Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tidak hanya dikenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, tetapi juga menyimpan jejak sejarah keislaman yang masih lestari hingga kini. Salah satu peninggalan penting yang menjadi saksi sejarah tersebut adalah Situs Bale Kabuyutan di Desa Ciledug Wetan, Kecamatan Ciledug, Cirebon.
Terletak di ujung timur Provinsi Jawa Barat, Bale Kabuyutan merupakan situs bersejarah berbentuk seperti ranjang yang terbuat dari kayu jati. Dengan ukuran sekitar 5 meter x 3 meter dan dilengkapi kelambu putih, tempat ini kerap diselimuti aroma khas kemenyan yang menguatkan suasana spiritual di dalamnya.
Menurut sejarawan Cirebon Opan Safari saat diwawancara infocom pada 2017 silam mengatakan, situs ini dibangun pada sekitar tahun 1447 atas perintah Mbah Kuwu Sangkan alias Pangeran Cakrabuana yang tak lain adalah paman dari Sunan Gunung Jati. “Dibangunnya balai itu dengan tujuan agar ketika Mbah Kuwu ke daerah situ bisa beristirahat di bale, kadang dijadikan juga sebagai tempat penerimaan para pejabat di zaman itu,” ujar Opan saat dihubungi infoTravel, Rabu (26/9/2017).
Seiring waktu, Bale Kabuyutan tidak hanya berfungsi sebagai tempat singgah, tetapi juga menjadi lokasi penting untuk pengucapan dua kalimat syahadat dan pusat pendidikan agama Islam. “Tapi, setelah Mbah Kuwu wafat banyak orang yang murtad kembali. Memang awalnya untuk dijadikan tempat mengucap dua kalimat syahadat. Sayang banyak yang musyrik, ada yang Islam tapi hatinya tak Islam,” ungkap Opan.
Namun sayangnya, fungsi spiritual situs ini sempat mengalami pergeseran. Dalam beberapa tahun terakhir, tempat yang awalnya sakral tersebut dijadikan sebagai lokasi pengambilan sumpah bagi para pelaku kejahatan.
“Terakhir yang saya tahu situs ini malah beralih fungsi, sekarang dijadikan tempat sumpah semacam sumpah pocong. Yang mencuri disumpah di situ, atau yang selingkuh,” tambah Opan.
Perubahan arah penggunaan situs ini sempat menuai keprihatinan dari para tokoh setempat, termasuk Mudarah, juru kunci Bale Kabuyutan. Ia menegaskan bahwa situs ini seharusnya difungsikan untuk hal-hal yang bersifat religius, bukan praktik-praktik yang menyimpang dari ajaran Islam.
“Yang seharusnya untuk orang masuk Islam, malah dijadikan sumpah bagi orang yang berselingkuh, mencuri, atau penipuan. Ini kan salah,” ujar Mudarah saat ditemui di Kampung Kebon Awi, Ciledug Wetan, Cirebon.
Sejak diberi mandat sebagai penjaga situs, Mudarah mulai menertibkan penggunaan situs tersebut. Ia melarang segala bentuk praktik yang dianggap menyimpang, termasuk sumpah terkait tindakan kriminal.
“Sekarang kita ubah, sumpahnya untuk insaf. Sesuai dengan fungsinya dulu. Kalau yang ziarah juga banyak, apalagi kalau malam Jumat. Alhamdulillah, sudah tiga tahunan Bale Kabuyutan tidak dijadikan tempat sumpah-sumpahan yang melenceng itu,” katanya.
Kini, Bale Kabuyutan kembali pada fungsi utamanya sebagai tempat spiritual dan ziarah. Setiap malam Jumat, situs ini ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah yang ingin mengenang perjuangan para leluhur dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Artikel ini telah terbit di .