Nama Kantor Gubernur Jabar di Cirebon Tuai Polemik, Siapa Jaya Dewata?

Posted on

Sejumlah pemerhati budaya Cirebon menyoroti penamaan Bale Jaya Dewata untuk Gedung Negara yang akan menjadi kantor Gubernur Jawa Barat. Mereka menilai kantor pemerintahan di wilayah Cirebon sebaiknya memakai nama-nama tokoh yang erat kaitannya dengan daerah setempat.

Salah satu pemerhati budaya yang mengkritisi penamaan tersebut adalah Jajat Sudrajat. Ia menyayangkan minimnya keterlibatan masyarakat Cirebon dalam proses penentuan nama untuk kantor gubernur tersebut.

Lalu, siapakah sebenarnya sosok Jaya Dewata yang namanya dipilih untuk kantor Gubernur Jawa Barat ini?

Jajat menjelaskan bahwa Jaya Dewata adalah nama lain dari Prabu Siliwangi, seorang raja dari Kerajaan Pajajaran. Menurut Jajat, saat masih muda, Jaya Dewata dikenal dengan nama Raden Pamanahrasa.

Setelah naik tahta dan dinobatkan sebagai raja, barulah ia menyandang nama Jaya Dewata dengan gelar Prabu Siliwangi.

“Jaya Dewata ketika muda namanya Raden Pamanahrasa. Setelah beliau dinobatkan menjadi raja, namanya diganti menjadi Prabu Jaya Dewata dengan gelar Prabu Siliwangi,” terang Jajat di Kota Cirebon, baru-baru ini.

Jajat menyebut, Jaya Dewata memiliki istri bernama Nyi Mas Ratu Subang Kranjang. Dari pernikahannya itu, Jaya Dewata memiliki tiga anak. Yakni Walang Sungsang, Rara Santang dan Kian Santang.

“Walang Sungsang dikenal dengan nama kebesarannya, Pangeran Cakrabuana. Sementara Nyi Mas Ratu Rara Santang kemudian dikenal sebagai Syarifah Mudaim, ibunda dari Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Lalu ada juga Kian Santang,” ujar Jajat.

Jajat sendiri menyadari jika Jaya Dewata sebenarnya adalah orang tua dari tokoh-tokoh Cirebon. Dalam hal ini yaitu Walang Sungsang, Rara Santang dan Kian Santang.

“Secara histori, memang beliau (Jaya Dewata) adalah bapak dari tokoh-tokoh Cirebon,” ucap Jajat.

Hanya saja, ia menilai, penamaan kantor Gubernur Jawa Barat itu sebaiknya menggunakan nama tokoh-tokoh Cirebon yang erat kaitannya dengan Cirebon. Hal ini karena lokasi kantor tersebut berada di Kota Cirebon.

“Penamaan itu mbok ya disesuaikan dengan lokasi. Gedung Negara atau orang mengenalnya gedung eks Keresidenan atau gedung Bakorwil itu kepemilikannya memang provinsi, tapi kan lokasinya di Cirebon,” ucap Jajat.

Jajat menjelaskan, pada masa lampau, Cirebon sendiri merupakan wilayah yang berdaulat. Di kawasan ini pernah berdiri sebuah kerajaan bercorak Islam, yakni Kesultanan Cirebon.

“Kalau kita mengacu pada Caruban Nagari, Cirebon (pernah menjadi) negeri berdaulat sejak tahun 1482. Punya tatanan hukum, punya masyarakat, punya perangkat hingga pasukan,” kata dia.

Dengan kata lain, menurut Jajat, Cirebon merupakan sebuah daerah yang kaya akan sejarah dengan banyak tokoh-tokoh besar di dalamnya.

“Kita banyak kok tokoh-tokoh Cirebon. Contohnya ada Panembahan Losari, bagaimana karya seni dia. Kemudian bagaimana kegagahan Pangeran Cucimanah,” ucap Jajat.

Oleh karena itu, ia meminta agar penamaan Gedung Negara yang rencananya akan dijadikan kantor Gubernur Jawa Barat dapat dipertimbangkan kembali. Ia juga menyayangkan kurangnya keterlibatan masyarakat Cirebon dalam proses penentuan nama tersebut.

“Apa salahnya sih pak gubernur ngajak bicara (untuk membahas penamaan kantor gubernur). Misalnya perwakilan dari keraton atau perwakilan dari pegiat budaya,” kata Jajat.

Pemerhati budaya Cirebon lainnya, Raden Chaidir Susilaningrat juga mengatakan bahwa penentuan nama untuk kantor Gubernur Jawa Barat di Gedung Negara ini sebaiknya dapat melibatkan pihak-pihak terkait.

“Penamaan gedung bersejarah semestinya dimusyawarahkan dengan semua pihak terkait, dalam hal ini stakeholder kebudayaan, mengingat misi dari penamaan gedung itu yang tentunya berkaitan dengan upaya pelestarian warisan budaya bangsa,” kata dia.

“Tokoh-tokoh masyarakat, budayawan dan para pegiat budaya lokal juga perlu dilibatkan agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal,” tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon, Agus Mulyadi sedikit menjelaskan tentang sosok Jaya Dewata yang namanya digunakan untuk kantor Gubernur Jawa Barat di Gedung Negara, Kota Cirebon.

“Kalau kita lihat nama Jaya Dewata juga kan menjadi bagian dari proses sejarah Cirebon. Karena Jaya Dewata itu sebutan lain dari Prabu Siliwangi, orang tua (kakek) dari Sunan Gunung Jati,” ucap Agus.

Kendati demikian, Agus menyatakan pihaknya siap memfasilitasi dan membuka ruang untuk menampung setiap masukan-masukan terkait dengan penamaan kantor Gubernur Jawa Barat di Kota Cirebon.

“Jadi kalau memang ada masukan dari teman-teman budayawan, ya nanti bisa kita tampung atau mungkin kita bisa diskusi dengan pak gubernur terkait dengan nama (kantor gubernur),” kata Agus.

“Itu bisa dikomunikasikan sebenarnya. Kalau memang ada pendapat yang disampaikan dari hasil urun rembuk teman-teman budayawan, bisa disampaikan ke kami atau bisa disampaikan langsung ke beliau (gubernur),” kata menambahkan.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *