Karya Seni AI Misterius Tiba-Tiba Muncul di Museum Cardiff

Posted on

Karya seni misterius tiba-tiba muncul di Museum Nasional Cardiff dan membuat pengunjung kebingungan. Lukisan cetak yang ternyata dibuat menggunakan kecerdasan buatan (AI) itu digantung diam-diam oleh seorang seniman bernama Elias Marrow tanpa sepengetahuan pihak museum.

Karya berjudul Empty Plate atau Piring Kosong tersebut menggambarkan seorang anak laki-laki berseragam sekolah sedang memegang piring. Karya itu sempat terpajang di ruang galeri bagian kontemporer dan dilihat oleh ratusan pengunjung sebelum akhirnya diturunkan oleh staf museum.

Melansir dari BBC, seorang pengunjung yang menyadari keberadaan lukisan tersebut bertanya kepada staf galeri. Namun, staf museum mengaku tidak mengetahui apa-apa tentang karya itu maupun kapan karya tersebut dipasang.

“Sebuah benda telah dipasang tanpa izin di dinding galeri Museum Nasional Cardiff. Kami telah diberitahu mengenai hal ini dan sudah menghapus benda tersebut,” ujar juru bicara Amgueddfa Cymru, lembaga pengelola museum tersebut.

Karya Empty Plate dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan sebelum dicetak dan digantung sendiri oleh Elias Marrow. Di situs pribadinya, sang seniman menyebut bahwa karya itu “mewakili Wales pada tahun 2025” dan merupakan bagian dari eksplorasinya terhadap hubungan antara institusi seni dan publik.

Menurut Marrow, aksinya itu bukan sekadar lelucon atau provokasi, melainkan eksperimen terhadap sistem kuratorial lembaga publik. Ia ingin menantang cara museum menentukan karya seperti apa yang dianggap layak untuk dipamerkan, serta bagaimana reaksi institusi ketika sesuatu yang berada di luar sistem resmi tiba-tiba muncul di dalamnya.

“Saya ingin mengeksplorasi bagaimana lembaga publik memutuskan apa yang layak untuk dipamerkan, dan apa yang terjadi ketika sesuatu di luar sistem itu muncul di dalamnya,” tulis Marrow di situsnya.

Seniman yang identitas aslinya belum banyak diketahui itu juga menjelaskan bahwa penggunaan kecerdasan buatan dalam karyanya merupakan bagian dari perkembangan alami dunia seni.

“AI akan tetap ada, dan membatasi kemampuannya berarti bertentangan dengan keyakinan saya tentang seni,” katanya.

Ia menambahkan bahwa sebelum menggunakan AI, dirinya tetap membuat sketsa manual terlebih dahulu, lalu memanfaatkan AI sebagai alat bantu untuk memperluas ekspresi artistiknya.

Marrow juga bukan pertama kali melakukan aksi semacam ini. Ia mengaku pernah menggantungkan karya secara diam-diam di Bristol Museum dan Tate Modern tanpa persetujuan atau pengakuan resmi dari pihak museum. Meski begitu, ia menolak jika tindakannya disebut sebagai vandalisme.

“Karya ini bukan tentang gangguan, melainkan tentang partisipasi tanpa izin,” ujar Marrow.
“Saya tidak meminta izin, tapi saya juga tidak menimbulkan kerusakan.”

Seorang pengunjung asal Irlandia yang melihat karya tersebut pada 29 Oktober lalu mengaku awalnya mengira karya itu bagian dari pertunjukan resmi museum. Namun, setelah memperhatikan lebih dekat, ia menyadari bahwa karya tersebut tidak memiliki label atau keterangan seperti karya lain di sekitar galeri.

“Awalnya saya pikir ini bagian dari pameran. Tapi saya heran, kenapa karya AI dengan kualitas yang agak aneh bisa tergantung di sana tanpa penjelasan apa pun,” kata pengunjung itu kepada BBC.

Rasa penasaran pengunjung itu kemudian mendorongnya melapor kepada staf museum. Setelah dicek, pihak museum menyadari bahwa karya tersebut memang tidak termasuk dalam daftar koleksi resmi dan segera menurunkannya.

Meski sudah dicopot, aksi Elias Marrow menimbulkan perdebatan di dunia seni. Sebagian pihak menganggapnya sebagai bentuk kritik terhadap sistem kurasi yang kaku dan eksklusif, sementara yang lain menilai tindakannya melanggar aturan keamanan dan etika museum.

Fenomena ini sekaligus menyoroti peran AI dalam dunia seni yang kini semakin luas dan kontroversial. Teknologi kecerdasan buatan tidak hanya membantu proses kreatif seniman, tetapi juga memunculkan pertanyaan baru tentang otentisitas, nilai, dan batas antara manusia serta mesin dalam penciptaan karya seni.

Bagi Elias Marrow, eksperimennya di Cardiff hanyalah satu cara untuk menguji sejauh mana dunia seni siap menerima “partisipasi tanpa izin” dari teknologi dan seniman di luar sistem.