Mengenal Cingcowong, Tarian Pemanggil Hujan dari Kuningan

Posted on

Jika di daerah Banyumas ada tarian boneka Cowongan untuk meminta hujan, di wilayah Luragung, Kuningan, Jawa Barat, ada tradisi yang mirip bernama Cingcowong. Cingcowong merujuk pada sebuah boneka yang berkepala batok kelapa dan berbadan bubu ikan. Boneka ini didandani dengan dandanan seorang perempuan, berkebaya dan sebuah selendang diikatkan di bagian pinggangnya.

Tradisi ini sudah berlangsung lama, namun kini, menurut laporan pada situs Kemdikbud.go.id, tradisi Cingcowong dari yang semula bersifat sakral untuk meminta hujan, seiring dengan perubahan sosial masyarakatnya, menjadi tarian yang bersifat seni semata.

Cingcowong penuh dengan simbol-simbol yang bertalian dengan diri manusia dan hal-hal gaib. Pada praktiknya, boneka Cingcowong juga bergerak secara gaib, mengikuti tetabuhan yang berasal dari buyung (gerabah dari tanah) yang ditabuh menggunakan hihid (kipas dari bambu), diiringi lantunan sinden.

Secara bentuk, boneka yang digunakan dalam ritual Cingcowong ini dibuat dari batok kelapa untuk bagian kepala dan bubu ikan untuk bagian badannya.

Bagian wajah diwarnai putih dengan goresan warna hitam untuk menggambarkan bagian-bagian wajah seperti mata, hidung, dan mulut, serta bagian telinga di kedua sisi. Bagian kepala ini seperti berambut untuk menegaskan sosoknya sebagai boneka perempuan.

Pada bagian lehernya, tersemat kalung dari untaian bunga amboja yang telah mekar. Lalu, di bagian badannya, dipakaikan baju seperti kebaya, namun bukan dari kain brokat. Kain yang digunakan halus dan mengilat. Pada sejumlah gambar yang ditelusuri infoJabar, baju boneka Cingcowong dominan berwarna kuning.

Di bagian pinggang boneka ini, diikatkan selendang putih. Pada pelaksanaan ritual, kain selendang ini dipegang oleh punduh (pemimpin ritual) dan para pembantunya sebelum akhirnya boneka menari.

Dikutip dari situs Kemdikbud.go.id, dikisahkan bahwa Cingcowong berasal dari dua kata, ‘cing’ yang berarti ‘cik’ atau coba, dan ‘cowong’ yang berarti bicara dengan keras. Jika disambung-sambung, artinya ‘mencoba bicara dengan keras’.

Tapi, ada versi lain. Cingcowong bermakna ‘cing’ atau teguh/tebak, dan ‘cowong’ merupakan singkatnya dari ‘wong’ atau orang. Cingcowong boleh diartikan ‘coba tebak siapa orang ini’.

Dalam Cowongan Banyumas, boneka yang dipakai ritual terbuat dari siwur (gayung terbuat dari batok kelapa) dan irus yang dihias. Kocap tercerita, kemarau panjang melanda sebuah wilayah yang di sana tinggal Ki Jayaraga dan Nyi Jayaraga. Keduanya kemudian bertirakat untuk memohon hujan. Hasil dari tirakatnya itu, ada sebuah petunjuk untuk mengambil siwur. Ajaib, siwur itu kemudian berbicara dan meminta didandani.

Siwur itu didandani menjadi sesosok perempuan yang kemudian ingin disebut sebagai Nini Cowong. Nini Cowong ini meminta agar keduanya menggoyangkannya, lalu terjadilah hujan tujuh hari tujuh malam.

Pada pelaksanaanya, ritual tari boneka Cingcowong dilakukan oleh perempuan. Semuanya perempuan dan dipimpin oleh punduh, yakni orang yang dianggap memiliki kemampuan khusus di bidang spiritual atau kepercayaan setempat.

Pembantu punduh bertugas memegangi boneka Cingcowong, ada pula yang bertugas memainkan perkakas musik, yaitu berupa buyung dan bokor. Selain pemusik, ada pula sinden yang melantunkan lagu-lagu tertentu.

Namun, sebelum ritual yang umumnya dilakukan pada malam hari ini dilaksanakan, harus dipastikan terlebih dahulu kelengkapan pendukungnya, yakni taraje (tangga bambu), samak (tikar), sisir dan cermin, serta air dan bunga kemboja yang disimpan dalam wadah.

Sudah barang tentu dalam ritual di tanah Sunda, senantiasa harus ada parukuyan, yaitu tempat membakar dupa dan kemenyan, sesajen kecil, ujung nasi tumpeng yang disebut congcot, kopi, rokok, telur asin, dan seperangkat bahan untuk nyeupah (menyirih), serta makanan ringan, buah-buahan manis, dan kue basah.

Ritual akan dimulai. Maka, para penabuh buyung dan bokor bersiap memainkan perannya. Para pemain alat musik memukul-mukul buyung dengan menggunakan hihid (kipas bambu) dan menabuh bokor dengan menggunakan dua buah ruas kayu sekira 40 centimeter-an. Sinden mulai bernyanyi.

Memasuki suasana yang semakin khidmat, punduh dan pembantunya memegang boneka cingcowong masuk lokasi ritual dan berjalan di antara anak tangga (taraje) yang diletakkan di atas lantai.

Tiga kali berjalan di atas taraje itu, dari ujung ke ujung. Setelahnya, punduh duduk di bagian tengah tangga bambu tersebut. Punduh memangku boneka, lalu memberinya cermin sambil menyisir rambut boneka itu.

Pembantu punduh tidak menjauh, melainkan berada di dekatnya sambil memegangi selendang yang dijadikan sabuk boneka itu. Pada saat ini, umumnya boneka Cingcowong mulai bergerak-gerak, boneka bergerak ke kanan dan ke kiri, seperti semakin tidak terkendali.

Bentuk Boneka Cingcowong

Asal Usul Cingcowong

Versi Cowongan Banyumas

Pelaksanaan Ritual Cingcowong di Kuningan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *