Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga kuartal III-2025. Selain realisasi yang lambat, Purbaya juga menyinggung ada 15 pemerintah daerah yang memiliki simpanan dana daerah tertinggi di perbankan.
Purbaya menyebut, total dana daerah yang mengendap di perbankan mencapai Rp234 triliun. Dari 15 pemda itu, Pemprov Jawa Barat diketahui menempati urutan kelima dengan Rp4,1 trilun, sementara urutan pertama ada Provinsi Jakarta dengan Rp14,6 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memastikan, tidak ada dana daerah yang disimpan dalam bentuk deposito di perbankan, termasuk di Bank BJB. Ia mengaku, telah memeriksa langsung seluruh data keuangan Pemprov Jabar.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” ujar Dedi, Selasa (21/10/2025).
Lebih lanjut, Dedi menilai, lambatnya realisasi anggaran bukan berarti daerah sengaja menahan belanja publik. Banyak daerah, termasuk Jawa Barat, tengah menjalankan kebijakan efisiensi agar anggaran tersalurkan secara tepat sasaran.
“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik, bisa membelanjakan kepentingan masyarakatnya dengan baik. Tapi bisa jadi juga ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan keuangannya dengan baik,” ucapnya.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Meski begitu, ia tidak menampik kemungkinan adanya daerah yang memang menyimpan dana dalam bentuk deposito. Namun, hal tersebut menurutnya harus dibuka secara transparan agar publik tidak salah menilai.
“Tentunya ini adalah sebuah problem yang harus diungkap secara terbuka dan diumumkan kepada publik secara terbuka, sehingga tidak membangun opini bahwa seolah-olah daerah ini tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pengelolaan keuangan,” katanya.
Dedi juga mengingatkan, generalisasi seperti itu dapat merugikan daerah yang selama ini bekerja dengan baik dalam mengelola APBD.
“Hal ini akan sangat merugikan daerah-daerah yang bekerja dengan baik. Efeknya, kalau semuanya dianggap sama, daerah yang bekerja dengan baik akan mengalami problematika pengelolaan keuangan, sehingga daerahnya terus-menerus mengalami penurunan daya dukung fiskal. Ini sangat berefek buruk bagi kinerja pembangunannya,” tuturnya.
Karena itu, Dedi meminta, Kementerian Keuangan untuk bersikap terbuka dan adil dengan mengumumkan secara resmi daerah mana saja yang masih menyimpan dana besar di bank atau belum membelanjakan anggarannya secara optimal.
“Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif tentang kinerja pemerintah daerah secara keseluruhan, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik dan uangnya masih tersimpan dengan baik, bahkan ada yang disimpan dalam bentuk deposito,” ujarnya.
“Hal ini sangat penting, untuk apa? Untuk menghormati daerah-daerah yang bekerja dengan baik,” pungkasnya.