Menilik Wajah Baru Baksil, Ruang ‘Healing’ Warga Bandung

Posted on

Bangun dari istirahat yang cukup panjang, Babakan Siliwangi (Baksil) kini mulai membuka kembali ruang bagi langkah-langkah yang rindu akan pelukan rimbun pepohonan. Hutan kota kebanggaan warga Bandung ini kembali bersolek.

Di bawah kanopi pepohonan tua itu, kehidupan kembali berdenyut. Bisikan daun menyatu dengan langkah kaki dan hangat perbincangan, sementara nyanyian burung bersahut-sahutan dengan renyah tawa pengunjung.

Baksil kembali menjadi tempat ‘pelarian. Baik pelarian secara fisik melalui olahraga, maupun upaya melepaskan diri sejenak dari dinamika rutinitas kota yang tak pernah benar-benar berhenti.

Sempat rehat untuk pemulihan, kini Baksil terlihat lebih rapi tanpa kehilangan karakter alaminya. Gerbang yang lebih segar, fasilitas baru, hingga sejumlah titik yang ditata ulang membuat kawasan ini terasa lebih aman dan nyaman.

Dari pagi hingga sore, jalur kayu berlapis cat hijau itu tak pernah sepi. Dengan wajah baru yang kini lebih tertata, para pengunjung terlihat lebih santai menikmati waktu luang mereka di tengah keteduhan.

Kenyamanan itu bukan tanpa alasan. Berada di tengah kota, Baksil mampu menghadirkan atmosfer yang berbeda. Naungan pepohonan dan jalur yang tertata menciptakan ruang jeda bagi siapa saja tanpa harus merasa tergesa-gesa.

Beberapa pengunjung terlihat berlalu-lalang; ada yang datang sendiri dengan langkah santai, ada pula yang berkelompok. Sebagian orang memilih duduk melamun, sisanya berbincang hangat sembari terus menyusuri jembatan kayu.

Bagi Raina, kunjungan pertamanya ke Baksil meninggalkan kesan mendalam. Suasana tenang langsung menyergap sejak ia melangkah masuk ke area forest walk.

“Enak di sini adem, cocok buat healing,” katanya.

Raina mengaku tertarik datang ke Baksil karena mengetahui tempat ini baru dibuka kembali setelah renovasi dan sempat viral di media sosial.

Pengalaman serupa dirasakan Septi. Ia datang ke Baksil atas rekomendasi temannya. Bagi Septi, Baksil adalah tempat terbaik untuk berjalan santai sekaligus memulihkan energi yang terkuras.

“Selain jalan santai, kalau lagi penat akibat pekerjaan, tugas sekolah, atau rutinitas harian cocok deh ke sini,” kata Septi.

Menurut Septi, Baksil bukan sekadar tempat berolahraga, melainkan ruang untuk melamun dan memberi waktu bagi pikiran untuk bernapas. Rasa nyaman dan aman juga lebih terasa di sini pascarenovasi.

Di antara para pengunjung itu, tampak pula Nafis. Ia kembali melangkahkan kakinya ke tempat yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya. Ia merasakan perubahan besar, dan harapannya terhadap hasil renovasi ini terpenuhi dengan baik.

“Suasananya jadi lebih segar, tempat pembuangan sampah juga sudah ditata dan dibuatkan bangunan baru, keresahan yang kemarin udah teratasi,” ucap dia.

Menurutnya, Baksil menawarkan pengalaman yang berbeda dari ruang publik lain di Bandung. Bukan sekadar lintasan lari atau taman kota biasa, Baksil menawarkan jalur pejalan kaki yang melayang (forest walk) di atas rimbunnya hutan.

“Kalau di ruang publik lain paling cuma ada lintasan lari, atau sekedar suasana taman kota, tapi di baksil beda banget, bisa jalan santai di atas jembatan yang mengitari dan dikelilingi hutan kota,” kata Nafis.

Panjang lintasan yang mencapai dua kilometer cukup untuk membuat tubuh berkeringat. Namun, rasa lelah itu segera terbayar oleh sensasi penyegaran alami. Udara bersih dan suara alam membuat tubuh terasa lebih ringan. Nafis memaknai aktivitas di sini sebagai bentuk mindfulness.

Pertemuan sederhana dengan pohon, burung, tupai, dan hembusan angin terbukti mampu membantu menata kembali pikiran. Di tengah rutinitas padat dan emosi yang sering bertabrakan, Baksil menjadi ruang untuk berlari, berhenti, dan kembali mengontrol diri.

Baksil memang bukan tempat mewah dengan hiburan gemerlap. Namun dalam kesederhanaannya, ia menjelma menjadi ruang rehat paling jujur bagi fisik dan mental warga kota.