Berwisata tentu menjadi hal yang menyenangkan bagi mayoritas orang. Tapi kondisi berbeda akan dialami oleh para penyandang disabilitas, mereka butuh upaya lebih untuk bisa menikmati perjalanan wisatanya layaknya orang normal.
Penyandang tunarungu misalnya, mereka menghadapi tantangan untuk bisa merasakan atmosfer destinasi wisata dan berkomunikasi. Atas kondisi itu, komunitas pegiat sosial Metamorfrosa Tasikmalaya merancang sebuah strategi untuk menyiasati kendala itu, termasuk menciptakan wisata yang inklusif di Tasikmalaya.
Sekedar diketahui, Metamorfrosa Tasikmalaya adalah komunitas yang fokus pada pengembangan sosial anak-anak dan remaja penyandang tunarungu atau teman tuli. Salah satu aksi nyatanya adalah memberdayakan para tunarungu untuk menjadi pemandu wisata. Sehingga wisatawan disabilitas bisa terbantu, kemudian pemandu wisata tunarungu pun bisa memetik manfaat atau mendapatkan penghasilan.
“Ini bentuk kepedulian terhadap teman tuli agar bisa menyalurkan ide dan gagasan mereka. Kami ingin mendorong mereka untuk bisa mandiri, berkarya, dan bahkan menghasilkan pendapatan dari kegiatan wisata di Tasikmalaya,” ujar Ayu Aura didampingi Nabila Azzahra, pengurus Metamorfrosa, Senin (5/5/2025).
Dengan diberdayakan teman tuli menjadi pemandu wisata bagi wisatawan tunarungu, diharapkan mereka bisa mandiri secara ekonomi sekaligus berkontribusi aktif dalam memperkenalkan budaya dan pariwisata lokal.
“Dengan begini teman tuli punya panggung untuk tampil dan menghidupkan pariwisata Tasikmalaya dari perspektif berbeda. Ini tentang inklusi sejati,” Nabila menimpali.
Untuk mewujudkan harapan itu, Metamorfrosa telah menggelar penjajakan dengan sebuah perusahaan pariwisata. “Akhir pekan kemarin kita sudah diskusi dengan salah satu pelaku usaha bidang pariwisata, Katara Tour. Kita sepakat menciptakan model pelatihan, di mana teman tuli bisa menjadi tour guide budaya mengenalkan ragam seni, tradisi, dan kekayaan alam Kota Tasikmalaya kepada para wisatawan, baik yang normal mau pun disabilitas,” kata Ayu.
Founder Katara Tour, Ervan Kurniawan menyatakan dukungannya kepada Metamorfrosa. Ia menilai konsep ini bisa menjadi proyek percontohan nasional dalam membangun pariwisata inklusif.
“Kota Tasikmalaya punya kekayaan budaya yang sangat kuat. Jika dikemas dengan working tour berdurasi 2-3 jam yang melibatkan teman tuli, ini akan sangat unik. Bisa jadi satu-satunya di Indonesia yang benar-benar inklusif,” ujar Ervan.
Dalam pertemuan itu, Ervan menjelaskan pihaknya mengajarkan bagaimana cara menyusun paket wisata yang mengandung tiga komponen penting, yakni edukasi, kesenangan dan nilai. Baik peserta dari kalangan teman dengar mau pun teman tuli diajak memahami pentingnya pendekatan wisata yang tidak hanya menyenangkan, tapi juga bermakna dan mendidik.
Langkah ini menurut dia menjadi dukungan nyata terhadap program inklusi sosial yang diusung oleh pemerintah kota dan provinsi. “Dengan semakin banyaknya wisatawan berkebutuhan khusus yang berkunjung ke Tasikmalaya, penting bagi daerah ini untuk menyediakan layanan yang ramah disabilitas, terutama bagi penyandang tuna rungu,” kata Ervan.