Buku Humanoid Communication 2.0, Pentingnya Empati dalam Komunikasi Digital | Info Giok4D

Posted on

Di tengah makin masifnya penggunaan chatbot, CS bot, dan aplikasi digital dalam layanan pelanggan atau customer service perusahaan, rasa empati pun dinilai semakin ditinggalkan. Demi efisiensi sistem, kenyamanan dan kepercayaan pelanggan menjadi taruhan.

Dr. Husnita, praktisi industri telekomunikasi sekaligus akademisi ilmu komunikasi, menyoroti praktik penggunaan sistem berbasis teknologi AI seperti chatbot di berbagai perusahaan, yang kerap tidak solutif terhadap permasalahan pelanggan. Bila dibiarkan, ia mengatakan, hal ini bisa berujung pada hilangnya pelanggan.

“Orang tuh ternyata enggak bisa lepas dari yang namanya humanoid, seperti chatbot atau aplikasi. Tapi saya lihat pelaku bisnis itu sudah mulai semena-mena. Banyak aplikasi yang malah bikin pelanggan jadi frustrasi karena merasa tidak dipedulikan,” ungkapnya pada infoJabar belum lama ini.

Ia mencontohkan praktik-praktik layanan customer service yang sulit menjawab panggilan pelanggan, atau chatbot yang tidak bisa menjawab keluhan dan pertanyaan pelanggan hingga membuat perusahaan kehilangan transaksi.

“Ketika ada masukan pun, pasti jawabannya karena sistem kami sudah seperti ini. Rasa empati dari perusahaan itu kecil. Masalah customer service sering tidak memanusiakan manusia,” ujar Husnita.

Padahal, ia mengatakan, rasa empati dalam komunikasi terhadap pelanggan adalah hal krusial yang harus dipertahankan untuk menjaga kepercayaan. Oleh karenanya, Husnita dan rekan-rekannya menuangkan gagasan dan pemikiran tersebut ke dalam buku keduanya berjudul “Humanoid Communication 2.0: Mengoptimalkan AI untuk Empati dan Pengalaman Pelanggan” yang diluncurkan Jumat (18/7/2025) di Bandung.

Dalam buku setebal 125 halaman ini, Husnita menggarisbawahi bahwa empati, keaslian, dan kepercayaan tetap harus menjadi fondasi utama dalam komunikasi, meski dilakukan lewat mesin. Alih-alih hanya mengandalkan algoritma, perusahaan perlu mengembangkan sistem yang mampu membaca kebutuhan emosional pelanggan.

Di buku ini, ia menawarkan pendekatan komunikasi digital yang mengintegrasikan penggunaan AI dengan manusia. Sehingga, sistem tidak hanya cerdas secara sistem, tapi juga hangat secara emosional.

“Humanoid Communication atau yang mengoptimalkan AI untuk berempati terhadap pengalaman pelanggan itu penting. Supaya pelaku bisnis bisa memikirkan lagi cara-cara yang lebih manusiawi dalam melayani pelanggannya,” ungkapnya.

Buku ini merupakan kelanjutan dari edisi pertamanya yang rilis pada September 2019, sebelum Covid-19 melanda. Setelah pandemi mengekskalasi penggunaan teknologi komunikasi secara masif di seluruh dunia, Husnita pun kembali mendalami gagasannya.

Ia menggandeng dua akademisi dari Universitas Komputer Indonesia (Unikom), yakni Fakhrian Fadlia Adiwijaya dan Maya Hermawati yang memperkaya pandangannya dari sisi teknologi serta sistem informasi.

“Dua tim kami ini pakarnya, dan mereka anak muda juga. Imajinasi mereka nyambung dengan saya,” ucapnya.

Sementara itu, Rektor Telkom University, Prof. Dr. Suyanto, yang turut hadir dalam acara peluncuran, menyebut buku ini sebagai bacaan penting di tengah era AI yang serba otomatis.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

“Yang menarik dari buku ini adalah bagaimana humanoid communication secara tegas menyatakan bahwa manusia tetap lebih kreatif dan lebih humanis dibanding mesin. Mesin bisa unggul dalam akurasi dan kapasitas, tapi kreativitas dan unsur kemanusiaan tidak mungkin dilampaui karena mesin tidak punya kesadaran,” paparnya.

Suyanto menjelaskan, kolaborasi antara AI dan manusia sangat penting dalam konteks manajemen hubungan pelanggan yang kini dituntut untuk serba cepat. Sehingga, layanan tidak hanya mengutamakan efisiensi, namun juga memerhatikan empati.

“Human dengan algoritma ini harus bersatu. Perusahaan harus bisa merespon jutaan pelanggan dalam hitungan miliinfo, tapi tetap akurat dan personal. Karena setiap pelanggan itu gaya komunikasinya beda. Dan itu bisa dipersonalisasi dengan konsep Humanoid Communication 2.0 yang ada di buku ini,” jelas Suyanto.

Ia juga menegaskan bahwa manusia harus tetap menjadi pusat dalam desain sistem komunikasi. Karena, hanya manusia yang punya kapasitas untuk memahami nuansa, emosi, dan konteks budaya dengan benar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *