Cerita Adam, Gen Z Garut yang Sukses Cuan dari Bertani Kopi

Posted on

Belum banyak kawula muda yang berminat terhadap dunia pertanian karena dianggap kuno dan tak menjanjikan. Tapi di Garut, ada seorang pemuda yang sukses dan kaya, dari bertani.

Dia adalah Adam Siva Kusdinar. Seorang lelaki asal Kampung Salamnunggal, Desa Sirnajaya, Kecamatan Cisurupan, Garut. Di usia yang baru menginjak 25 tahun, Adam sudah bisa mewujudkan banyak cita-citanya dari hasil bertani kopi.

Berbincang dengan infoJabar di sela-sela acara diskusi di Kadungora, Garut, Sabtu, (10/5/2025) pagi, Adam menceritakan kisahnya.

Menurut Adam, dirinya saat ini menggarap komoditas kopi di kaki Gunung Papandayan. Kisah itu bermula pada tahun 2019. Saat itu, Adam yang baru lulus SMA, tergerak untuk meneruskan jejak sang ayah, Agus yang merupakan seorang petani kopi.

“Awalnya lihat-lihat dulu. Diajari cara mengolah dan berbagai proses meracik biji kopi. Sampai akhirnya disuruh menggarap lahan,” kata Adam.

Adam mengatakan, sejak saat itu minatnya terhadap bertani mulai tumbuh. Perlahan mulai menutup tujuan hidupnya dulu, yang hendak bekerja di kota selepas lulus sekolah.

Saat ini, dirinya seorang diri mampu menggarap sekitar satu hektare lahan perhutanan sosial di kaki Gunung Papandayan untuk menanam kopi. Dibantu sejumlah pegawai, dia mampu menghasilkan 7 ton kopi per musimnya.

“Satu kali panen itu sekitar 10 hari, bisa sampai 5 kwintal biji kopi yang dihasilkan. Omzetnya sekitar Rp 6 juta,” katanya.

Dari nilai tersebut, setidaknya Adam mendapatkan Rp 4 jutaan dalam 10 hari sekali untuk dirinya sendiri. Penghasilan tersebut sangat cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarga, hingga bisa mewujudkan satu per satu cita-citanya.

“Alhamdulillah sudah bisa buat green house (rumah penjemuran kopi) dan bisa umroh bersama orang tua juga,” ucap Adam.

Adam mengaku, ingin membuktikan jika menjadi petani, tak kalah menguntungkan. Bahkan, penghasilannya jauh jika dibandingkan dengan bekerja di perusahaan kebanyakan.

“Selagi kita makan dari hasil tanah, petani itu tidak akan pernah punah. Beda dengan karyawan, ada PHK-nya,” ucap Adam.

Adam merupakan satu dari banyak petani kopi penggarap lahan perhutanan sosial yang berada di bawah naungan Paguyuban Tani Sunda Hejo Garut.

Paguyuban petani tersebut, merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di Garut, sekaligus pemasok biji kopi terbaik untuk perusahaan kopi besar nasional hingga internasional, macam Nespresso dan Starbuck.

Selain itu, Paguyuban Sunda Hejo juga diketahui mendirikan Sekolah Lapang Pewaris Perhutanan Sosial untuk membekali generasi muda dengan pengetahuan mengenai budidaya kopi, pengolahan pascapanen, hingga aspek konservasi dan reforestasi.

Kisah Adam ini membetot perhatian Menhut RI, Raja Juli Antoni yang secara langsung berdiskusi dengan Adam di acara tersebut, Sabtu pagi ini di Garut.

Dalam kunjungannya Menhut menyampaikan apresiasinya terhadap Paguyuban Sunda Hejo yang telah melakukan upaya regenerasi petani penggarap perhutanan sosial.

Sekolah ini, juga diharapkan menjadi wadah untuk menumbuhkan minat anak-anak petani agar melanjutkan perjuangan orang tuanya dalam mengelola kopi dan menjaga hutan secara berkelanjutan.

“Sekolah lapangan ini agar dimanfaatkan sebaik-baiknya, dalam rangka penguatan jaringan untuk peningkatan kapasitas, penguatan kelembagaan, dan kewirausahaan masyarakat. Juga dengan keterlibatan generasi muda, menjadi modal sosial yang penting untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan hutan dan perhutanan sosial yang baik di masa yang akan datang,” kata Raja.

Dalam kunjungannya ke Garut sendiri, Raja Juli Antoni didampingi sejumlah jajaran Kemenhut RI. Selain berdiskusi dengan para petani kopi, Raja juga dijadwalkan untuk berdiskusi dengan para petani aren, hingga bertandang ke Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK) di wilayah Kamojang, Garut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *