjuk rasa untuk mengawal jalannya Rapat Dewan Pengupahan Kabupaten yang membahas UMK 2026. Mereka mendesak agar kenaikan UMK tahun depan mendekati angka kebutuhan hidup layak (KHL) Jawa Barat.
Aksi unjuk rasa tersebut melibatkan buruh dari TSK SPSI, Serikat Pekerja Nasional (SPN), Kikes, GSBI, RTMM, hingga serikat pekerja sektor air minum dalam kemasan (AMDK) AQUA. Para buruh menilai penetapan UMK harus mengacu pada KHL Jawa Barat yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp4.100.000.
Ketua DPC SPN Kabupaten Sukabumi, Budi Mulyadi, mengatakan, kehadiran massa buruh bertujuan memastikan proses pembahasan UMK berjalan sesuai dengan regulasi dan berpihak pada kesejahteraan pekerja.
“Kami hari ini mengawal jalannya Rapat Dewan Pengupahan. KHL Jawa Barat sudah ditetapkan Rp4.100.000 dan itu menjadi acuan kami dalam menyampaikan tuntutan,” kata Budi kepada infoJabar di Kantor Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, Senin (22/12/2025) sore.
Menurut Budi, dengan menggunakan formula pengupahan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025, termasuk variabel alfa di rentang 0,5 hingga 0,9, kemampuan perusahaan di Kabupaten Sukabumi masih memungkinkan untuk mengakomodasi kenaikan UMK.
“Kami yakin pemerintah sudah menghitung variabel alfa itu sesuai kemampuan perusahaan. Bahkan dengan alfa 0,9 pun, perusahaan masih bisa menjalankan UMK untuk 2026,” ujarnya.
Ia menjelaskan, jika kenaikan UMK ditetapkan sebesar 8,77 persen dari UMK 2025 yang berada di angka Rp3.604.483, maka kenaikan yang diterima buruh mencapai Rp316.113. Dengan perhitungan tersebut, UMK Kabupaten Sukabumi 2026 diusulkan berada di angka Rp3.920.596.
“Kalau dihitung, total yang akan diterima para buruh sekitar Rp3.920.596. Angka itu sudah mendekati KHL yang ditetapkan kementerian terkait,” jelasnya.
Budi menegaskan, pengawalan akan terus dilakukan hingga rapat menghasilkan kesepakatan. Jika dalam pembahasan terjadi kebuntuan, pihak buruh siap menempuh langkah lanjutan dengan mendatangi Bupati Sukabumi.
“Kalau di rapat ini terjadi deadlock, kami akan bergerak ke Bupati. Bupati memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi kepada Gubernur. Bahkan kami siap menuntut agar rekomendasi itu sesuai harapan buruh,” tegasnya.
Sementara itu, hingga rapat berlangsung, belum ada kesepakatan final antara unsur pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Masing-masing pihak masih menyampaikan usulan terkait besaran UMK 2026.
“Untuk kesepakatan belum ada karena rapat masih berlangsung. Kita tunggu hasil akhirnya,” pungkas Budi.








