Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberlakukan kebijakan penghentian operasional sementara atau peliburan angkutan kota (angkot) selama dua hari, yaitu pada 31 Desember 2025 dan 1 Januari 2026. Langkah ini diambil sebagai upaya mengurangi kepadatan lalu lintas di Kota Bandung pada momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan rencana peliburan angkot ini disertai dengan pemberian kompensasi kepada para sopir. Angkot diminta tidak beroperasi sementara demi memberi ruang lebih longgar bagi arus kendaraan dan mengurangi titik kemacetan saat libur tahun baru.
Namun, di lapangan, kebijakan ini belum sepenuhnya diterima secara utuh oleh para sopir angkot. Sejumlah sopir mengaku masih kebingungan, terutama terkait kejelasan mekanisme pencairan bantuan yang dijanjikan.
Niptah (45), sopir angkot trayek Cijerah-Ciwastra mengaku ia dan rekan sopir lainnya belum menerima informasi jelas mengenai pencairan bantuan. Ia hanya mengetahui kebijakan peliburan ini melalui media sosial.
“Nah, itu yang lagi dipertanyakan sama sopir-sopir sekarang lagi memanas di jalur daerah Buahbatu,” katanya.
Niptah juga menjelaskan sopir angkot sebenarnya sudah siap dan setuju untuk mengikuti kebijakan tersebut. Namun, belum adanya kejelasan terkait pencairan bantuan membuat ia dan sopir lainnya kebingungan.
“Katanya libur tanggal 31 sama 1, tapi ada info uangnya baru cair tanggal 3 atau 4. Itu yang bikin bingung, kan keluarga juga harus tetap makan tanggal segitu,” ujarnya.
Ia mengatakan pendapatan mengoperasikan angkot dan dana bantuan yang diberikan tidak jauh berbeda.
“Ya, alhamdulillah sih, kalau pendapat kan sama aja sebenarnya satu harinya juga gitu, tambah-tambah buat istirahat aja lah daripada sekarang harus jalan lagi lebih baik dapat bantuan itu sopir bisa istirahat bisa kumpul sama keluarga,” katanya.
Keluarga sopir juga mendukung kebijakan ini karena bisa menjadi momen bagi keluarga untuk berkumpul, sekaligus membawa dampak positif bagi ketertiban lalu lintas di Kota Bandung.
Kebingungan tak hanya dirasakan oleh sopir, tetapi juga keluarga mereka. Ane, istri dari Niptah, mengaku sempat khawatir saat pertama kali mendengar kabar peliburan angkot.
“Awalnya bingung, penghasilannya dari mana. Tapi setelah dengar katanya ada uang ganti dua hari itu, ya alhamdulillah. Suami bisa istirahat, tenaganya juga nggak capek,” ucapnya.
Berbeda kondisi dengan Niptah, Ujang (60) mengatakan di jalur Cicaheum-Ledeng, pihak koperasi (Kobanter) telah memberikan informasi awal terkait pencairan bantuan. Ia menyebut bahwa di jalurnya, pembagian rekening untuk pencairan dana akan dilakukan mulai hari ini, 30 Desember 2025.
“Kalau di jalur saya sih sudah dikasih tahu. Katanya hari ini bakal dibagiin rekeningnya, nanti uangnya bisa diambil sendiri,” kata Ujang.
Meskipun informasi belum menyebar secara merata dan menimbulkan kebingungan, pemberlakuan libur angkot selama dua hari ini disambut baik oleh sebagian sopir, keluarga, dan penumpang. Ujang mengaku tidak keberatan dengan kebijakan ini selama bantuan benar-benar diterima.
“Saya malah senang. Daripada susah nyari penumpang, disuruh berhenti tapi dikasih uang, ya alhamdulillah,” katanya.
Di sisi lain, pengguna jasa angkot seperti Riecka (22) merasa campur aduk. Sebagai mahasiswa yang sehari-hari bergantung pada angkot untuk kuliah dan bekerja, ia mengaku cukup terdampak.
“Sedikit susah sih, bingung kayak ‘duh enggak ada angkot’,” katanya.
Meski begitu, Riecka menilai kebijakan ini mampu membantu mengurangi kemacetan. Ia menyebut aktivitas angkot yang sering berhenti di pinggir jalan kerap memperparah kepadatan lalu lintas.
“Kalau lihat kondisi sekarang, banyak orang dari luar kota datang ke Bandung. Jadi menurut aku kebijakan ini cukup efektif buat ngurangin macet,” ujarnya.
Riecka berharap kebijakan ini tidak terlalu sering diterapkan dan hanya diberlakukan pada momen tertentu, seperti libur panjang, agar tetap efektif mengurangi kemacetan tanpa berdampak besar terhadap aktivitas penumpang maupun ekonomi para sopir angkot.







