Tragedi Pesawat Jatuh di Jamika Bandung yang Tewaskan 20 Orang

Posted on

Kamis 18 Januari 1996 menjadi hari yang tak akan pernah dilupakan oleh Mudhah (74). Ia yang sedang menjaga warung kelontong ‘Toko Bahagia’ mendengar suara yang tak lazim ia dengar di tengah hiruk pikuk Jalan Jamika.

“Pagi-pagi ya jam seginian lah hampir jam 12, itu saya nggak denger ada suara ‘grombyang grombyang‘ ada pesawat jatuh gitu. Tapi pokoknya saya tahu ada pesawat lewat, tiba-tiba di depan itu sudah terbakar, api dan asapnya tinggi,” cerita Mudhah pada infoJabar.

Kala itu pesawat latih Beechcraft Baron 58 jatuh menimpa setidaknya empat ruko di Jalan Jamika, Bojongloa Kaler, Kota Bandung. 20 orang dilaporkan tewas dalam kejadian itu, 16 adalah warga sipil dan 4 lainnya merupakan kru pesawat.

Meski usianya sudah tak muda lagi, tapi wanita asal Sidareja, Jawa Tengah itu masih sanggup mengingat suasana, kerumunan di hari itu, bahkan aroma hangus dari asap yang mengepul dari ruko seberangnya. Saat kejadian, sejumlah tim pemadam kebakaran berdatangan untuk memadamkan api.

Pagi itu, ia ikut panik karena api dan asap membumbung tinggi. Terlebih, ia tinggal seorang diri.

Kekhawatiran Mudhah semakin besar kala melihat sejumlah jenazah dimasukkan ke dalam kantong. Bahkan sebagian di antaranya, adalah orang-orang yang kerap bertegur sapa dengannya.

“Itu anak yang punya ruko ada yang meninggal dua orang, terus kan di depan situ dulu banyak yang jualan di pinggir jalan. Ada kayak Pasar Sore gitu juga dulu, jadi jalan rame. Pagi adanya tukang becak, yang dagang di pinggir jalan, itu banyak yang meninggal. Badannya pada dimasukin ke kantong. Jadi ngeri lihatnya,” kenang Mudhah.

Musibah itu mengundang perhatian entah berapa ratus orang, sampai mereka berkerumun menonton proses evakuasi yang berjalan beberapa hari dan memenuhi ruas jalan Jamika. Bahkan saat ruko-ruko itu pun sudah padam dari api, ratusan warga diperkirakan masih terus berkerumun ‘menonton’ puing-puing sisa bangunan yang terbakar.

“Saya lihat tahu-tahu depan itu (ruko) sudah kebakar, terus toko ini sampai tutup seminggu. Soalnya orang yang nonton itu banyak sekali sampai ke jalan. Bangunannya sudah habis apinya sudah padam, tapi yang nonton masih banyak sampai semingguan,” sambung Mudhah.

Kejadian itu waktu mau Munggah, begitu ucap Yo (70), saat mengawali cerita. Munggah menjadi penyebutan bahasa Sunda yang artinya bulan Ramadan.

Tak ada yang menyangka, maut bakal menjemput empat awak pesawat dan 16 warga sipil di Jalan Jamika, Bandung siang itu.

“Kejadiannya waktu mau Munggah. Pagi itu ya saya baru ke pasar, jam 10-11 an lah. Terus ibu saya waktu itu masih ada dan sedang di sini. Banyak yang bilang waktu itu pesawat terbang dari arah Husein kan dari sana lah (arah Jalan Nurtanio), terus sayapnya itu kebetulan nabrak tiang di tengah, jadi nggak sampai sini,” cerita Yo.

Sebuah tiang lampu di tengah Jalan Jamika, secara tak sengaja menjadi penyelamat rumah yang ditinggali Yo. Ia ingat betul, sepulangnya dari pasar melihat banyak kerumunan dan pemadam kebakaran di jalan itu.

“Ada mobil, becak, ikut kebakar. Saya nggak ingat berapa yang meninggal dan yang luka-luka, tapi ada banyak. Tetangga sini ada yang anaknya mau wisuda, mau nikah, terus meninggal. Tapi mukjizat Allah ya, di belakang ruko itu kan ada kayak tempat salat yang disediakan pemiliknya, itu nggak kena pesawat lho,” katanya.

Namun semua kenangan itu kini hanya tersimpan di ingatannya. Kata Yo, baik ruko atau pun tempat ibadah yang jadi saksi jatuhnya pesawat itu, kini sudah dihancurkan dan dibangun bangunan baru.

Data dan penjelasan kecelakaan pesawat Beechcraft Baron 58 register PK-ABE tersebut, dijelaskan dalam dokumen Aviation Savety Network, bidang khusus untuk Flight Safety Foundation.

