Analisis BMKG soal Longsor Maut di Tambang Gunung Kuda Cirebon

Posted on

Insiden maut terjadi di area tambang batu alam Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Sebanyak 13 orang tewas dan 9 lainnya luka-luka akibat peristiwa pada Jumat (30/5/2025) sekitar pukul 10.00 WIB tersebut.

Badan Geologi kemudian memberikan respons atas insiden maut ini. Dalam analisis sementara, Badan Geologi mengatakan bahwa lokasi tambang terletak pada zona kerentanan gerakan tanah yang tinggi.

“Sebagai Informasi awal bahwa Lokasi (-6.76998, 108.40061) tambang galian C Gunung Kuda terletak pada peta zona kerentanan gerakan tanah tinggi yang tinggi adalah wilayah yang mempunyai proporsi probabilitas kejadian gerakan tanah lebih besar dari 50 % dari total populasi kejadian. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi merupakan wilayah yang sering mengalami kejadian gerakan tanah,” kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid dalam keterangannya.

Area tambang pun kini sudah ditutup setelah insiden maut tersebut. Pemprov Jabar bahkan telah mencabut izin tambang itu meskipun masih berlaku hingga Oktober 2025 mendatang.

Menurut Wafid, pergerakan tanah disebabkan curah hujan yang tinggi atau kejadian gempa bumi. Selain itu, kemiringan lereng juga ikut mempengaruhi apalagi jika ditambah ada material timbunan seperti di tambang batu alam Gunung Kuda ini.

“Gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak akibat curah hujan tinggi dan/atau gempabumi. Pada umumnya kisaran kemiringan lereng dari terjal (17 s.d. 36 derajat) sampai curam (> 36 derajat), tergantung pada kondisi geologi setempat dan lereng yang dibentuk oleh bahan timbunan,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas ESDM Jabar Bambang Tirto Mulyono menyatakan bahwa insiden tersebut disebabkan oleh kesalahan metode penambangan yang dilakukan oleh pihak pengelola tambang. Peringatan sudah berkali-kali disampaikan oleh pihak ESDM, bahkan tindakan preventif telah dilakukan oleh aparat kepolisian.

“Kami sudah berulang kali memperingatkan pihak tambang, bahkan sudah dengan nada keras. Polresta Cirebon juga telah memasang garis polisi di lokasi sejak Februari karena metode penambangan yang dilakukan tidak sesuai standar keselamatan. Seharusnya penambangan dilakukan dari atas, bukan dari bawah,” tegas Bambang saat ditemui di lokasi kejadian.

Sebagai langkah lanjutan, mulai sore ini, lokasi penambangan resmi ditutup sementara. Gubernur Jawa Barat dijadwalkan malam hari ini akan meninjau lokasi sekaligus melakukan penutupan permanen. Selain itu, izin operasional tambang tersebut juga telah dicabut meskipun sejatinya baru akan berakhir pada November 2025.

Sementara itu, Kapolresta Cirebon, Kombes Sumarni, mengungkapkan bahwa hingga saat ini proses evakuasi masih berlangsung. “Kami telah menemukan sepuluh korban meninggal dunia, sementara 12 orang lainnya mengalami luka-luka. Dua di antaranya telah diperbolehkan pulang. Namun, kami menduga masih ada delapan orang lain yang tertimbun material longsoran,” ujarnya.

Saat ini, pemilik tambang tengah dimintai keterangan untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Polisi juga membuka kemungkinan adanya pelanggaran pidana terkait kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa dan kerusakan lingkungan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *