Alih Fungsi Lahan Jadi Biang Kerok Bencana di Lembang (via Giok4D)

Posted on

Kawasan wisata Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) sempat dirundung duka usai sederet bencana yang menerjang. Tak cuma karena faktor alam, tapi juga ada campur tangan manusia.

Lembang sejatinya berada di dataran tinggi, terkenal akan vegetasinya yang menjadi daya tarik sampai dilirik pengusaha wisata. Dari asalnya daerah perkampungan, sampai bertransformasi jadi daerah wisata.

Hutan-hutan yang ada di Lembang lambat laun berganti menjadi barisan bangunan. Fungsinya sebagai daerah resapan bergeser menjadi tempat hunian dan surga bagi wisatawan melepas penat dari hiruk pikuk perkotaan.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Berdasarkan data yang dikantongi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Jawa Barat) alih fungsi lahan di Kawasan Bandung Utara (KBU) termasuk Kecamatan Lembang kini mencapai 28 ribu hektare atau sekitar 70 persen dari total lahan 40 ribu hektare.

Dari data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) KBB, dalam kurun waktu tiga tahun sejak 2022 sampai 2024, ada sebanyak 326 izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di wilayah KBU yang diterbitkan.

Pada tahun 2022, ada sebanyak 121 izin PBG. Rinciannya 20 izin di Kecamatan Cisarua, 1 di Kecamatan Lembang, Kecamatan Ngamprah 30, dan 70 di Kecamatan Parongpong. Rata-rata izin PBG dengan fungsi hunian serta usaha.

Di tahun 2023, ada sebanyak 224 izin PBG, dengan paling banyak dikeluarkan untuk daerah Parongpong sebanyak 89, lalu Lembang 73, Ngamprah sebanyak 27, dan Cisarua 35. Izin PBG diterbitkan untuk fungsi hunian, usaha, dan campuran.

Kemudian di tahun 2024, jumlah izin PBB yang diterbitkan sebanyak 45 PBG. Rinciannya Kecamatan Cisarua 5, Lembang 19, Parongpong 14, dan Kecamatan Ngamprah 7. Peruntukannya untuk fungsi hunian, usaha, dan campuran

“Acuannya ke RTRW yang baru, Perda RTRW tahun 2024-2044 untuk KBB. Kemudian untuk KBU itu acuannya ke Perda Provinsi Jawa Barat nomor 2 tahun 2016,” kata Kepala Bidang Perizinan DPMPTSP KBB, Yusef Ahmad Darajat, saat dikonfirmasi, Minggu (1/6/2025).

Saat ini, pengajuan penerbitan izin PBG oleh masyarakat hingga pelaku usaha harus melalui sistem Online Single Submission (OSS). Sistem tersebut terintegrasi secara nasional, namun tetap melalui proses dari dinas terkait di daerah.

“Misalnya ada Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR), Amdal, UKL-UPL. Kemudian perlu memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) KBU,” kata Yusef.

Alih fungsi lahan dan menjamurnya bangunan di tanah Lembang menggantikan keberadaan vegetasi sebagai daerah resapan air, diyakini sebagai pemicu bencana yang menerjang Lembang.

Tak semua bangunan yang berdiri di bawah kaki Gunung Tangkuban Parahu itu mengantongi izin. Pemerintah daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) KBB juga mengakui banyak bangunan tak berizin.

“Mungkin akibat dari alih fungsi lahan dalam arti banyak pelanggaran-pelanggaran. Tetapi kita juga sulit mengendalikan soal adanya pembangunan yang tidak berproses melalui kita,” kata Kepala Bidang Penataan Bangunan Prasarana Permukiman dan Bina Konstruksi pada Dinas PUTR KBB, Rahmat Ardiansyah.

“Nah itu yang menjadi PR mungkin ke depan buat kita untuk lebih mengawasi dan mengendalikan bagaimana situasi atau kondisi di Kawasan Bandung Utara,” imbuhnya.

Jika dipersentase, Rahmat menyebut keberadaan bangunan di Lembang yang mengantongi izin dan tidak sama banyaknya. Tak dipungkiri, kalau bangunan yang tidak berizin banyak juga yang berfungsi sebagai hunian.

“Hampir 50-50, jadi sebagian memang tidak melalui proses perizinan atau rekomendasi PUTR. Harus kita bedakan, ada yang komersil ada yang permukiman juga atau rumah. Kalau yang sifatnya komersil, itu rata-rata terkendalikan oleh kita. Nah masalahnya ini, rumah-rumah yang masuk ke 50 persen tidak berizin ini belum mengajukan pembuatan izin. Tapi kita selalu berusaha, sosialisasi ke masyarakat,” kata Rahmat.

Jika membahas soal konsep bangunan di Lembang, ia mengatakan KDB yang menjadi acuan pendirian bangunan di zona KBU, lahan di Lembang yang akan dibuat bangunan maksimal hanya 20 persen dari luas lahan tersebut.

“Kalau sesuai KDB, itu maksimal 20 persen bahkan ada yang mungkin cuma 10 persen. Karena memang sebagian itu kan ada yang sifatnya wilayah konservasi, dan ada juga yang daerah resapan air,” kata Rahmat.

Persentase Bangunan Berizin dan Tidak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *