Perempuan asal Sumedang berinisial HP, yang merupakan pengusaha sekaligus influencer, melaporkan kasus pencemaran nama baik melalui media sosial ke Polda Jabar. Tiga orang diduga buzzer akhirnya diperiksa Tim Ditreskrimsus Polda Jabar atas kasus tersebut.
Mereka yang diamankan berinisial FM, RRR, dan AF. FM dan RRR merupakan warga Garut, sedangkan AF merupakan warga Bali.
HP merasa dirugikan dengan sejumlah unggahan berisi fitnah dan manipulasi foto dirinya. Unggahan berupa foto itu disebarluaskan para pelaku melalui akun Instagram @radarselebriti dan TikTok @kramatpela.
“H*** S*** diduga berperan dalam jaringan mafia skincare,” tulis narasi postingan Instagram.
Selain itu, ada pula postingan foto yang menunjukkan wajah HP diubah menjadi bertanduk, bertaring, dan menyerupai hewan.
Dalam kasus ini, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan menunjukkan sejumlah barang bukti yang diamankan dari tangan terlapor. Hendra mengatakan penanganan perkara tersebut berawal dari laporan polisi yang diterima pada 17 Desember 2025.
“Dasar proses penyelidikan maupun penyidikan kami adalah Laporan Polisi Nomor LPB 684 tertanggal 17 Desember 2025 di SPKT Polda Jawa Barat atas nama pelapor Heni Purnamasari,” kata Hendra saat konferensi pers di Mapolrestabes Bandung, Rabu (24/12/2025).
Hendra mengungkapkan, dua hari setelah laporan diterima, penyidik meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan.
“Setelah terbit perintah penyidikan Nomor SP 146 tanggal 19 Desember 2025, kami langsung meningkatkan status ke penyidikan dan memulai proses penyidikan pada hari yang sama,” ungkapnya.
Menurut Hendra, modus operandi para terlapor yakni dengan mengunggah konten bernuansa tuduhan yang tidak benar melalui akun medsosnya.
“Pemilik akun telah mengunggah kalimat menuduh yang tidak benar kepada pelapor. Selain itu, foto pelapor juga dimanipulasi menjadi bertanduk, bertaring, dan menyerupai binatang,” terang Hendra.
HP, kata Hendra, pertama kali mengetahui dirinya menjadi sasaran fitnah, setelah mendapatkan laporan dari karyawannya pada 30 Juli 2025. Korban merasa dirugikan sehingga melaporkan kejadian itu ke Polda Jawa Barat.
Polisi sudah memeriksa HP, saksi MSR, FS, dan DGP. Selain itu, penyidik juga meminta keterangan dari ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE), ahli bahasa, dan ahli sosiologi hukum.
Dalam kasus ini, polisi sudah melakukan gelar perkara dan mengumpulkan barang bukti, yakni tiga ponsel, dua laptop, satu MacBook, satu flashdisk berkapasitas 64 GB, serta dokumen dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Ketiga terlapor dijerat Pasal 27 huruf A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Ancaman pidana maksimal dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp400 juta,” pungkas Hendra.