Pesawat latih itu dipastikan milik lembaga Pendidikan dan Latihan Penerbang (PLP) Curug, yang akan terbang menuju Curug, Tangerang, melalui Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta. Pesawat ini diketahui lepas landas Kamis, 18 Januari 1996 sekitar pukul 11.00 WIB dari Bandar Udara Husein Sastranegara.

Dalam narasi penjelasan dokumen tersebut, tertulis bahwa kecelakaan mengakibatkan empat awak pesawat dan 16 orang yang ada di TKP meninggal dunia. Diceritakan kronologi kejadian bahwa saat pesawat mengudara, mesin pesawat bagian kanan mengalami masalah.

Sebelum Beechcraft Baron 58 berhasil mendarat, pesawat bermesin Continental 550 IOC itu jatuh dan terbakar di sebuah jalan di Bandung. Entah apa kerusakan di dalam badan pesawat yang baru mencatat waktu 3,55 jam terbang itu.

“Selama latihan penerbangan, tak lama setelah lepas landas dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat (BDO/WICC), dalam penerbangan pulang ke pangkalannya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Jakarta (CGK/WIII), saat pesawat sedang naik sekitar 500 kaki, pilot melaporkan bahwa dia memiliki masalah dengan mesin kanan pesawat,” tulis laporan tersebut menggunakan bahasa Inggris.

“Lalu akan kembali terbang ke Bandung (Bandara Husein). Ini adalah kontak terakhir dengan kru penerbangan yang tak lama kemudian, pesawat menabrak jalan yang jadi tempat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat,” lanjut laporan tersebut.

Di dalam laporan itu juga tertulis bahwa ada empat orang di dalam pesawat, yakni satu pilot dan tiga penumpang tewas. Sebanyak 16 orang di jalanan meninggal dunia dan diperkirakan ada 17 orang terluka. Tubuh para korban yang meninggal hangus terbujur kaku tak berbentuk.

Keempat awak pesawat tersebut ialah pilot pesawat sekaligus instruktur, yakni Elvan Ardhy (26) dan tiga siswa penerbang yakni Syamsu Rizal (20), Kasnariansyah (21), dan Emil Rochimil (21). Dalam database surat kabar Kompas, diceritakan bahwa korban tewas dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, sementara belasan korban luka lainnya tersebar di RS Kebonjati, RS Immanuel, RS Santo Borromeus, RS Rajawali, dan RSAU dr M Salamun.

Kronologi yang diceritakan Yo pun persis dengan keterangan saksi mata di lapangan 28 tahun yang lalu, dalam temuan Harian Kompas edisi 19 Januari 1996. Setidaknya ada empat saksi mata yakni pemilik ruko, pedagang toko alat tulis, tukang tambal ban, hingga tukang becak, menceritakan bahwa pesawat yang datang dari arah barat, terbang rendah tanpa suara, dan dalam keadaan oleng.

Sebelum jatuh, pesawat sempat menyambar parabola rumah berlantai tiga di Jl Jamika nomor 6 dan selanjutnya menukik tajam, melaju di jalan raya, menyambar tiang listrik (di median jalan, depan rumah Yo) dan menyeruduk toko kain ‘Citra’ di Jl Jamika nomor 13.

Sekitar lima info kemudian, terdengar ledakan keras dan api berkobar di lokasi kejadian. Kejadiannya begitu tiba-tiba dan api sangat cepat menyembur dari pesawat yang jatuh.

“Dengan cepat api menjalar ke toko di sampingnya, toko kelontong ‘PD Agung’ dan toko arloji ‘Idola’. Pejalan kaki yang menyaksikan kecelakaan itu, segera berhamburan menyelamatkan diri. Tetapi pengunjung dan pelayan toko, tidak sempat menyelamatkan diri karena dari arah depan terjebak kobaran api. Dua anak pemilik toko kain ‘Citra’, Jefri (22) mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tridarma yang akan diwisuda tahun ini dan kakaknya yang akan menikah Mei nanti, Wiwi (30) tewas karena terjebak api,” tulis database Harian Kompas.

Selain awak pesawat, mayoritas korban meninggal dan luka bakar berat ialah para pejalan kaki, penjaga dan pengunjung toko, penjual peci, pedagang tas, dan pedagang rokok. Kebakaran di empat toko itu turut menghanguskan dua mobil yakni Chevrolet sedang parkir di depan toko kelontong PD Agung dan Kijang yang tengah melintas, tiga sepeda motor dan satu becak yang tengah parkir.

Jenazah keempat awak pesawat terbang kemudian dimakamkan di TPU Sirnaraga dan Pemakaman Pandu, Bandung. Salah seorang lagi dimakamkan di Kabupaten Garut.

Lorong Waktu adalah rubrik khas infoJabar yang mengisahkan kembali tentang peristiwa yang pernah terjadi di Jawa Barat di masa lampau

Kejadian Mau Munggah

Kronologi Kecelakaan

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *