Dari kejauhan, bau menyengat menyeruak menusuk hidung. Asalnya tak lain dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Purbahayu, Kabupaten Pangandaran. Tak sedikit warga yang mengeluh, karena bau tak sedap itu bisa tercium hingga radius 1 kilometer dari lokasi pembuangan.
TPAS Purbahayu hingga kini masih mengandalkan sistem open dumping, yaitu metode pembuangan sampah secara terbuka tanpa proses pemilahan maupun pengolahan. Praktik ini tak hanya mengganggu kenyamanan masyarakat, namun juga berdampak serius terhadap lingkungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Pangandaran, Dedi Surachman, mengakui bahwa daerahnya termasuk salah satu dari 343 TPA di Indonesia yang terkena sanksi administrasi akibat masih menerapkan sistem tersebut.
“Ketat karena masih menjalankan sistem open dumping. Dalam sanksi tersebut terdapat sejumlah poin yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, dan saat ini sedang berprogres,” ujar Dedi, Selasa (5/8/2025).
Salah satu poin yang ditekankan adalah perubahan sistem pengelolaan dari open dumping menjadi sanitary landfill, yaitu metode yang lebih modern dan ramah lingkungan.
Dedi mengatakan bahwa pihaknya telah memulai tahapan penting menuju perbaikan sistem tersebut. Mulai dari pembahasan anggaran, pembuatan dokumen perencanaan seperti DED (Detail Engineering Design), FS (Feasibility Study), hingga dokumen lingkungan seperti UKL-UPL telah masuk ke dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) Dinas Pekerjaan Umum.
Selain pembangunan sistem baru, langkah sementara yang direncanakan adalah cut and fill, yaitu memindahkan tumpukan sampah lama ke lahan kosong dalam kawasan TPA. Lokasi baru itu akan disiapkan sebagai area sanitary landfill masa depan.
“Masih ada lahan yang kosong dari luas total TPA. Kita akan bangun sarana di situ, dan lahan yang sebelumnya akan difungsikan ulang dengan sistem sanitary landfill,” jelas Dedi.
Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Pangandaran, mulai dari Sekretaris Daerah hingga Bupati, memberi perhatian besar terhadap transformasi TPAS Purbahayu. Tidak hanya fokus pada hilir, DLHK juga menaruh perhatian serius pada pengelolaan sampah di hulu.
Ke depan, pengurangan volume sampah yang masuk ke TPA akan diupayakan melalui edukasi masyarakat, termasuk penguatan sistem pemilahan dan pengolahan sampah dari rumah tangga melalui TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle), Bank Sampah Unit (BSU), maupun Bank Sampah Induk.
“Masyarakat harus paham pentingnya memilah sampah sejak dari rumah. Sampah organik bisa masuk ke bank sampah, sedangkan nonorganik bisa dibakar dengan incinerator atau ditangani di TPA,” pungkas Dedi.
Transformasi ini diharapkan tidak hanya memperbaiki kondisi lingkungan, tetapi juga mengembalikan kenyamanan dan kesehatan masyarakat sekitar TPAS Purbahayu.