Alarm bencana di Jawa Barat kembali berbunyi keras. Cuaca ekstrem sejak awal November membawa rangkaian bencana seperti banjir, tanah longsor. Karena itu, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Iwan Suryawan menodong pemerintah melakukan audit soal pengawasan tata ruang.
Politisi PKS itu menegaskan bahwa peristiwa banjir dan longsor yang terjadi di berbagai daerah, termasuk di Sumatra harus menjadi peringatan keras bagi Jawa Barat.
“Banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra harus jadi pelajaran untuk Jawa Barat, potensi bencana sekecil apa pun saat ini jangan kita abaikan sejak dini,” ujar Iwan, Jumat (5/12/2025).
Iwan menyoroti fakta yang menurutnya tak bisa lagi ditutupi yaitu rusaknya kawasan hulu dan hilangnya daya dukung alam Jawa Barat. Menurutnya, cuaca bukan lagi alasan atas rentetan bencana yang terjadi.
“Kita tidak bisa lagi menyalahkan cuaca. Pemicu utama adalah hilangnya daya dukung alam. Isu mengenai 80 persen hutan Jawa Barat yang rusak bukan lagi sekadar wacana, melainkan fakta yang secara nyata terekam dalam data bencana kita,” tegasnya.
Di sisi lain, ia memberikan apresiasi terhadap langkah Gubernur Dedi Mulyadi yang menyiapkan Rp20 miliar dana Siaga Darurat Bencana dan mulai mendorong program pemulihan lingkungan secara besar-besaran, termasuk reboisasi dengan melibatkan warga.
“Kami mendukung total kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang menekankan pada aspek pencegahan dan rehabilitasi lingkungan. Langkah seperti reboisasi berbasis insentif adalah terobosan yang cerdas, karena ia tidak hanya memulihkan hutan, tetapi juga memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar,” kata Iwan.
Menurutnya, pendekatan Dedi melalui penataan sungai, penguatan kawasan konservasi, hingga kebijakan berbasis kearifan lokal Sunda, sudah berada di jalur tepat: dari respons jangka pendek menuju mitigasi struktural jangka panjang.
Meski memberi dukungan, Iwan Suryawan tidak menutup mata terhadap hambatan besar yang mengadang yaitu praktik perizinan yang semrawut dan sering kali menyimpang.
“Dukungan pada kebijakan konservasi harus seiring dengan ketegasan menindak pelanggaran tata ruang. Kita perlu audit total terhadap izin-izin yang dikeluarkan di kawasan resapan, seperti Kawasan Bandung Utara (KBU) dan Puncak. Percuma kita tanam pohon, jika di hulu masih terus dibangun vila ilegal,” tegasnya.
Ia mendesak pemerintah provinsi membentuk tim permanen lintas sektor untuk mengawasi ketat pembangunan yang menabrak RTRW, bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan agar penindakan memiliki kekuatan hukum yang jelas.
Tidak hanya soal lingkungan, Iwan juga mengingatkan dampak ekonomi yang langsung dirasakan masyarakat. Data BPS Jabar 2025 menunjukkan cuaca ekstrem telah memicu kenaikan harga bahan pokok akibat terganggunya distribusi dan kerusakan lahan pertanian.
“Gangguan distribusi, kerusakan lahan pertanian, dan terputusnya akses jalan akibat longsor dan banjir, sebagaimana yang terekam BPS Jabar, secara langsung memengaruhi stabilitas harga. Bencana ini bukan hanya masalah sosial, tetapi juga ancaman serius terhadap stabilitas ekonomi makro,” jelasnya.
Iwan memastikan DPRD Jabar siap mengawal kebijakan dan anggaran mitigasi bencana dalam APBD 2026, terutama terkait reboisasi, penguatan infrastruktur konservasi, serta edukasi kebencanaan.
“Jawa Barat harus bangkit, tetapi kebangkitan itu harus dimulai dari memulihkan martabat alamnya yang telah rusak,” tutupnya.







