Angka perceraian di Kabupaten Cirebon mengalami kenaikan kasus pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Angka perceraian di Kabupaten Cirebon sebanyak 6.981 kasus pada 2024. Mayoritas kasusnya adalah cerai gugat alias istri yang mengajukan gugatan cerai.
Mengutip dari data BPS Kabupaten Cirebon 2025, dari 6.981 kasus perceraian di Kabupaten Cirebon sepanjang 2024, 5.143 di antaranya merupakan cerai gugat. Sementara itu, sebanyak 1.838 adalah cerai talak atau suami yang mengajukan cerai terhadap istrinya.
Sedangkan pada tahun 2023, angka perceraian di Kabupaten Cirebon sebanyak 6.636 kasus. Dari total itu, sebanyak 1.833 cerai talak, dan 4.803 cerai gugat. Angka perceraian pada 2024 sejatinya mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan 2023, yakni 345 kasus.
Di tahun 2024, paling banyak perceraian di Kabupaten Cirebon disebabkan oleh masalah ekonomi yakni 5.044 kasus. Selain masalah ekonomi, perselisihan dan pertengkaran terus menerus juga menjadi penyebab faktor perceraian yakni 1.671 kasus.
Secara wilayah, kasus perceraian di Kabupaten Cirebon ini tertinggi terjadi di Kecamatan Susukan, yakni 342 kasus dalam setahun. Rinciannya, 86 cerai talak, dan 256 cerai gugat. Sedangkan, kasus perceraian terendah di Kecamatan Karangwareng, yakni 73 kasus dalam setahun.
Humas Pengadilan Agama Sumber Abdul Aziz mengaku telah menerapkan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 yang menyebutkan perkara perceraian dapat dikabulkan jika terbukti suami dan istri berselisih, dan bertengkar terus-menerus, atau telah berpisah tempat tinggal selama minimal enam bulan. Namun, angka perceraian di Kabupaten Cirebon tetap mengalami kenaikan.
“Itu sudah kita terapkan, kecuali bagi yang KDRT, kalau misalkan terjadi KDRT bahkan berulang-ulang itu tidak usah menunggu sampai 6 bulan. Selain KDRT harus tetap menunggu 6 bulan. Sudah kita terapkan tapi tetap saja ada yang bercerai, kami tidak bisa menahan-menahan juga,” tutur Abdul, Rabu (7/5/2025).
Menurut Abdul, salah satu penyebab utama banyaknya kasus perceraian di Kabupaten Cirebon adalah karena masalah ekonomi. “Paling dominan ini faktor ekonomi, hampir 70 persennya faktor ekonomi, mayoritas oleh suaminya tidak diberi nafkah,” tutur Abdul.
Untuk mengurangi angka perceraian, Pengadilan Agama Sumber menekankan kepada pasangan suami istri untuk mediasi terlebih dahulu sebelum bercerai. “Tekanan mediasi dulu selama 30 hari dengan pilihan oleh mediator hakim dan mediator nonhakim. Nah, di situ salah satu upaya untuk mencegah terjadinya perceraian,” tutur Abdul.
Selain angka perceraian, Abdul juga menyampaikan tentang masih tingginya angka dispensasi nikah di Kabupaten Cirebon, sepanjang tahun 2024 ada 331 dispensasi nikah. Menurut Abdul, kebanyakan dispensasi nikah terjadi karena kekhawatiran orang tua terhadap pergaulan bebas anaknya.
“Banyak faktor, pertama sekarang banyak anak di bawah umur terpapar konten negatif media sosial, pergaulan bebas, keterbatasan orang tua mengawasi anak, artinya ketika ibu dan ayahnya melihat sudah ada hubungan anak laki-laki dan perempuan meskipun mereka di bawah umur kan merasa khawatir. Sehingga daripada terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan yang melanggar hukum dan agama maka dia melakukan dispensasi,” tutur Abdul.
Selain itu juga, alasan lain banyaknya dispensasi nikah adalah karena hamil di luar nikah. “Hamil di luar nikah tapi mereka masih di bawah umur juga banyak, oleh KUA juga kalau masih di bawah umur ditolak, maka oleh KUA dipersilakan untuk mengajukan dispensasi nikah dulu di pengadilan,” tutur Abdul.
Sebelum melakukan dispensasi, anak dan kedua orang tuanya dilibatkan untuk mengurus dispensasi nikah di pengadilan mereka akan ditanya tentang kesiapan menikah baik secara mental atau finansial. “Meski belum dewasa anaknya ditanyain siap belum untuk menempuh rumah tangga, orang tua calon suami dan istrinya juga dipanggil, karena dispensasi nikah itu sangat rentan terjadi perceraian, karena masih labil,” pungkas Abdul.