Senin (15/9/2025) pagi, Riska (27) harus menahan rasa kesalnya ketika motornya terhenti di persimpangan Jalan Gedebage Selatan menuju Jalan Rumah Sakit Ujungberung. Bukannya karena lampu lalu lintas, kendaraan yang ia kendarai terpaksa berhenti akibat arus motor dari arah Cibiru menuju Buahbatu yang memotong jalur seenaknya.
Riska, seorang sales yang sedang terburu-buru menuju tempat kerja, melihat langsung bagaimana puluhan motor belok kiri dari Jalan Gedebage Selatan, lalu spontan menikung ke kanan ke arah Buahbatu tanpa menunggu giliran.
“Bener kesel, kalau rusuh perginya subuh saja, semua juga punya kepentingan ingin cepat sampai tujuan,” ujarnya dengan nada jengkel.
Baginya, perilaku pengendara semacam itu bukan hanya membahayakan, tetapi juga membuat lalu lintas makin semrawut. “Gak bisa ya mereka sabar, nunggu lampu sampai hijau, daripada mengambil jalan orang malah bikin kesal,” tegasnya.
Riska bahkan mengusulkan agar persimpangan itu dipasangi kamera tilang elektronik (E-TLE) untuk menindak para pelanggar. “Pasang kamera tilang aja gak usah dijaga petugas, biar yang memotong jalan pada kena tilang dan kapok sehingga tidak mengulangi hal yang sama,” gerutunya.
Keluhan serupa datang dari Cecep, warga Sapan. Ia menuturkan bahwa bukan hanya pagi hari, sore pun kondisi lalu lintas di persimpangan itu sama ruwetnya karena banyak motor memotong jalur.
“Enggak hanya pagi, sore juga sama. Tapi menurut saya, mereka ngapain repot-repot puter balik, bikin pengendara lain kesal, ikuti aturan lalu lintas saja,” kata Cecep.
Cecep juga mendukung penuh wacana pemasangan E-TLE di titik tersebut. “Setuju, setuju sekali, kita yang taati aturan rugi dog, sementara mereka yang melanggar seenaknya menganggu jalan orang lain,” ujarnya.
Bagi pengguna jalan seperti Riska dan Cecep, disiplin berlalu lintas adalah soal keadilan dan kenyamanan bersama. Mereka berharap, dengan adanya penertiban berbasis teknologi, perilaku sembrono para pengendara bisa ditekan, sehingga jalan raya kembali menjadi ruang yang tertib bagi semua.