Usai Suami Jadi PPPK, Wanita Sukabumi Kaget Terima Akta Cerai | Giok4D

Posted on

Tidak ada hujan, tidak ada angin, dunia Siska ibu rumah tangga asal Kabupaten Sukabumi runtuh dalam sekejap. Selembar file PDF tiba-tiba mendarat di ponselnya pada 13 Oktober silam.

File itu berisi Akta Cerai resmi dari Pengadilan Agama. Di sana tertulis nama Siska sebagai Penggugat. Padahal, ia mengaku tak pernah sekalipun menginjakkan kaki di pengadilan, apalagi membubuhkan tanda tangan gugatan.

Kisah Siska juga viral di media sosial setelah seorang konten kreator asal Sukabumi mengunggah kisah Siska di akun media sosialnya.

Kisah Siska ini juga terungkap lewat sebuah buku catatan yang ditulis tangan. Ketua Tim Kuasa Hukum Siska, Sutha Widhya, S.H, membenarkan catatan tersebut dan mengizinkan isinya dikutip utuh untuk mengungkap kronologi kejadian.

“Silakan dikutip,” ujar Sutha Widhya, Selasa (23/12/2025).

Dalam catatan itu, Siska menceritakan dengan detail bagaimana rumah tangganya mulai goyah karena masalah uang, tepat setelah suaminya (I) diangkat menjadi pegawai P3K pada April 2024.

Siska menuliskan kekecewaannya secara utuh mengenai uang pinjaman bank yang tidak digunakan semestinya.

“Tidak lama Setelah saya ikut suami ke Bandung Saya dan suami meminjam Uang ke bank BJB sejumlah Rp 320.000.000 buat membeli rumah di Bandung karena itu juga ada desakan dari orang tuanya suami Saya padahal awalnya kesepakatan suami dan Saya belum mau minjam ke bank dulu,” tulis Siska dalam bukunya.

Alih-alih membeli rumah, uang itu justru lari ke hal lain yang menurutnya tidak begitu penting.

“Dari uang pinjaman dari bank awalnya memang buat rumah tetapi uangnya Juga dipakai buat beli mobil, motor, Hp, dan tab,” lanjutnya.

Bahkan, Siska harus merelakan perhiasan pribadinya dijual demi menutupi kebutuhan hidup yang tak tercukupi.

“Selama Saya tinggal di Bandung saya pernah dibelikan emas, cincin dan gelang dengan nominal Rp 5.200.000 dan anak Saya gelang dengan nominal Rp 2.000.000 dan saya menjual sebagian perhiasan teruntuk membayar uang yang Saya pernah pinjam buat kebutuhan,” ungkap Siska dalam tulisan tersebut.

Puncak dari semua pengorbanan itu adalah pengkhianatan administrasi. Siska menuliskan momen saat ia menerima file PDF yang mengubah statusnya menjadi janda, yang dikirim oleh mertuanya sendiri.

“Tanggal 13 Oktober Saya dapat akta cerai lewat file Pdf saya kaget di situ saya tercantum Sebagai Penggugat saya tidak pernah menggugat suami atau pun memberi kuasa ke pengacara untuk mengurus akta cerai tanda tangan pun saya tidak pernah, surat dari pengadilan pun tidak ada ke saya,” tulis Siska dengan gamblang tanpa jeda.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Dikonfirmasi infoJabar, kuasa hukum Siska, Sutha Widhya menegaskan bahwa pihaknya telah menemukan unsur pidana murni. Ia menegaskan tanda tangan Siska dalam surat kuasa pengadilan adalah palsu.

“Intinya kami baru tahu, oh ternyata ada indikasi tanda tangan palsu. Makanya keluar produknya (akta cerai). Tanda tangan palsu di surat kuasa. Itu inti, titik awalnya,” tegas Sutha.

Pihak pengacara kini telah melaporkan kasus ini ke Polres Sukabumi dengan jeratan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, Pasal 242 KUHP tentang Sumpah Palsu, dan Pasal 266 KUHP tentang Keterangan Palsu dalam Akta Otentik.

Paralegal tim hukum Siska, Ade Mahmud menambahkan temuan investigasi timnya. Ia menduga proses perceraian ini tidak berjalan wajar, melainkan melalui perantara keluarga secara berantai (estafet) hingga sampai ke tangan oknum.

Ade juga mengungkap adanya pertemuan di luar kantor pengadilan. “Diserahkan lagi kepada pegawai pengadilan, di salah satu rumah makan di Pelabuhanratu,” bebernya.

Dikonfirmasi terpisah, Panitera Muda Hukum sekaligus Humas Pengadilan Agama (PA) Cibadak, Aji Sucipto, mengakui adanya perkara cerai atas nama Siska yang terdaftar sebagai Penggugat. Namun, ia membantah jika pihak pengadilan disebut terlibat dalam pemalsuan.

“Siska statusnya sebagai penggugat, terkait dengan proses pengkuasaan antara prinsipal Siska dengan kuasa hukumnya, itu kita tidak tahu-menahu. Dan memang proses pendaftaran melalui kuasa hukum, terkait penandatanganan itu sendiri, kita enggak pernah mengetahui apakah itu benar atau tidak. Bahkan di dalam persidangan pun, tidak ada kewajiban kita untuk memvalidasi itu,” jelas Aji.

Aji juga menepis tuduhan adanya oknum pegawai yang menerima uang jutaan rupiah di rumah makan.

“Wah, kalau untuk bantu-bantu begitu, Insyaallah di PA sih sudah enggak ada ya. Terkait permintaan uang, biaya perkara hanya Rp 330 ribu sekarang, entah ya kalau biaya pengacara, biaya kuasa hukum itu relatif tidak ada patokan baku,” pungkasnya.

Kaget Tiba-tiba Jadi Janda