Minggu pagi, kawasan Jalan Cilaki, Cisangkuy dan Cimanuk ramai dipenuhi pedagang dan pengunjung yang hendak beraktivitas di jalan itu. Meski hari sudah mulai siang, cuaca di jalan itu cukup panas. Tak ayal, para pedagang yang menjajakan barang dagangannya harus menggunakan tenda atau payung besar untuk menghindari sengatan sinar matahari.
Tepat di Jalan Cisangkuy, di depan sebuah restoran, seorang pria tampak sibuk merapikan barang dagangannya. Pria itu, berjualan papan nama dan nomor rumah yang terbuat dari kayu.
Dari kejauhan, seorang pembeli memesan papan nomor rumah, pedagang itu dengan cekatan langsung mengambil papan alas yang dipesan, lalu mengambil huruf dan angka untuk dipasang di papan tersebut.
infoJabar pun mendekati tenda yang digunakan pria itu berjualan, dengan cetakan huruf dan angka yang dipesan pembeli itu ditempel sang pedagang ke papan yang diletakkan di meja dengan menggunakan lem kayu.
Tidak sampai menunggu 5 menit, nomor rumah yang dipesan sudah jadi dan pedagang itu membungkusnya menggunakan selembar koran. Sambil memberikan pesanan pembelinya, pedagang itu pun mendapatkan uang Rp50 ribu satu lembar.
Usai melayani pembeli, infoJabar berkesempatan berbincang dengan pedagang bernama Udan Aji Kusumah. Pria berusia 67 tahun yang lahir di Garut dan sudah lama menetap di Rancamanyar, Kabupaten Bandung. Udan mengatakan, sebelum berjualan di Jalan Cisangkuy, dia berjualan di Jalan Asia Afrika.
“Sebelum jualan di Asia Afrika. Ini huruf dan angkanya bikin sendiri, bisa bikin ini sejak dulu, bisa karena kebutuhan (penghasilan/nafkah keluarga),” kata Udan membuka perbincangan dengan infoJabar, Minggu (14/9/2025).
Ayah empat anak ini mengatakan, sebelum berjualan papan nama dan nomor rumah, dia sempat menjual pigura foto. Karena keterbatasan modal, dia membuat produk tersebut.
“Dulu saya jualan pigura, nggak jualan lagi (karena) modalnya gede. Kalau ini mah cuman ratusan ribu modalnya,” ujarnya.
Udan menyebut, bahan baku yang digunakan berasal dari kayu bekas palet yang kondisinya masih bagus dan layak.
“Kayu bekas palet, bahan kayu pinus, saya belanja di Pasirkoja, belanja seminggu sekali atau belanja buat satu bulan. Belanja Rp500 ribu bisa dipakai satu bulan,” sebutnya.
Disinggung jumlah barang yang dijual setiap harinya, Udan menyebut tak tentu, apalagi pasca demonstrasi yang berakhir ricuh di Kota Bandung. Pembeli sepi, hingga dia harus tak berjualan.
“Jualan enggak tentu, penghasilannya alhamdulillah ada buat makan istri,” ujarnya.
Di kala sepi pembeli, Udan mengaku dia membuat huruf dan angka dengan menggunakan gergaji.
“Dulu jualan seminggu sekali, tapi sekarang tiap hari jualan di sini, itu sejak setelah pandemi COVID-19 saja,” ujarnya.
Udan yang umurnya tak muda lagi mengaku, udah yang dia jalani demi memberi nafkah keluarga dan mengisi masa tuanya.
“ini produk kerajinan, termasuk seni juga. Anak punya empat, tiga sudah menikah, tinggal satu lagi, anak alhamdulillah sekolah semuanya,” tuturnya.
Meski saat ini dia hanya membiayai istri saja, Udan sebut dia tak mau hidup dari belas kasih anak-anaknya.
“Sambil mengisi hari tua saja, daripada diam di rumah , jenuh, kalau gak ada yang beli gegerajian, ini bahan nya sudah dipola dulu. Dari dulu huruf kaya gini, tapi kalau mau huruf beda bias pesan, kalau sudah ada plat gini, formil hurufnya. Harganya tergantung ukuran, ada yang Rp80 juga,” pungkasnya.