Sebanyak 35 dapur satuan pelayanan penyedia gizi (SPPG) yang sudah beroperasi memproduksi makanan bergizi gratis (MBG) di Kota Sukabumi diketahui belum mengantongi sertifikat Sanitasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Meski begitu, Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki menegaskan, pihaknya sudah turun langsung ke lapangan dan memastikan dapur-dapur tersebut tetap beroperasi dengan standar yang cukup baik.
“Saya langsung on the spot ke MBG di Merbabu, Gunungpuyuh. Saya lihat langsung gudang, tempat masak, penyajian, hingga kendaraannya. Cukup standar dan cukup bagus,” ujar Ayep, Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, Pemkot Sukabumi telah membentuk satuan tugas khusus untuk memantau 41 dapur MBG, di mana 35 di antaranya sudah beroperasi. Satgas tersebut dipimpin oleh Andri Setiawan, dan bertugas memastikan seluruh dapur memiliki SOP yang jelas agar terhindar dari kesalahan prosedur maupun potensi keracunan makanan.
“Saya minta ada SOP supaya tidak terjadi kesalahan prosedur kerja. Tujuannya memperkecil risiko kesalahan dan menjaga keamanan makanan,” tegasnya.
Selain soal sertifikasi, Ayep juga menyoroti pentingnya pengawasan kadar pestisida pada bahan pangan yang digunakan. Ia meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) untuk memastikan kadar pestisida masih dalam batas aman.
“Saya minta dinas terkait turun ke lapangan dan memantau. Harus ada alat ukur untuk memastikan kadar pestisida sesuai batas yang diizinkan. Karena kalau mengendap di tubuh bertahun-tahun, bisa jadi kanker dan sebagainya,” katanya.
Ia juga menegaskan pentingnya aspek higienitas dalam pengolahan makanan, meski belum semua dapur memiliki SLHS.
“Minimal material dan prosesnya harus memenuhi standar, tingkat bakteri E. coli-nya nol persen. Kita akan bina semua dapur agar memenuhi ketentuan ini,” ucapnya.
Ayep pun mengingatkan para pengelola dapur agar tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata. Menurutnya, tujuan utama program MBG adalah menyediakan makanan bergizi dan higienis bagi masyarakat.
“Ambil untungnya jangan terlalu gede. Fokus pada gizi masyarakat, jangan sampai karena mengejar laba malah kualitasnya turun,” ujarnya.
Pemkot, kata dia, akan segera mengundang seluruh pengelola dapur untuk berdiskusi terkait proses sertifikasi SLHS dan penyusunan SOP bersama. “Kita proaktif, jangan sampai seperti daerah lain yang sudah ada kasus (keracunan). Kota Sukabumi harus jadi contoh,” katanya.
Dalam pantauan di beberapa titik dapur, fasilitas yang tersedia dinilai sudah cukup baik. “Air panas untuk mencuci ompreng sudah lengkap, tempat penyimpanan juga standar. Bahan baku kita nggak masalah, sudah oke lah,” tutupnya.
Pantau Pestisida dan Kebersihan
Jangan Ambil Untung Terlalu Besar
Selain soal sertifikasi, Ayep juga menyoroti pentingnya pengawasan kadar pestisida pada bahan pangan yang digunakan. Ia meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) untuk memastikan kadar pestisida masih dalam batas aman.
“Saya minta dinas terkait turun ke lapangan dan memantau. Harus ada alat ukur untuk memastikan kadar pestisida sesuai batas yang diizinkan. Karena kalau mengendap di tubuh bertahun-tahun, bisa jadi kanker dan sebagainya,” katanya.
Ia juga menegaskan pentingnya aspek higienitas dalam pengolahan makanan, meski belum semua dapur memiliki SLHS.
“Minimal material dan prosesnya harus memenuhi standar, tingkat bakteri E. coli-nya nol persen. Kita akan bina semua dapur agar memenuhi ketentuan ini,” ucapnya.
Pantau Pestisida dan Kebersihan
Ayep pun mengingatkan para pengelola dapur agar tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata. Menurutnya, tujuan utama program MBG adalah menyediakan makanan bergizi dan higienis bagi masyarakat.
“Ambil untungnya jangan terlalu gede. Fokus pada gizi masyarakat, jangan sampai karena mengejar laba malah kualitasnya turun,” ujarnya.
Pemkot, kata dia, akan segera mengundang seluruh pengelola dapur untuk berdiskusi terkait proses sertifikasi SLHS dan penyusunan SOP bersama. “Kita proaktif, jangan sampai seperti daerah lain yang sudah ada kasus (keracunan). Kota Sukabumi harus jadi contoh,” katanya.
Dalam pantauan di beberapa titik dapur, fasilitas yang tersedia dinilai sudah cukup baik. “Air panas untuk mencuci ompreng sudah lengkap, tempat penyimpanan juga standar. Bahan baku kita nggak masalah, sudah oke lah,” tutupnya.