Hari Dokter Nasional tahun ini jatuh pada Jumat, 24 Oktober 2025. Hari yang juga bertepatan dengan kelahiran organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini kerap menjadi ajang peringatan dan refleksi untuk memperkuat komitmen dokter dalam melayani masyarakat.
Di balik jas putih dan stetoskop-nya, profesi dokter menyimpan banyak kisah menarik yang jarang diketahui publik. Mulai dari jurusan kuliah yang unik, tulisan yang sering dicap “cakar ayam”, hingga tingginya beban kelelahan fisik dan emosional saat bekerja. Penasaran dengan hal-hal unik di balik profesi dokter? Simak ulasan selengkapnya berikut ini!
Hari Dokter Nasional setiap tahunnya diperingati pada 24 Oktober. Penetapan tanggal ini merujuk pada berdirinya organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 24 Oktober 1950. IDI menjadi simbol berdirinya organisasi profesi kedokteran pertama di Indonesia yang beranggotakan dokter asli Indonesia, tanpa campur tangan tenaga medis asing seperti dokter Belanda.
Doi tahun 2025, Hari Dokter Nasional diperingati dengan mengusung tema “Dokter Berbagi untuk Negeri”. Tema ini mencerminkan semangat pengabdian para dokter yang terus memberikan ilmu, tenaga, dan waktu demi meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Sementara itu, untuk HUT ke-75 IDI di hari yang sama, tema yang diangkat adalah “75 Tahun IDI Berkarya, Membangun Kesehatan Bangsa”. Tema ini menggambarkan perjalanan panjang IDI sekaligus tekad para dokter untuk terus berperan aktif sebagai agen perubahan di dunia kesehatan.
Selain spesialisasi yang lazim diketahui seperti penyakit dalam atau bedah, dunia kedokteran juga memiliki bidang unik. Salah satunya adalah Kedokteran Penerbangan dan Ruang Angkasa.
Spesialisasi ini berfokus pada kesehatan individu yang bekerja atau bepergian di lingkungan penerbangan dan antariksa. Dokter dalam bidang ini mempelajari dampak ketinggian, tekanan udara rendah, serta kondisi gravitasi terhadap tubuh manusia.
Dalam dunia penerbangan, mereka berperan memastikan kesehatan pilot dan kru agar layak terbang. Mereka juga menangani keluhan seperti kelelahan akibat perubahan tekanan udara, hingga gangguan pendengaran.
Sedangkan di bidang eksplorasi luar angkasa, dokter penerbangan merancang program kesehatan untuk astronot. Mereka bertugas untuk meneliti data adaptasi tubuh terhadap gravitasi nol, hingga mencari solusi medis untuk kondisi ekstrem.
Dilansir dari laman web resmi NASA, setiap misi luar angkasa memiliki dokter penerbangan khusus yang disebut Flight Surgeon. Tugasnya adalah mengawasi kesehatan awak pesawat sejak persiapan hingga selesai misi. Dokter penerbangan menangani masalah medis yang muncul sebelum, selama, dan setelah penerbangan antariksa.
Di Indonesia, spesialisasi ini hanya tersedia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). Program ini termasuk ke dalam Magister Ilmu Kedokteran Kerja dengan peminatan Kedokteran Penerbangan. Lulusannya bergelar Sp.KP alias Spesialis Kedokteran Penerbangan.
Tugas dokter penerbangan meliputi pemeriksaan kelayakan fisik awak dan penumpang pesawat (fit to fly), serta menangani gangguan kesehatan akibat tekanan udara dan lingkungan penerbangan. Dokter di bidang ini tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan Indonesia (Perdospi).
Tulisan dokter sering dianggap mirip tulisan “cakar ayam”, alias jelek dan sulit dibaca. Namun, fenomena tersebut ternyata muncul bukan tanpa alasan. Lingkungan kerja rumah sakit sangat cepat dan dinamis menjadi salah satu faktor pemicunya.
Dokter dan perawat harus menulis catatan medis dengan cepat di tengah waktu yang terbatas dan tanpa tempat menulis yang nyaman. Mereka juga kerap menggunakan istilah teknis atau singkatan khusus yang hanya dimengerti tenaga medis.
Menurut penjelasan dalam penelitian yang dimuat di Journal of The Royal Society of Medicine, kebiasaan menulis cepat oleh dokter sudah ada sejak berabad-abad lalu. Dahulu, catatan medis hanya digunakan untuk keperluan pribadi dokter, bukan untuk dibaca oleh orang lain.
Kini, dokter bekerja dalam tim besar yang terdiri dari banyak profesional kesehatan. Akibatnya, tulisan yang tidak terbaca berpotensi menimbulkan kesalahpahaman orang lain. Jurnal tersebut bahkan menyarankan solusi sederhana agar dokter bisa menulis dengan lebih bagus, yakni dengan cara berlatih menulis.
