Sepanjang bulan Mei 2025, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengalami lonjakan kejadian bencana alam yang cukup signifikan. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), sebanyak 81 kejadian bencana terjadi hanya dalam satu bulan di Kabupaten Sukabumi.
Angin kencang tercatat sebagai bencana paling sering terjadi, diikuti oleh tanah longsor dan banjir.
“Selama bulan Mei 2025, kami mencatat sebanyak 81 kejadian bencana di Kabupaten Sukabumi yang tersebar di 26 kecamatan. Jenis bencana yang paling mendominasi adalah angin kencang dengan 52 kejadian, disusul oleh tanah longsor sebanyak 25 kejadian dan banjir 3 kejadian,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Sukabumi, Agung Koswara Adiwiguna dalam keterangannya, Senin (2/6/2025).
Akibat rentetan bencana tersebut, BPBD mencatat 434 kepala keluarga atau 911 jiwa terdampak secara langsung. Selain itu, 4 kepala keluarga atau 14 jiwa harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sebanyak 14 kepala keluarga lainnya, dengan total 44 jiwa, berada dalam kondisi terancam.
“Alhamdulillah tidak ada korban meninggal dunia atau luka-luka dalam peristiwa-peristiwa ini. Tapi kewaspadaan tetap kami tingkatkan mengingat sebagian wilayah masih berpotensi mengalami bencana lanjutan,” ujar Agung.
Dampak lain yang cukup mencolok adalah kerusakan fisik, terutama pada tempat tinggal warga. Total 445 rumah mengalami kerusakan, terdiri dari 310 rumah rusak ringan, 112 rumah rusak sedang, dan 23 rumah rusak berat.
Selain itu, sejumlah fasilitas umum juga terdampak, antara lain dua saluran air, dua tempat ibadah, tiga sarana pendidikan, tiga sarana kesehatan, tujuh tembok penahan tanah (TPT), serta 10 titik akses jalan.
Wilayah utara Kabupaten Sukabumi menjadi kawasan dengan intensitas bencana tertinggi. Berdasarkan peta sebaran yang dirilis BPBD, kecamatan seperti Cicurug, Parungkuda, dan Cibadak ditandai dalam warna merah, mengindikasikan terjadinya lebih dari 10 peristiwa bencana dalam satu bulan.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
BPBD mengimbau masyarakat tetap siaga menghadapi potensi bencana, terutama yang bersifat hidrometeorologi, seperti angin kencang dan longsor yang kerap terjadi pada masa pancaroba.
“Edukasi kepada masyarakat menjadi kunci penting. Kami juga terus memperkuat sistem peringatan dini dan koordinasi lintas sektor untuk mempercepat respons,” kata Agung.