Bencana alam banjir hingga tanah longsor menerjang kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) beberapa hari belakangan. Diawali oleh turunnya hujan deras selama lebih dari satu jam.
Berdasarkan catatan BPBD Bandung Barat, hanya dalam sepekan ada beberapa kejadian banjir dan longsor. Diawali banjir di Jalan Panorama serta longsor di Kampung Ciburial, Desa Cibogo pada Rabu (14/5/2025).
Disusul dengan longsor yang menerjang Kampung Areng, Desa Wangunsari pada Jumat (16/5/2025). Akibat longsor itu, tak kurang dari 104 jiwa terpaksa mengungsi gegara rumahnya rusak berat sampai terancam potensi longsor susulan.
Lembang sejatinya berada di dataran tinggi. Titik terendah Lembang berada di ketinggian 959 mdpl, sementara titik tertingginya mencapai 1.401 mdpl di kawasan Gunung Tangkuban Parahu.
“Catatan kita, itu ada 10 titik bencana di Kecamatan Lembang pekan ini. Mulai dari Desa Wangunsari, Lembang, Jayagiri, Pagerwangi, Kayuambon, Mekarwangi, Langensari, Gudang Kahuripan. Kemudian di atas itu Desa Cikole dan Cibogo, rata-rata longsor,” kata Kepala Pelaksana BPBD KBB, Meidi saat dikonfirmasi, Sabtu (17/5/2025).
Jika melihat karakter bencana longsor yang terjadi di Lembang, rata-rata penyebabnya karena tanah labil diperparah dengan gerusan larian air yang semestinya tersalurkan ke saluran pembuangan. Namun faktanya, justru air meluap karena saluran kecil dan tersumbat lalu memicu longsor.
“Memang penyebabnya cuaca, seperti hujan deras beberapa hari ini. Cuma memang harus diakui, di kawasan Lembang ini resapannya semakin berkurang, sehingga air tidak masuk ke tanah,” kata Meidi.
Pihaknya hanya bisa mengantisipasi potensi dampak bencana khususnya pada korban luka dan jiwa dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat pada saat cuaca ekstrem terjadi.
“Kita minta kewaspadaan masyarakat, kalau cuaca ekstrem mengungsi saja dulu supaya meminimalisir korban ketika bencana tiba-tiba terjadi,” kata Meidi.
Perubahan kondisi alam di kawasan Lembang diamini oleh Bambang Eko, pria yang kini menjabat sebagai Camat Lembang. Menurutnya, alih fungsi lahan di kawasan hutan terutama di daerah utara Lembang kian tak terkendali.
“Kemudian penampungan air alami seperti situ, sekarang kan sudah menjadi rumah dan bangunan. Misalnya paling parah itu Situ PPI dan Situ Umar yang sekarang jadi tempat wisata,” kata Bambang.
Akhirnya pada musim hujan cenderung ekstrem saat ini, intensitas air yang tinggi semestinya ditampung di saluran justru meluber ke jalan raya berujung banjir yang semakin parah.
“Memang kalau hujan besar seperti sekarang ini selalu banjir. Cuma kemudian juga surutnya cepat, karena saluran drainase induknya itu banyak yang tertutup saat pembangunan Alun-alun Lembang beberapa tahun lalu,” ujar Bambang.