Fenomena penipuan keuangan digital atau scam tengah menghantui masyarakat Jawa Barat. Dalam laporan nasional September 2025, Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan tingkat aduan scam tertinggi di Indonesia, mencapai 6.957 laporan.
Angka yang mencemaskan ini membuat Komisi III DPRD Jawa Barat mendesak pemerintah untuk bertindak cepat dan tegas.
“Saya prihatin Jawa Barat sebagai provinsi tertinggi tingkat pengaduan scam secara nasional. Ini perlu respon cepat dari pemerintah,” ujar Anggota Komisi III DPRD Jawa Barat Tetep Abdulatip, Kamis (13/11/2025).
Menurut Tetep, pemerintah tak bisa hanya bersikap reaktif terhadap kasus yang muncul, tetapi harus bergerak dengan strategi pencegahan jangka panjang. Salah satunya melalui penguatan literasi dan inklusi keuangan masyarakat.
“Pentingnya penguatan literasi dan inklusi keuangan bagi masyarakat. Pemerintah bisa juga aktif melakukan kampanye berkelanjutan agar masyarakat berhati-hati dalam menggunakan layanan keuangan berbasis digital dan sejenisnya,” katanya.
Ia menegaskan, literasi keuangan adalah tameng utama di tengah derasnya arus digitalisasi ekonomi.
“Masyarakat hari ini sangat mudah mengakses internet dan produk keuangan digital. Mereka harus dibekali, diedukasi, disadarkan tentang literasi digital dan keuangan, apalagi di tengah situasi ekonomi yang tidak baik-baik saja. Edukasi menjadi langkah preventif untuk menekan tingginya angka aduan scam di Jabar,” tegasnya.
Selain penguatan literasi, Tetep menilai pemerintah juga harus memperkuat regulasi dan penegakan hukum. Ia mendorong adanya aturan yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi finansial agar mampu melindungi masyarakat dari kejahatan digital.
“DPRD Jawa Barat mendorong pemerintah membuat regulasi sesuai kewenangan untuk melindungi masyarakat. Kita akan kaji kewenangan daerah agar bisa melahirkan aturan yang benar-benar melindungi masyarakat,” ujarnya.
Langkah lain yang diusulkan adalah memperluas akses keuangan formal sebagai alternatif bagi masyarakat yang kerap terjerat pinjaman ilegal. Menurutnya, program kredit inklusif seperti Kredit Mesra dari Bank BJB perlu diperluas jangkauannya, disertai pendampingan dan pelatihan keterampilan.
“Bantuan atau pinjaman tanpa pelatihan dan pendampingan tidak akan efektif. Warga harus diberi skill agar dapat memanfaatkan program dengan baik,” tegas Tetep.
Ia juga menyoroti pentingnya mengaktifkan kembali Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan aktivitas keuangan ilegal agar tidak hanya menjadi formalitas.
“Soal Satgas, terpenting adalah aktifasi dari Satgas tersebut. Jangan sampai Satgas itu hanya dibentuk saja tapi tidak ada aksinya,” tutupnya.







