Macan tutul yang kabur dari kandang karantina di objek wisata Lembang Park & Zoo, Kabupaten Bandung Barat (KBB) kini sudah kembali ke habitatnya di hutan lindung kaki Gunung Tangkuban Parahu.
Kepastian macan tutul itu masuk ke hutan berdasarkan jejak kaki dan keterangan petani di jalur pelarian satwa tersebut. Upaya pencarian yang dilakukan sejak Kamis (28/8/2025) kini beralih menjadi proses pemantauan oleh petugas gabungan.
Humas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Eri Mildranaya menyebut di kawasan Bandung Utara, ada dua kantong habitat macan tutul. Antara lain hutan Gunung Tangkuban Parahu di perbatasan Lembang dan Subang, serta hutan Gunung Burangrang di perbatasan Cisarua dan Purwakarta.
“Perlu diketahui bahwa kaki Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Burangrang merupakan habitat asli dari macan tutul itu sendiri,” kata Eri saat ditemui, Selasa (9/9/2025).
“Sesuai dengan hasil drone thermal terakhir yang kami dapatkan, kemudian informasi-informasi dari masyarakat, secara rangkaian informasi-informasi itu mulai dari Lembang Asri kemudian jejak terakhir yang kami temukan berupa jejak kaki, baik di bangunan, di gubuk, kemudian di tapak-tapak di pertanian menuju kawasan hutan lindung. Itu semua mengarah ke kawasan hutan lindung,” imbuhnya.
Di dua kantong habitat macan tutul itu, sampai saat ini tercatat ada sekitar 10 ekor macan tutul yang hidup di sana. Namun jumlah tersebut bisa saja lebih mengingat macan tutul merupakan satwa yang jago bersembunyi dan menghindari manusia.
“Sampai saat ini seperti itu (10 ekor) yang existing. Tapi ya bisa saja lebih, karena itu kan estimasi yang tertangkap kamera. Estimasi minimum,” kata Eri.
Hutan Gunung Burangrang dan Tangkuban Parahu dikenal sebagai daerah tujuan wisata. Bisa untuk aktivitas trekking, camping, trail run, hingga wisata menginap yang digemari pelancong dari berbagai daerah di luar Bandung Raya.
Keberadaan macan tutul di kawasan hutan lindung itu, dipastikan tak akan menjadi ancaman buat wisatawan. Hal itu kembali lagi pada sifat dasar karnivora tersebut yang tak mau terekspos dan cenderung menghindari manusia.
“Dari sisi keamanan ya, yang pertama highlight-nya adalah macan liar yang pada dasarnya secara umum menghindari orang. Jadi, untuk kekhawatiran konflik itu dengan kondisinya macan liar ini, dia lebih pintar menghindari kita daripada kita mencari dia,” kata expert macan tutul dari Forum Macan Tutul Jawa (Formata), Agung Ganthar.
Keberadaan macan tutul di dua lokasi itu, tak perlu menjadi kekhawatiran bagi wisatawan. Jauh sebelum adanya aktivitas wisata di kawasan hutan Gunung Burangrang dan Tangkuban Parahu, lebih dulu tinggal macan tutul dan satwa jenis lainnya.
“Tidak terlalu dikhawatirkan karena sebelumnya juga memang itu kantong habitat. Dan dari dulu sebelum kitanya ada di sini, macannya juga ada di sana. Jadi, bukan sesuatu yang terlalu baru sebenarnya di sana. Untuk aktivitas, secara umum bisa cukup berjalan normal,” ujar Agung.
Agung menyebut konflik antara manusia dengan macan tutul di area tersebut terakhir kali terjadi lima tahun lalu. Selebihnya, tak ada lagi kabar adanya kasus penyerangan macan tutul terhadap manusia.
“Di Gunung Tangkuban Parahu dan Burangrang, catatan kami terakhir kali konflik dengan manusia sudah di atas lima tahun lalu. Tapi kita harus ingat, kondisi di dalam hutannya juga relatif cukup bagus. Banyak kantong-kantong satwa, air juga cukup berlimpah. Jadi sebetulnya potensi konflik minim kecuali kita yang mengancam mereka,” kata Agung.