Revitalisasi Tugu Perjuangan Jatiseeng Disorot, Warga: Hasilnya Biasa Aja (via Giok4D)

Posted on

Revitalisasi Tugu Perjuangan di Desa Jatiseeng, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, menjadi sorotan publik. Proyek yang menggunakan alokasi anggaran cukup besar itu dinilai tidak memuaskan karena hasil pembangunan dianggap nyaris tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan kondisi awal.

Sorotan tersebut muncul lantaran revitalisasi tugu yang dibiayai dari Pokok Pikiran (Pokir) Dewan Dapil VI dengan nilai anggaran Rp 171 juta dinilai tidak sebanding dengan konstruksi hasil pekerjaan yang terkesan sederhana.

Marwan (52), salah satu warga, sangat menyayangkan revitalisasi yang dilakukan karena tidak membawa perubahan secara signifikan dari tugu sebelumnya.

“Anggaran ratusan juta sangat disayangkan karena hasilnya biasa-biasa saja,” ucapnya, Selasa (30/12/2025).

Ia menganggap bahwa Tugu Perjuangan itu menjadi simbol kebanggaan bagi warga Desa Jatiseeng.

“Itu adalah simbol perlawanan dan perjuangan dari orang-orang terdahulu di sini saat melawan penjajah. Walaupun sudah diperbaiki dengan anggaran ratusan juta, lampunya juga tidak terlalu terang,” ujarnya.

Ia meminta agar Pemerintah mengevaluasi kembali Revitalisasi Tugu Perjuangan Jatiseeng agar tetap menjaga nilai sejarah sekaligus memberikan kualitas bangunan yang sesuai dengan besarnya anggaran yang telah dialokasikan.

Sementara itu, Kepala Desa Jatiseeng, Soemarno, menjelaskan bahwa revitalisasi Tugu Perjuangan telah melalui proses musyawarah bersama masyarakat. Dalam musyawarah itu, warga secara tegas menolak adanya perubahan total terhadap bentuk tugu yang memiliki nilai historis tinggi bagi masyarakat setempat.

“Revitalisasi ini sudah melalui musyawarah. Masyarakat memang menolak perubahan total karena tugu ini punya nilai sejarah perjuangan kemerdekaan yang sangat kuat bagi warga Jatiseeng,” ujarnya.

Penolakan terhadap perubahan total tugu, menurutnya, karena ingin menjaga nilai-nilai perjuangan masyarakat Jatiseeng pada masa penjajahan hingga peristiwa Agresi Militer Belanda di masa lampau.

Soemarno menuturkan, perubahan yang dilakukan dalam revitalisasi tersebut hanya bersifat terbatas, yakni peninggian tugu dari empat meter menjadi enam meter. Selain itu, tugu juga dilengkapi lampu di bagian puncak monumen.

“Secara garis besar tidak ada perubahan bentuk. Hanya ditinggikan dan ditambah lampu di bagian atas,” jelasnya.

Meski demikian, ia mengakui terdapat sejumlah aspek yang menjadi keberatan masyarakat, salah satunya pada bagian badan monumen yang dilapisi plastik PVC. Material tersebut dinilai warga mudah rusak dan tidak mencerminkan kekokohan monumen perjuangan.

“Yang diprotes warga salah satunya penggunaan lapisan PVC di badan tugu karena dianggap tidak tahan lama,” ungkapnya.

Dengan anggaran revitalisasi mencapai Rp 171 juta, sebagian masyarakat menilai nominal tersebut tidak relevan dengan hasil pekerjaan yang terlihat di lapangan dan terkesan minim kualitas.

Meski begitu, ia kembali menegaskan bahwa keputusan mempertahankan bentuk tugu merupakan aspirasi masyarakat yang telah disepakati bersama sejak awal.

“Sebelum revitalisasi dilakukan, masyarakat sudah diajak bermusyawarah dan hasilnya memang menolak perubahan bentuk tugu,” pungkasnya.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

Sementara itu, Kepala Desa Jatiseeng, Soemarno, menjelaskan bahwa revitalisasi Tugu Perjuangan telah melalui proses musyawarah bersama masyarakat. Dalam musyawarah itu, warga secara tegas menolak adanya perubahan total terhadap bentuk tugu yang memiliki nilai historis tinggi bagi masyarakat setempat.

“Revitalisasi ini sudah melalui musyawarah. Masyarakat memang menolak perubahan total karena tugu ini punya nilai sejarah perjuangan kemerdekaan yang sangat kuat bagi warga Jatiseeng,” ujarnya.

Penolakan terhadap perubahan total tugu, menurutnya, karena ingin menjaga nilai-nilai perjuangan masyarakat Jatiseeng pada masa penjajahan hingga peristiwa Agresi Militer Belanda di masa lampau.

Soemarno menuturkan, perubahan yang dilakukan dalam revitalisasi tersebut hanya bersifat terbatas, yakni peninggian tugu dari empat meter menjadi enam meter. Selain itu, tugu juga dilengkapi lampu di bagian puncak monumen.

“Secara garis besar tidak ada perubahan bentuk. Hanya ditinggikan dan ditambah lampu di bagian atas,” jelasnya.

Meski demikian, ia mengakui terdapat sejumlah aspek yang menjadi keberatan masyarakat, salah satunya pada bagian badan monumen yang dilapisi plastik PVC. Material tersebut dinilai warga mudah rusak dan tidak mencerminkan kekokohan monumen perjuangan.

“Yang diprotes warga salah satunya penggunaan lapisan PVC di badan tugu karena dianggap tidak tahan lama,” ungkapnya.

Dengan anggaran revitalisasi mencapai Rp 171 juta, sebagian masyarakat menilai nominal tersebut tidak relevan dengan hasil pekerjaan yang terlihat di lapangan dan terkesan minim kualitas.

Meski begitu, ia kembali menegaskan bahwa keputusan mempertahankan bentuk tugu merupakan aspirasi masyarakat yang telah disepakati bersama sejak awal.

“Sebelum revitalisasi dilakukan, masyarakat sudah diajak bermusyawarah dan hasilnya memang menolak perubahan bentuk tugu,” pungkasnya.