Profesi dokter menuntut rasa empati terhadap rasa sakit dan penderitaan pasien. Namun, empati yang harus digunakan berulang-ulang dalam jangka waktu berlebihan dapat menyebabkan dokter ataupun tenaga medis lainnya mengalami kelelahan emosional. Istilahnya adalah “kelelahan empati” atau compassion fatigue.
Kondisi ini terjadi ketika dokter atau tenaga medis terus-menerus menghadapi penderitaan pasien sehingga mengalami stres, jenuh, bahkan kehilangan semangat membantu.
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal BMC Psychiatry oleh Qing Ye dkk (2024), kelelahan empati terjadi akibat tuntutan emosional yang tinggi dalam menangani pasien. Penelitian ini dilakukan melalui kuesioner cross-sectional terhadap dokter di rumah sakit umum tersier di China barat daya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas dokter mengalami kelelahan empati dan banyak di antara mereka sempat mempertimbangkan untuk berhenti bekerja. Studi tersebut menekankan perlunya tindakan serius untuk mengatasi masalah agar hubungan dokter-pasien tetap baik.
Penelitian lain oleh Anna Garnett dkk (2023) yang diterbitkan di jurnal BMC Health Service Research juga menunjukkan hal serupa. Penelitian ini menemukan dampak negatif pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental tenaga medis yang memicu kelelahan empati.
Faktor risiko yang membuat dokter dan tenaga medis lebih rentan terhadap kelelahan empati di antaranya adalah berusia muda, berjenis kelamin perempuan, berprofesi dokter atau perawat, beban kerja tinggi, jam kerja panjang, dan keterbatasan alat pelindung diri (APD).
Penelitian ini juga menjelaskan bahwa kelelahan empati dapat menyebabkan perubahan perilaku dokter terhadap pasien. Untuk mengurangi risikonya, dibutuhkan dukungan emosional, pemantauan stres, serta penambahan tenaga medis agar beban kerja lebih seimbang.
Tokoh yang dikenal sebagai dokter pertama dalam sejarah adalah Hippokrates. Ia merupakan seorang dokter Yunani yang hidup pada tahun 460-370 SM. Ia juga dijuluki sebagai “Bapak Kedokteran” karena berhasil menjadikan pengobatan sebagai ilmu yang sistematis.
Dalam penelitian yang ditulis oleh Nikolaos A. Kostakopoulos dkk (2024) dan dimuat di jurnal Cureus, dijelaskan bahwa Hippokrates adalah dokter pertama yang menempatkan kedokteran sebagai ilmu pengetahuan dan memperjelas batasan perilaku dokter terhadap pasien. Ia juga memperkenalkan Sumpah Hipokrates yang hingga kini digunakan di berbagai sekolah kedokteran sebagai pedoman etika profesi.
Sumpah ini menekankan nilai-nilai utama dalam kedokteran modern. Seperti larangan menyakiti pasien dan kewajiban menjaga privasi mereka.
Pemikiran Hippokrates tersebut juga terinspirasi oleh teori Empedocles tentang empat elemen alam yaitu air, tanah, api, dan udara. Menurut Hippokrates, tubuh manusia terdiri atas empat cairan utama, yaitu empedu hitam, empedu kuning, lendir, dan darah. Kesehatan seseorang tergantung akan pada keseimbangan keempat cairan tersebut.
Ketika dihadapkan pada jenazah, tak sembarang orang memiliki keberanian untuk memegangnya. Namun, bersinggungan dengan jasad orang yang telah meninggal dunia menjadi keharusan sebelum menjadi dokter.
Para mahasiswa kedokteran belajar anatomi tubuh manusia menggunakan kadaver atau jenazah yang diawetkan. Kadaver bukan sekadar media belajar, tapi juga sarana penting untuk memahami struktur tubuh manusia secara nyata.
Dilansir dari infoEdu, kadaver adalah jenazah manusia yang digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian, atau pelatihan medis. Jenazah ini biasanya diawetkan agar bisa digunakan dalam jangka panjang, bahkan hingga lebih dari satu dekade.
Melalui kadaver, mahasiswa kedokteran dapat mengenal anatomi tubuh manusia secara detail, termasuk jaringan, organ, dan sistem tubuh. Pembelajaran ini tidak bisa digantikan oleh model atau gambar, karena kadaver dapat memberikan pengalaman nyata tentang kondisi tubuh manusia.
Selain untuk pendidikan, kadaver juga digunakan dalam penelitian medis, pelatihan bedah, dan identifikasi penyakit. Namun penggunaan kadaver harus mengikuti aturan dan etika yang ketat. Bahkan mereka diminta untuk memanjatkan doa sesuai agama masing-masing saat sebelum dan sesudah menggunakan kadaver sebagai bentuk penghormatan.
Di Indonesia, penggunaan kadaver diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. Peraturan ini memastikan jenazah diperlakukan dengan hormat dan sesuai keyakinan agama yang dianut semasa hidupnya.
Demikian ulasan seputar fakta-fakta menarik tentang dokter dan dunia pendidikan kedokteran yang jarang diketahui oleh publik. Semoga bermanfaat!







